“Ella, ayo bangun. Kita harus siap siap untuk menjemput kakak mu.” Ucap seorang wanita paruh baya sembari membuka tirai jendela kamar dan membiarkan cahaya matahari masuk, menerangi ruangan itu sekaligus membangunkan seorang wanita muda yang terbaring di kasur.
Wanita berambut hitam itu membuka matanya perlahan kemudian mendudukkan dirinya, “Kakak? Siapa?” tanyanya lemas.
“Tentu saja Vael, kakakmu.”
Ella, wanita itu seketika membuka matanya dengan lebar, “Vael? Bukankah dia bilang tidak akan pulang sebelum studinya selesai?”Wanita paruh baya itu tersenyum kemudian duduk di pinggirang kasur dan mengelus rambut Ella dengan lembut. “Kau lupa? Dia sudah disana selama enam tahun, dia bahkan sudah menyelesaikan studi magisternya.”
Ella terdiam sebentar, ia tidak menyangka jika waktu akan berlalu begitu cepat. Enam tahun, selama itu ia hanya bertukar pesan dengan kakaknya, tidak pernah sekalipun voice call atau bahkan video call. Ibu bilang karena Vael sangat sibuk agar dapat menyelesaikan studi sekaligus mencari pengalaman kerja disana, namun tidak adil jika bahkan ia bisa menelpon ibu dan ayahnya tapi tidak dengan adiknya.
Memikirkannya saja sudah menyebalkan.
Sesampainya di bandara, Ella menghela nafasnya kasar dan hanya berjalan mengekori kedua orang tuanya. Mereka berdiri di dekat pintu kedatangan dari luar negeri.
“Jadi kapan tepatnya dia sampai?” tanya Ella pada ibunya.
Ibu Ella melirik jam tangannya, “Sekitar 5 menit lagi, kenapa sayang? Kau sudah tidak sabar menunggu kakakmu?”Ella memutar bola matanya, “Bukan, kalau begitu aku akan pergi ke toilet dulu. Jika dia sudah sampai, ibu dan ayah langsung ke mobil saja, aku akan menyusul.” Ucapnya kemudian melangkahkan kakinya mencari toilet.
Sesampainya di toilet, ia hanya terdiam berdiri di depan washtafel sembari menatap pantulan wajahnya pada cermin. Rambut yang digulung tinggi, wajah natural tanpa makeup dan baju sweatshirt kebesaran. Jangan tanya, kini ia menyesal tidak berdandan sedikit karena banyak orang yang menatapnya aneh.
Disaat hari liburnya, Ella akan malas melakukan apapun yang ia lakukan di hari kerjanya, termasuk makeup, berpakaian rapi dan kegiatan aktif lainnya. Jadi apa bisa kalian bayangkan apa yang akan Ella lakukan saat hari liburnya?
Yap, benar. Hanya merebahkan dirinya diatas kasur seharian dan makan. Bahkan untuk sekedar mandi ia sangat malas, jika saja Vael tidak terus mengirimkan pesan padanya sekedar mengingatkan Ella untuk segera mandi.
Setelah puas berdiam diri, wanita itu kemudian mencuci tangannya dan mengeringkannya. Ketika ia baru saja melangkahkan kakinya, ia merasakan ponselnya berdering di saku celananya. Sembari berjalan, ia meraih ponselnya kemudian membuka isi pesan tersebut yang mengatakan kalau kakaknya sudah sampai dan mereka sedang berjalan ke mobil.Ella menghela nafasnya kasar kemudian memasukan kembali ponselnya kedalam saku. Ketika ia akan mengalihkan kembali pandangannya ke depan, seketika tubuhnya menabrak seseorang dengan perawakan yang sangat tinggi. Ella kemudian menengadahkan kepalanya, “Ma-”
“Hai,”
Ella seketika terdiam, merasakan sekujur tubuhnya kaku. Jangankan untuk berbicara, untuk sekedar mengedipkan mata saja rasanya sangat sulit. Isi kepalanya seketika dipenuhi dengan banyak pertanyaan namun tidak ada satupun ia bisa ia keluarkan dari mulutnya. Matanya hanya terus menatap wajah dingin dengan senyuman miring dihadapannya itu.
“Enam tahun tidak bertemu, beginikah kau menyambutku?”
Seketika Ella tersadar kemudian mengedipkan matanya dan melangkahkan kakinya, meninggalkan lelaki yang terpaut 2 tahun lebih tua darinya itu.Dia bahkan tidak pantas untuk disambut. Seharusnya aku tidak ikut menjemputnya tadi. Batin Ella.
Lelaki berdarah prancis dan korea itu hanya terdiam dan mengekori Ella dari belakang. Ia sudah mengira bahwa wanita itu akan memberi respon seperti ini. Ella bahkan hanya terdiam dan sibuk pada ponselnya selama perjalanan pulang.
Sesampainya di rumah, Ella langsung berjalan ke kamar meninggalkan kedua orang tuanya dan Vael yang saling bertukar pandang.
“Nak, sepertinya kau harus membujuk Ella. Dia sangat marah karena kau tidak pernah mau menerima panggilan telponnya.” Ucap lelaki paruh baya berdarah prancis itu pada putranya.
Vael hanya tersenyum kecil kemudian meninggalkan kopernya begitu saja. Ia menggulung lengan kemeja dekat siku kemudian membuka satu kancing teratas kemejanya sembari berjalan memasuki kamar adiknya.Setelah membuka pintu berwarna putih itu, ia menemukan Ella tengah terduduk di pinggiran kasur dengan menatapnya malas.
“Bisa kau keluar dari kamarku, Tuan Cadvael?”
“Tidak, sebelum kau memelukku.”
Ella kembali mengehela nafasnya kasar, “Kalau begitu biar aku yang keluar.”
Saat Ella akan melangkahkan kakinya keluar kamar, seketika sebuah tangan menariknya dari belakang dan membuat tubuhnya juga ikut berbalik, membentur tubuh tinggi dan kokoh itu. Tak lama ia juga merasakan sebuah lengan melingkar erat pada tubuhnya.
Ella mendorong tubuh itu berkali kali namun semakin ia mencoba, semakin erat juga rangkulan itu.“Aku sangat merindukanmu,”
Tiga kata itu seketika membuat Ella terdiam, membiarkan tubuhnya dipeluk dengan erat bahkan Vael sesekali mengecup kepalanya dengan lembut.Tak lama setelah itu Ella mendorong tubuh Vael perlahan dan berkata, “Kembalilah ke kamarmu, mandi kemudian istirahatlah. Aku dan ibu akan menyiapkan makanan untukmu.”
Vael membungkukkan tubuhnya, mensejajarkan wajahnya dengan wajah wanita dihadapannya, “Kau bisa memasak?”
Ella memutar bola matanya malas, “Enam tahun sudah berlalu El, usiaku sudah 23 tahun. Bukankah setidaknya ada yang harus bisa kulakukan untuk bertahan hidup?”
Lelaki berusia 25 tahun itu tersenyum miring sembari menganggukkan kepalanya mengerti. Ia kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan bernuansa putih dan beige itu dengan santai.
Apa apaan ini? Kenapa aku merasa dia baru saja mengejekku?, Pikir Ella sembari menatap punggung lelaki yang baru saja melewati tubuhnya.
___***___
“Ella, bisa tolong bangunkan Vael untuk makan malam?” pinta ibunya dengan lembut.
“Baik bu,” Ella kemudian beranjak dari meja makan dan berjalan menaiki tangga. Sesampainya di depan pintu berwarna putih yang terletak tepat disamping pintu kamarnya, ia kemudian mengetuk pintu tersebut perlahan dan melangkah memasuki kamar itu.
“Va-” Ella seketika terdiam ketika melihat lelaki yang ia cari tengah tertidur lelap di atas kasur.
Tanpa pakaian atas.Tidak, pemandangan ini sangat asing bagi Ella. Enam tahun bukanlah waktu yang singkat, banyak yang berubah. Ia tahu itu. Tapi ia tidak tahu enam tahun adalah waktu yang cukup memberikan perubahan besar bagi beberapa orang, terutama Vael.
Lelaki itu kini seperti orang asing.
Rasanya seperti kembali ke 15 tahun yang lalu, dimana mereka pertama kali bertemu dan dua orang dewasa yang kini menjadi orangtuanya mengatakan bahwa mereka akan tinggal bersama dan menjadi kakak beradik. Sangat asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
CADVAEL
RomanceSemua berawal dari Ella yang hanyalah anak yatim piatu yang meminta Vael untuk menjadi kakaknya. 15 tahun berlalu, Ella kembali dipertemukan dengan Vael setelah lelaki itu menghilang selama 6 tahun. "Kau adalah milikku. Aku tidak akan membiarkan k...