Cerita ini udah tersimpan lama di darft dan baru ingat pas baca komen-komen di cerita HHYL yang isinya 90% adalah hujatan 😏.
Tidak banyak yang aku edit dicerita ini. Selamat membaca. ฅ^•ﻌ•^ฅ
💔💔💔"Kata terakhir"
Suatu malam yang gelap, di dalam gang sempit, terjadi perkelahian yang tidak seimbang: lima lawan satu. Pertarungan berlangsung cukup lama, hingga langit semakin gelap dihiasi oleh bintang-bintang.
Satu per satu dari kelima pria pengeroyok itu keluar dari gang, wajah mereka berantakan tapi penuh kepuasan. "Rasakan, dia tidak mungkin hidup setelah ini," ucap salah satu dari mereka, yang lain hanya mengangguk dan mereka tertawa bersama.
Sementara itu, sosok tergeletak bersimbah darah di dalam gang buntu yang sempit. Pendarahan parah mengalir dari luka tusuk di perutnya dan hantaman benda tumpul di kepalanya. Kaos putih yang dikenakannya berubah menjadi merah. Dengan tertatih-tatih, ia bangkit dan berjalan pelan. Surai hitamnya lepek oleh darah yang terus mengalir.
"Ck, hah," desahnya, menekan luka di perutnya. "Aku belum sempat mengungkapkan perasaanku padanya. Aku belum siap meninggalkannya."
***
Suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasi Lu Cang yang sedang menonton tv. Dengan kesal, ia beranjak untuk melihat siapa yang datang malam-malam begini.
Clek...
"Jing?" Seorang pemuda tinggi berpakaian serba hitam, kecuali kaos merahnya, memandang Lu Cang. Tanpa berkata, dia masuk dan duduk di sofa.
Lu Cang merasa heran melihat sahabatnya begitu pendiam malam ini. "Ada apa sampai datang ke apartemenku malam-malam begini?" tanyanya agak jutek.
Jing memandangnya dengan tatapan lembut. "Lu Cang, kamu tahu aku selalu melihatmu lebih dari sekadar seorang teman," katanya, meraih tangan Lu Cang dan memeluknya. Nafas hangat Jing menyentuh kulit leher Lu Cang, membuatnya gugup.
"Maafkan aku, dan I love you, Lu Cang. Dulu, kini, dan di kehidupan berikutnya." Jing melepaskan pelukan, memberikan kecupan singkat di bibir Lu Cang, lalu masuk ke kamar Lu Cang untuk tidur.
***
Hening mengisi ruangan setelah Jing masuk ke dalam kamar. Lu Cang mengusap bibirnya, mencerna kata-kata yang baru saja didengarnya.
"Dia bilang dia mencintaiku," gumamnya, merah di wajahnya. Lu Cang mengikuti Jing ke kamar, ingin membalas perasaannya. Namun, melihat Jing tertidur tenang, ia mengurungkan niatnya. "Selamat malam, Jing. Aku juga mencintaimu."
Lu Cang mengambil selimut putih di ranjangnya dan menyelimuti Jing, yang kini terbaring dengan damai. Dia meninggalkan kamar untuk membuat segelas susu hangat, tanpa menyadari bahwa itu adalah kalimat terakhir dari sang sahabat, dan selimut putih itu berubah warna menjadi merah.
-Tamat-
2019.09.08Revisi 2024.05.26
---