1

471 21 7
                                    

"Cut!"

Ino menghela nafas lega saat teriakan itu terdengar. Sumpah mati, hidungnya sudah sangat mampet karena adegan menangis yang sulit itu. Bagaimana tidak sulit jika dia harus melakukan adegan itu dalam kondisi hatinya yang berbunga-bunga.

Kenapa hatinya berbunga-bunga? Padahal sutradara dari film ini sudah sangat emosi padanya akibat adegan yang harus diulang-ulang.

"Setelah istirahat kita coba sekali lagi. Ingat, jangan mengacau lagi, Ino."

"Baik," Ino hanya bisa berajoji, menghormati sutradara itu.

Sutradara mengibaskan tangannya dan Ino segera pergi dari lokasi syuting itu.

Sebuah tanah yang penuh dengan ilalang tinggi di belakang penginapan, tempat mereka melakukan syuting sudah menarik perhatian Ino sejak pagi. Ingin rasanya bersembunyi di sana, rehat sejenak dari hingar bingar dunia entertainment yang telah membesarkan namanya itu.

Dan wanita bertubuh molek itu menuju ke sana. Dia duduk di tanah berumput, sejenak merasakan kenyamanan dari kelembaban tanah dan bau humus. Mungkin terlalu nyaman sehingga dia merebahkan punggungnya di atas rumput itu.

Pandangan matanya tertutup ilalang dalam posisi ini. Dia yakin kalau ini tempat persembunyian yang bagus. Kru film tidak akan menemukannya sekarang.

Dia menutup mata. Niat hati ingin tidur siang sebentar walaupun tidur ayam. Namun suara rumput terinjak membuat matanya bergerak tak nyaman. Dia menoleh ke arah suara. Terlihatlah sepasang sepatu fantofel di kaki yang jenjanb di samping wajahnya.

Ino mendongak untuk melihat wajah tampan dari pemakai sepasang sepatu itu. Pria itu mendengus. Ino menutup matanya kembali.

"Kau tidak serius lagi," kata pria itu.

Masih dengan mata tertutup, Ino menanggapi pernyataan pria itu,"Aku hanya ingin istirahat sebentar."

Pria itu mendesah. "Rekan-rekanmu bahkan menghafal naskah sewaktu istirahat," kata pria itu sambil mendaratkan pantatnya di samping kepala Ini.

"Aku bukan mereka."

Pria itu meletakkan tas ranselnya di samping lalu membuka tas itu untuk mengeluarkan dua kaleng bir. Dia mengulurkan satu bir di depan muka Ino. "Kau mau?"

Ino membuka matanya sedikit lalu menggeleng.

"Aku membayar mahal sutradara dan produser hanya agar kau menjadi pemeran utama di film ini. Jika kau masih tidak serius, aku yakin film ini akan gagal."

Ino masih menjawab asal-asalan."Aku tidak menyuruh bangsawan Sabaku melakukan itu padaku."

Ino melengos, membelakangi pria itu. Pria itu membuka kaleng bir dan menyesap isi di dalamnya. Dia menatap punggung Ino. Kemolekan tubuh wanita itu terpampang jelas, mengundangnya untuk menjamah, tentu saja.

Dia meletakkan kaleng bir lalu mulai mengelus Ino dari pundak menuju telapak tangannya. Kepalanya bahkan menunduk dan dia semakin memeluk Ino.

Ino meleguh saat pria itu mengecup pipinya lalu menjilati kupingnya. "Ugh, Gara... Aku mohon.. aku ingin tidur."

Namun pria itu tidak memperdulikannya. Toh, tubuh Ino juga menanggapi sentuhannya. Tubuh molek itu menegang. Dan saat pria yang dipanggil Gara itu menyentuh dadanya, Puting ino bahkan mengeras.

Jilatan Gara menuju leher Ino dan ketika sampai di pundak, Gara menggigit. Ino bergerak terlentang dan akhirnya Gara berada di atasnya.

"Kau membuat istirahatku semakin lama,"

Gara tersenyum,"Ini adalah hukuman bagi orang yang hampir membuatku bangkrut." Tangan Gara sudah menelusup di tengah paha Ini, menyingkirkan celana dalam dibalik roknya lalu menusuk area sensitifnya dengan telunjuk, membuat wanita itu agak berjenggit.

"Oh..., Gara.. Kemarilah," Ino menarik wajah Gara supaya mendekat lalu mencium bibirnya. Lidah Gara membuka mulut Ino, mengajarinya cara berciuman yang lebih intim. Hingga akhirnya mereka berbuat lebih jauh di tempat itu.

Erangan keduanya mungkin terbawa angin. Namun, pergumulan mereka tertutup ilalang. Hingga Ino menjerit. Gara berbuat terlalu jauh. Selama ini mereka hanya saling meraba, namun kali ini, pria itu memasuki tubuhnya.

Tubuh Ino gemetar di pelukan Gara. Rasa perih dan mengganjal membuatnya ketakutan hingga dia menitikkan air mata dan berkeringat.

"Sa...sa..kit...," Ino merintih di antara tangisannya. Namun Gara melambung, merasakan remasan Ino di kejantanannya.

"I....Ino... Kau... Sempit!"

"Arkh!"

Gara mendorong Ino dalam satu sentakan. Darah mengalir deras dari lubang selatan tubuh Ino. Wanita itu semakin tidak nyaman. Namun, Gara malah menarik tubuhnya dari Ino sedikit lalu mendorong lagi.

Ino semakin mempererat pelukannya pada Gara. Dia berusaha menikmati semua itu. Dan akhirnya rasa sakit itu berubah menjadi rasa menyenangkan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Jeritan Ino berubah lagi menjadi leguhan yang menandakan bahwa wanita itu mulai nyaman dengan pergumulan itu.

Sementara itu, kru film sebenarnya sedang menunggu sang pemeran utama. Sutradara bahkan sudah mulai ngomel-ngomel.

"Kita take adegan yang tidak ada Ino!"

Para pemain pada protes karena itu tidak sesuai dengan adegan yang mereka hafal. Sutradara mendelik,"Lakukan apa yang aku perintahkan!"

Kru bekerja cepat, mengubah seting dan para pemain melakukan rehearsal lagi.

"Artis brengsek. Jika saja Bangsawa Suna itu tidak menggelontorkan dana dengan syarat, aku tidak akan menunjuk dia sebagai artis utama!" Sutradara itu membanting scriptnya.

"Sutradara, aku melihat mobil Sabaku Gara di belakang penginapan."

Sutradara geleng-geleng kepala. "Hah, sudah tidak becus, akting buruk dan sekarang penuh skandal.'

Artis penuh skandal?

Ya, Ino memang seperti itu. Tidak ada film yang dibintanginya yang tenar tanpa skandal. Dan sekarang, skandal antara dia dengan Sabaku Gara, penyandang dana film yang tertarik padanya. Dan memang... Ino tahu jika pria itu menyukainya. Tak dipungkiri jika Ino memanfaatkan situasi itu.

Tidak usah munafik. Siapa yang tidak merasa tersanjung jika berada di tempatnya? Siapa yang tidak ingin memanfaatkan situasi itu? Tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan sebagai artis hanyalah fatamorgana. Kita tidak akan pernah tahu sampai kapan bintang itu bersinar. Sebelum bintang itu meredup, tentu saja penopang sangat diperlukan. Dan semua orang tahu apakah penopang yang dimaksud.

Dan Ino begitu mengharapkan pada hubungannya dengan Gara. Pria itu sangat tergila-gila padanya. Pria itu rela memberikan hadiah mewah yang sangat dia inginkan. Hingga dia harus membalasnya dengan tubuhnya. Mulanya hanyalah sentuhan biasa namun Ino sadar bahwa tubuhnya adalah magnet bagi nafsu.

Dan inilah puncaknya. Dia sudah menyerahkan keperawanannya. Ada sedikit rasa penyesalan sehingga dia menangis, memunggungi Gara sementara pria itu memeluknya di belakang.

"Kau masih perawan,"

Senyuman pria itu bahkan berhembus di telinga Ino. Dia bangga karena menjadi yang pertama bagi Ino. Wanita yang sangat dia kagumi itu.

"Aku mencintaimu, Ino."

Gara mempererat pelukannya. Ino masih terisak-isak di dadanya. Pria itu memejamkan mata, mencoba tidur sebentar.

Hingga langit mulai senja. Gara mengangkat tubuh Ino karena Ino serasa masih lemas. Mereka kembali ke penginapan dan membuat semua orang melirik sinis.

Keesokan harinya, Ino memulai syuting lagi. Jalannya agak mengangkang karena kejadian kemaren sore. Dia berkonsentrasi karena tidak enak dengan rekan-rekannya. Hingga adegan demi adegan mampu dia lakukan walaupun harus berkali-kali take karena kesalahannya.

Ketika waktu istirahat, Gara akan datang. Dan semua tahu apa yang mereka lakukan. Bahkan mobil caravan khusus untuk Ino ditiduri oleh Gara. Gosip semakin berkembang di lokasi syuting.

TBC

True HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang