Persiapan menuju acara pernikahan sudah hampir selesai, dan sebagian besar persiapannya diatur oleh Bram dan Rosa. Arvan dan Alana hanya bagian mengecek saja, sesuai dengan keinginan mereka atau tidak. Dan ya, mereka manut saja dengan pilihan Rosa dalam setiap hal. Beruntungnya Rosa mengikuti perkembangan zaman, jadi dia tahu apa yang sedang hits akhir-akhir ini. Seleranya juga bagus, tidak kuno atau ketinggalan zaman.
Setelah gedung, WO, MUA, gaun, dan undangan, Arvan dan Alana juga sudah menyiapkan hotel untuk tempat menginap keluarga Alana nanti. Sengaja Alana meminta Arvan menyiapkan hotel berbeda untuk keluarga mendiang ayah dan ibunya. Maksudnya, dua keluarga tersebut akan ditempatkan di hotel yang berbeda.
Ada beberapa alasan, salah satunya keluarga ayah dan ibunya kurang akur setelah ayah Alana meninggal dunia. Hubungan Alana dengan keluarga ibunya masih terjaga baik sampai sekarang, dan Alana juga sering berkomunikasi dengan mereka sekedar memberikan kabar. Sedangkan keluarga ayahnya, Alana sudah tak tahu bagaimana kabar mereka. Sejak memutuskan pindah ke Jakarta mengikuti Bram dan Rosa, Alana putus hubungan dengan keluarga ayahnya.
Sebenarnya, Alana malas memberitahu keluarga ayahnya tentang dia yang akan menikah. Namun dia membutuhkan sosok pamannya untuk menjadi wali nikahnya nanti. Jadi, mau tak mau Alana harus mengundang mereka semua.
Perbedaan perasaan Alana terhadap dua keluarga tersebut juga di pengaruhi oleh sikap mereka. Saat ayahnya meninggal dunia, keluarga ayahnya sibuk berebut warisan sampai tak ingat kalau ada Alana yang lebih berhak mendapatkannya. Dan ya, Alana tak mendapatkan sepeserpun warisan dari ayahnya. Karena semuanya habis oleh keluarga ayahnya yang serakah.
Sebelum ayahnya meninggal, Alana juga mendapatkan masalah dari mereka, yang membuat Alana benci dan dendam pada mereka semua sampai sekarang. Beruntung sekali saat itu ada Bram dan Rosa yang dengan senang hati mau merawat Alana dan membiayai semua kebutuhannya.
Hubungan Alana dengan semua anggota keluarga ayahnya memang sangat buruk. Sejak Alana diangkat menjadi anak oleh Bram dan Rosa, Alana putus komunikasi dengan keluarga ayahnya. Tak ada yang menghubungi hanya untuk sekedar menanyakan kabar, dan Alana pun juga malas menghubungi mereka. Bahkan Alana tak tahu bagaimana keadaan warisan dari ayahnya yang seharusnya jadi miliknya.
Dan alasan itu juga yang membuat keluarga mendiang ibu Alana ikut kesal. Mereka masih menganggap Alana sebagai bagian dari keluarga, jadi mereka tak habis pikir dengan keluarga ayah Alana yang bersikap seperti itu. Padahal mereka yang lebih wajib menjalankan tugas menjaga Alana setelah ayahnya meninggal.
Sekarang, Alana diajak oleh Arvan ke perusahaan milik Bram yang dijalankan oleh Arvan. Alana diajak ke sana untuk melihat suasana, sekalian menyiapkan diri untuk bekerja juga. Sekretaris Arvan yang sekarang merupakan sepupu Arvan sendiri, yang sedang hamil dan akan segera resign. Jadi, setelah menikah nanti Alana lah yang akan menggantikan posisi sekretaris Arvan sekarang.
"Kalau bukan karena permintaan suamiku, sebenarnya aku nggak ingin resign terlalu awal." Sepupu Arvan yang bernama Laura berucap. Perutnya memang sudah memperlihatkan tanda-tanda kehamilan, namun belum terlalu besar.
"Kamu harus mendengarkan perkataan suamimu, Laura. Aku akan terkena masalah juga kalau kamu nekat tetap bekerja dengan keadaan hamil," balas Arvan. Laura mengerucutkan bibir mendengar itu. Dia terlalu sayang dengan pekerjaannya, namun keadaan memaksanya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut.
"Kesehatan Kakak dengan calon bayi lebih penting loh." Alana ikut menimpali. Laura tersenyum mendengar itu dan menganggukkan kepala.
"Kamu pasti akan mudah beradaptasi saat mulai kerja nanti. Apalagi nanti yang jadi bosmu itu suami sendiri. Gak akan susah untuk minta diajari sesuatu," ucap Laura. Alana tersenyum kecil mendengar itu.
"Ya, semoga saja, Kak." Alana membalas. Inilah salah satu hal yang membuat Alana sangat beruntung menjadi anak angkat Bram dan Rosa. Keluarga mereka juga sangat baik pada Alana, menganggap Alana sebagai keluarga sendiri. Sangat beda jauh jika dibandingkan dengan keluarga ayahnya.
"Kalau begitu, aku tinggal dulu ya. Mau cek jadwal." Setelah mengatakan itu, Laura berdiri dan keluar dari ruangan Arvan. Tinggal lah Arvan dan Alana berdua di sana.
"Aku dengar dari Alvin katanya kamu pernah pacaran dengan karyawanmu sendiri, Mas." Alana berucap dengan mata melihat sekitar, memperhatikan ruangan Arvan yang luas dan didominasi warna hitam juga putih.
"Bukan pacaran. Hanya sempat dekat saja," balas Arvan.
"Kenapa nggak jadian saja?" tanya Alana. Arvan tertawa pelan mendengar itu.
"Itu hanya sebuah tindakan sia-sia, Alana. Untuk apa aku pacaran dengan wanita lain jika ujungnya tetap menikah denganmu. Yang ada hanya menimbulkan drama membosankan saja nantinya," jawab Arvan. Ya, yang Arvan katakan memang benar. Arvan pernah beberapa kali dekat dengan wanita lain saat Alana masih di London. Dan semua dari wanita itu tak ada yang disetujui oleh orang tuanya. Jadi, salah satu karyawannya adalah wanita terakhir yang pernah dekat dengannya. Arvan malas dekat dengan wanita lain lagi karena tahu akhirnya akan bagaimana. Hanya Alana saja yang disetujui orang tuanya untuk menjadi pasangan dan pendampingnya.
"Ya, itu benar juga sih. Hanya membuang-buang waktu dan energi," timpal Alana. Dia kemudian berdiri dan berjalan mendekati jendela besar di ruangan Arvan. Matanya melihat keluar, menikmati pemandangan gedung-gedung yang tinggi.
"Kamu tidak penasaran dengan orangnya? Dia masih kerja di sini." Arvan berucap. Alana tertawa pelan mendengar itu.
"Apakah ada untungnya aku mengetahui siapa orangnya?" Alana melontarkan pertanyaan.
"Nggak ada emang." Arvan menjawab.
"Itulah. Nanti saat hari pernikahan kita mungkin dia akan datang. Aku bisa tahu nanti," ucap Alana.
"Aku tak tahu dia akan datang atau tidak. Dia masih tak terima saat aku memutuskan menjauh darinya," timpal Arvan. Dia lalu berdiri dan mendekati Alana. Mereka kini berdiri berdampingan dan menatap keluar jendela.
"Begitukah? Bisa-bisa dia nanti menganggap aku saingan dan musuh kalau begitu." Alana berucap.
"Ya, bisa saja. Dan jelas dia tak akan bisa menang darimu."
Alana terdiam mendengar itu. Dia jadi pemenang? Oh jelas. Ada Bram dan Rosa yang akan selalu siap siaga di belakangnya nanti. Karena ya, memang hanya dia yang disebut memenuhi kriteria untuk menjadi istri Arvan.
"Mau makan sesuatu, Al? Kebetulan di sini ada kantin kantor." Arvan berucap.
"Kantin kantor? Khusus untuk para karyawan?" tanya Alana. Arvan pun mengangguk.
"Iya. Harganya tak terlalu mahal, menyesuaikan dengan gaji karyawan. Kebetulan makanannya juga gak kalah enak dengan makanan restoran." Arvan menjelaskan. Alana lalu melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Dua puluh menit lagi menuju jam istirahat kantor.
"Boleh, Mas. Sebentar lagi juga waktunya makan siang," jawab Alana. Dia lalu berjalan mendekati sofa dan mengambil tasnya. Setelah memastikan tak ada barang yang tertinggal di sana, Arvan dan Alana pun keluar dari ruangan Arvan untuk makan siang di kantin kantor.
_________________________________________
Hai semuanya. Update pertama untuk hari ini🥰🥰
Jangan lupa tinggalkan jejak ya🥰🥰Btw, kalau ada typo langsung komen saja di bagian yang salahnya ya. Soalnya pas ketik nama Arvan sering banget salahnya😅😅. Belum lagi dengan auto correct dari keyboardnya sendiri🥲
Jadi maafkan ya kalau nama Arkan-Aruna terselip karena salah penulisan. Aku masih berusaha move on dari mereka😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Forced Marriage
عاطفيةAlana Athalia diangkat menjadi anak oleh sebuah keluarga kaya setelah orang tuanya meninggal. Ternyata, dia diangkat menjadi anak bukan tanpa tujuan. Karena ternyata Alana disiapkan oleh orang tua angkatnya untuk menjadi pasangan dari anak sulung me...