9 ETERNITY • 11

135 51 0
                                    

Menghembuskan napas panjang, Dewa berusaha mengontrol detak jantungnya yang berdetak kencang.

"Cukup. Oke," gumamnya, merasa sedikit lebih siap. Dengan kepercayaan diri yang mulai terkumpul, ia langsung mengetuk pintu rumah Hazel.

Pintu itu tertutup rapat, dan suasana sepi membuat Dewa bertanya-tanya, apakah Hazel tidak ada di rumah? Namun, jika memang begitu, Dewa merasa lega. Dia tidak ingin melewatkan tugas yang menurutnya sangat berat ini.

Tiba-tiba, Dewa terkejut saat merasakan tepukan lembut di pundaknya dari belakang. Ia langsung menoleh, mencari tahu siapa yang mengganggu konsentrasinya.

"Bikin kaget aja. Eh, tante apa kabar?" ucap Dewa sambil mengelus dadanya beberapa kali untuk menenangkan diri.

"Alhamdulillah baik." Mereka berdua sedikit bercengkrama, bercerita tentang kabar orangtua Dewa karena memang sudah lama tidak bertemu keluarga Dewa lagi.

"Ini mau pergi jalan ya?"

"Iya, Tante," Dewa mengangguk, wajahnya sedikit memerah saat ia melanjutkan dengan suara pelan, "Mau ajak Hazel kencan?" Ucapannya itu membuat Bu Helen tertawa geli.

"Pantesan rapi banget." Bu Helen berseloroh, senyumnya lebar.

"Yaudah, masuk dulu. Hazel pasti ada di dalam," kata Bu Helen mengisyaratkan agar Dewa melangkah lebih dulu. Dewa mengangguk dan mengikuti Bu Helen dari belakang.

Akhirnya, untuk memecah keheningan, Dewa membuka suara. "Tante, habis dari mana, ngomong-ngomong?" tanyanya, mencoba menjaga suasana tetap santai.

"Oh, tadi ada urusan sedikit yang tidak bisa ditinggal," jawab Bu Helen sambil melangkah cepat menuju ruang tamu. "Ada beberapa hal yang harus diselesaikan di luar."

Dewa mengangguk, merasa sedikit lebih tenang. Ia melihat sekeliling ruangan yang dihiasi dengan berbagai foto keluarga dan tanaman hias yang rimbun. Suasana di dalam rumah terasa hangat dan nyaman, membuatnya sedikit lebih percaya diri.

***

Setelah seminggu menunggu, akhirnya hari yang dinanti Hazel tiba. Ia berdiri di depan cermin, mengagumi penampilannya. Beberapa detik lalu, suara lembut mamanya memanggilnya, menyuruhnya untuk keluar dari kamar karena Dewa sudah menunggu di ruang tamu.

Hazel mengenakan gaun berwarna kuning dengan nuansa putih yang sangat manis. Ia menyapukan sedikit liptint di bibir mungilnya sebagai sentuhan terakhir. "Boleh juga, cantik," gumamnya pada diri sendiri sambil tersenyum lebar di depan cermin. Ia tidak ingat kapan terakhir kali berdandan seperti ini, terutama untuk kencan. Meskipun gaun putih adalah salah satu favoritnya yang sering ia kenakan, hari ini terasa istimewa.

Dengan semangat yang menggebu, Hazel tidak sabar untuk mengetahui rencana Dewa. Ia membayangkan bagaimana Dewa akan menyatakan perasaannya, dan semua itu membuat hatinya berdebar penuh gembira. Setiap detik yang berlalu terasa begitu lama, seolah waktu sengaja memperlambat langkahnya.

Setelah menyiapkan diri sebaik mungkin, Hazel melangkah keluar dari pintu kamar dan menuju ruang utama. Saat ia memasuki ruangan, matanya langsung tertuju pada Dewa yang duduk di sofa. Ia mengenakan jas lusuh yang mengingatkannya pada gaya era 90-an, lengkap dengan model rambut yang sedikit acak-acakan. Hazel tersenyum, sedikit mengenali gaya Dewa yang mengingatkannya pada kencan mama dan papanya dulu.

Cewek itu tersenyum senang melihat Dewa yang sepertinya telah menyiapkan semuanya dengan baik.

"Hai," sapa Hazel dengan sedikit gugup, suaranya bergetar lembut. Namun, Dewa hanya terdiam, matanya melamun. Setelah Hazel menggoyangkan tangannya di depan wajah Dewa, barulah cowok itu tersadar akan kehadiran Hazel.

9 Eternity || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang