Hazel membereskan buku-bukunya yang berserakan dimeja belajarnya, beginilah hari-hari Hazel, sedikit membosankan sebenarnya. Ia tidak mempunyai teman yang benar-benar dekat, untuk bertemu dengan teman-teman Hazel saja susah. Kegiatannya hanya minum obat, belajar di rumah dan pergi ke rumah sakit, hanya itu.
Ia mulai homescolling saat ia tau penyakit itu menetap di tubuhnya. Tepat 2 tahun lalu. Yab, Hazel sudah lama mengidap penyakit ini, sudah banyak pengobatan yang ia lewati tapi hasilnya tidak dapat menghilangkan mereka. Dan sekarang Hazel mulai lelah dengan hal ini.
Lagian untuk apa mama-nya menyewa guru untuk pendidikannya, menghabiskan uang hanya untuk anak tidak berguna sepertinya. Kuliah juga tidak bisa. Hazel sudah benar-benar kehilangan motivasinya. saat ini ia berumur 16 tahun. Ia ingin keluar rumah dan bermain dengan remaja-remja lain, memiliki pacar yang menyayanginya. Kalau tidak begitu sekedar pergi camping untuk merilekskan otak setelah ulangan sekolah itu juga sangat menyenangkan, tapi Hazel sama-sekali tidak bisa merasakannya.
Jika keluar pun tempat-tempat yang sering Hazel lihat hanya bangunan putih yang beraroma obat-obatan, sangat membosankan bukan?
Ia melihat buku cetak berwarna biru itu, buku Pelajaram IPA yang mengingatkannya pada ucapan dokter beberapa minggu lalu.
"Dari beberapa pengalaman pasien saya, Hazel ini sudah memasuki tantangan yang serius bu, jadi sangat disarankan untuk selalu memantau kesehariannya bu Helen."
Tampak dokter itu memijat kepalanya, dengan memberikan beberapa resep dan saran untuk keperluan Hazel selanjutnya,
"Dan maaf jika saya harus mengatakan ini, kita persiapkan lagi untuk operasi hazel selanjtnya, karena itu sudah naik tingkat, dan jika sudah naik ke stadium ini susah untuk ditangani dan sebagaimana Hazel bisa bertahan, jika tidak umurnya pun bisa diprediksi. Bahwa itu hanya tinggal..."
Sudah cukup, Hazel tidak ingin mengingat obrolan itu lebih lanjut, dan dirinya pun tidak ingin mengambil pusing tentang hal itu.
Dilihatnya pil-pil yang sudah tersedia di atas meja, mau tidak mau Hazel harus meneguknya.
"Pahit," ucap Hazel berkomentar.
Sebenarnya sudah terbiasa, namun tetap saja karena obat-obatan ini lah yang membuat selera makan Hazel berkurang, lidahnya terasa kelu dan pahit.
"Hazel?"
"Udah minum obatnya nak?"
Hazel mengangguk walaupun tidak terlihat oleh mamanya. Ia masih meneguk air.
"Kalo udah, mama lagi buru-buru."
Mendengar itu Hazel langsung bergegas keluar kamar. "Kerja lagi ma?"
"Iya... Kamu di rumah aja ya, mama nggak lama kerja hari ini."
"Tapi boleh nggak Hazel keluar sebentar, ma?"
Helen tersenyum melihat anaknya, yang bergelayut di tangan mamanya meminta izin. "Hazel mau kemana?"
"Mau ke toko buku ma. Sebentar aja, boleh ya?"
"Mau mama temani? Sebentar doang kan?"
"Mama kan mau kerja nanti telat? Hazel bisa sendiri kok. Mau pinjem doang, terus langsung pulang kok," ujar Hazel dengan wajah yang sangat meyakinkan.
"Yaudah. Kamu hati-hati ya, udah itu langsung pulang, jangan kemana-mana lagi."
"Siapp bos. Mama juga hati-hati ya, jangan lupa makan nanti istirahat juga kalo capek. Hazel sayang mama."

KAMU SEDANG MEMBACA
9 Eternity || END
Romance"Dan bodohnya gue jatuh cinta sama orang yang udah mau mati." ••• Hazel tanaya.... Gadis cantik berwajah pucat. Cerdik, namun picik. Memanfaatkan seorang demi mendapatkan kekuasaan dalam dirinya, dengan cara apapun. Tapi... Bagaimana jika dia melaku...