1. Salah Paham

13.1K 1.5K 53
                                    

Enam tahun yang lalu.

Alana berdiri di bandara dengan tangan memegang sebuah tas berukuran sedang, dan di sampingnya ada dua koper berukuran besar. Satu miliknya, satu lagi milik seorang laki-laki seusia dirinya yang kini sedang sibuk memberikan ucapan perpisahan pada pacarnya.

"Citra, aku berjanji akan langsung pulang setelah kuliahku selesai lalu kita akan menikah. Aku sangat berharap kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti dan kembali bersama. Aku sangat berharap kamu mau menungguku." Seorang remaja bernama Alvin tersebut berbicara dan memohon pada kekasihnya yang sebentar lagi akan dia tinggalkan keluar negri.

"Bagaimana mungkin, Alvin? Bagaimana bisa aku menunggumu di sini dengan penuh harapan sementara kamu di sana dengan dia? Untuk berpikir positif saja aku tak bisa. Memang lebih baik kita akhiri saja hubungan kita." Citra, pacar Alvin berucap. Matanya melirik sinis ke arah Alana yang berdiri tak jauh dari mereka. Dan ya, Alana mendengar perkataannya. Sudah bukan hal aneh saat Alana dituduh menjadi perusak hubungan Alvin dan Citra. Padahal jika bisa, dia juga tak ingin terus bergantung pada laki-laki itu.

Alana hanya bisa diam sambil menunggu Alvin selesai berbicara pada Citra. Kemudian perhatian Alana teralihkan pada seseorang yang berjalan mendekat ke arahnya. Alana menatap sosok tersebut dengan sedikit takut.

"Tak perlu terlalu keras pada diri sendiri di sana nanti." Orang itu berkata. Alana hanya menganggukkan kepala tanpa berbicara. Tak lama kemudian, sosok itu memanggil nama Alvin. Dengan terpaksa Alvin mendekat dan menjauhi Citra yang terlihat sangat benci pada Alana sekarang.

"Sudah waktunya kalian berangkat." Orang tersebut berkata. Alvin mengangguk pelan dan lesu. Dia lalu menatap ke arah Citra dan melambaikan tangan. Tatapan matanya tak bisa berbohong, kalau dia sangat berat untuk pergi meninggalkan pacarnya tersebut.

Alvin dan Alana lalu mengambil koper masing-masing dan berjalan menjauhi Citra, juga orang yang mengantarkan Alvin dan Alana ke bandara. Orang itu adalah kakak kandung Alvin yang bernama Arvan. Dan ya, dia lah yang memaksa adiknya untuk ikut Alana keluar negri. Karena beberapa alasan, Alvin tak bisa menolak perintah sang kakak yang didukung penuh oleh orang tua mereka.

Arvan berdiri dan menatap pada Alvin juga Alana yang semakin jauh dari pandangan. Sebelah tangannya masuk ke dalam saku celana, lalu matanya melirik ke arah Citra yang menyeka air mata.

"Kamu tenang saja. Dia akan kembali padamu setelah kuliahnya selesai." Arvan berucap pada Citra yang masih menangisi kepergian Alvin. Citra hanya bisa diam saja mendengar itu. Bukan tak berharap, tapi Citra yakin kalau Alvin akan melupakannya.

***

Enam tahun kemudian.

Alana duduk di sebuah cafe dengan tangan memegang secangkir teh manis hangat. Di depannya ada seorang wanita yang selama kurang lebih tujuh tahun membenci Alana. Dan tatapan kebenciannya sampai sekarang tak berubah. Beruntungnya Alana sudah terbiasa ditatap seperti itu.

"Dua minggu lagi aku akan menikah, Citra. Kuharap kamu datang. Undangannya belum dicetak, menyusul besok saja." Alana berucap seraya menyimpan cangkir tehnya. Citra tertawa sinis mendengar itu.

"Ini tujuanmu mengajak aku bertemu? Kamu tenang saja, Alana. Aku sudah tahu ini akan terjadi. Kamu kan memang orang yang disiapkan untuk jadi menantu keluarga Adhitama." Citra berucap dengan sinis. Alana menghela nafas pelan mendengar itu.

"Terima kasih sudah paham. Namun asal kamu tahu, aku tak akan menikah dengan Alvin. Aku tahu kamu mengira begitu," ucap Alana. Citra tertawa sinis mendengar itu.

"Lalu dengan siapa? Sejak kepindahanmu ke sekolah, semuanya berubah. Alvin selalu saja melibatkanmu dalam setiap acara yang kami buat. Dan aku muak." Citra berucap. Matanya memperlihatkan sebesar apa perasaan bencinya pada Alana. Karena Citra menganggap kalau Alana adalah sosok yang merusak hubungannya dengan Alvin.

"Kamu harus percaya padaku, Citra. Aku tak akan menikah dengan Alvin." Alana berucap lagi. Dia lalu mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan sebuah foto pada Citra.

"Ini desain undangannya. Akan dicetak besok," ucap Alana. Citra pun melihatnya, dan dia kaget karena memang bukan nama Alvin yang tertera dalam undangan. Tapi, nama Arvan. Kakak kandung Alvin.

"Kamu dan Kak Arvan?" Citra bertanya dengan wajah kaget. Alana pun menganggukkan kepalanya.

"Sejak dulu, aku disiapkan untuk menjadi pasangan Mas Arvan, bukan pasangan Alvin. Alvin hanya bertugas menjagaku dan mengawasiku saja." Alana mulai memberikan penjelasan.

"Lalu kenapa kamu dan Alvin tak pernah cerita padaku? Kenapa kalian membiarkan aku berpikir kalau kalian akan menikah suatu hari nanti?" Citra bertanya dengan mata berkaca-kaca.

"Ini perintah, Citra. Alvin yang merupakan anak kandung pun tak bisa melawan. Apalagi aku yang hanya seorang anak angkat saja." Alana menjawab. Citra terdiam mendengar itu. Dia lalu kembali melihat desain undangan pernikahan Alana dan Arvan di ponsel Alana.

"Alvin masih mencintaimu. Dia tak pernah berhenti mencintaimu. Kamu tahu? Dia sangat antusias saat kami pulang ke sini dan berkata tak sabar untuk segera bertemu denganmu. Aku menemuimu sekarang karena tak mau Alvin kehilangan harapannya." Alana berucap. Ya, beberapa hari yang lalu Alvin berniat menemui Citra. Namun Alvin mendengar kabar kalau Citra sudah memiliki laki-laki lain. Dan itu berhasil membuat Alvin kehilangan semangat hingga dia berubah jadi murung dan mengurung diri di kamar.

"Apa benar kamu sudah punya pacar lagi?" Alana bertanya.

"Iya. Tapi kami baru putus dua bulan lalu. Dia kembali pada mantannya yang sudah empat tahun bersamanya," jawab Citra dengan suara pelan.

"Baguslah. Temui Alvin dan bicara padanya. Kalian masih saling mencintai." Alana berucap. Citra terdiam mendengar itu. Tak menyangka kalau selama ini rasa bencinya pada Alana sia-sia.

"Jadi selama ini, aku salah paham?" tanya Citra dengan suara pelan.

"Ya. Tapi aku memaklumi, karena aku pasti akan berpikir seperti itu jika berada di posisimu. Hanya saja yang penting sekarang kamu tahu kalau antara aku dan Alvin tak pernah ada apa-apa. Alvin di bayar oleh Mas Arvan untuk menjaga dan mengawasiku selama kuliah di luar negri. Mas Arvan tak ingin kecolongan, takut aku hidup tanpa aturan di sana. Dan hanya Alvin yang dia percaya untuk mengawasiku dan akan selalu memberikan laporan secara jujur padanya." Alana memberikan penjelasan lagi. Citra lagi-lagi terdiam saat mendengar itu.

Citra membuka mulutnya, hendak bertanya lagi perihal Alvin. Namun niatnya diurungkan saat dia melihat sosok Arvan berjalan masuk ke dalam cafe dan mendekat ke arah meja mereka.

"Sudah selesai urusannya?" Arvan bertanya seraya berdiri di samping meja yang Alana dan Citra tempati.

"Sudah." Alana menjawab. Dia mengambil ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas. Alana lalu berdiri dan menatap Citra lagi.

"Temui Alvin. Dia butuh kamu." Setelah mengatakan itu, Alana dan Arvan pun pergi dari sana. Meninggalkan Citra yang termenung.

________________________________________

Hai semuanya. Cerita baru nih😍😍😍

Bagaimana menurut kalian??
Jangan lupa tinggalkan jejak ya🥰

Btw, itu yang dipakai cover sementara ya. Nanti cover aslinya masih dibuat dulu😁😁

Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang