Sudah seminggu berlalu sejak kejadian di depan kantin, tapi bagi David, kejadian itu terasa seperti peristiwa yang baru saja terjadi. Setiap kali ia mengingat detik-detik memalukan itu—ketika matanya tanpa sadar terpaku pada bibir Rendy—ia merasakan kegugupan yang sama seperti saat itu. Wajahnya memanas hanya dengan membayangkannya, dan perasaan itu terus membayanginya sepanjang minggu.
Yang membuat semuanya lebih sulit adalah kenyataan bahwa Rendy tetap menjadi Rendy—sahabat yang selalu penuh energi, ceria, dan tanpa sadar begitu hangat.
.
Pagi itu, setelah bel selesai istirahat pertama berbunyi, David dan Rendy berjalan santai menyusuri koridor menuju kelas. David, seperti biasa, melingkarkan tangannya di pinggang Rendy, sebuah kebiasaan yang sering mereka lakukan sejak dulu. Tapi kali ini, David merasa jantungnya berdetak lebih kencang. Tangannya yang melingkar di pinggang Rendy terasa lebih erat, bahkan tanpa ia sadari.
Tubuh mereka hampir bersentuhan, dan aroma tubuh Rendy yang segar bercampur dengan wangi shampoo ringan menusuk hidung David. Ia mencoba mengendalikan dirinya, berusaha untuk tidak terlihat aneh, tapi setiap langkah yang mereka ambil bersama hanya membuat perasaannya semakin membingungkan.
"Ren, lo ada tugas buat minggu depan nggak?" tanya David akhirnya, mencoba mengalihkan pikirannya.
Rendy menoleh, matanya berbinar seperti biasa. "Ada sih, tapi kayaknya gampang. Eh, lo kenapa diem aja sih akhir-akhir ini? Biasanya lo kan nggak bisa berhenti ngomong."
David tertawa kecil, meski senyumannya terasa kaku. "Nggak apa-apa, gue lagi capek aja, Ren."
Tapi sebenarnya, bukan rasa lelah yang menghantui David. Setiap kali tubuh mereka berdekatan seperti ini, ada rasa hangat yang menjalar di dadanya. Ia ingin menarik Rendy lebih dekat, merasakan kehadirannya lebih nyata, tapi ada sesuatu di dalam dirinya yang menahan. Sebuah ketakutan, mungkin, akan sesuatu yang ia sendiri belum sepenuhnya pahami.
Begitu mereka tiba di kelas, Rendy melepaskan diri dari rangkulan David dan duduk di bangkunya. Tapi bahkan saat itu, jarak di antara mereka terasa begitu kecil. Rendy terus berbicara, seperti biasa, tentang tugas-tugas yang harus diselesaikan, rencana untuk akhir pekan, dan hal-hal kecil lainnya. Namun, perhatian David sepenuhnya tidak ada di sana. Pandangannya hanya tertuju pada Rendy—setiap gerakannya, setiap ekspresi wajahnya, bahkan suara tawanya yang ceria.
Saat Rendy bersandar ke meja, tangannya secara tidak sengaja menyentuh tangan David yang tergeletak di meja. Sentuhan itu hanya berlangsung beberapa detik, tapi cukup untuk membuat tubuh David kaku. Ia tidak berani bergerak, tidak berani menarik tangannya, meskipun ia tahu jantungnya kini berdegup kencang seperti genderang perang.
"Eh, Dav? Lo nggak apa-apa kan? Muka lo merah banget," kata Rendy tiba-tiba, menatap David dengan alis terangkat.
David langsung menunduk, berpura-pura mencari sesuatu di dalam tasnya. "Ah, nggak apa-apa. Cuma kepanasan" jawabnya dengan suara yang dibuat-buat.
Rendy mengangkat bahu, tampaknya tidak terlalu mempermasalahkan. Tapi bagi David, setiap interaksi kecil seperti ini hanya semakin membuat perasaannya kacau. Ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi ini semua. Rendy adalah sahabatnya, seseorang yang selalu ada untuknya. Tapi kenapa sekarang setiap sentuhan kecil, setiap tatapan, setiap tawa dari sahabatnya itu bisa membuatnya merasa seperti ini?
Istirahat berikutnya, mereka kembali berjalan ke kantin bersama. Tapi kali ini, David tanpa sadar menarik Rendy lebih dekat lagi. Tangannya melingkar di pinggang Rendy dengan cara yang lebih erat, bahkan tubuh mereka hampir bersentuhan. David tahu ini lebih dari sekadar kebiasaan, tapi ia tidak bisa menghentikan dirinya.
"Eh, Dav, kenapa lo meluk gue erat banget? Takut gue kabur, ya?" canda Rendy sambil tertawa kecil.
David mencoba tertawa, meski suaranya terdengar sedikit bergetar. "Biasa aja kali, Ren. Lo nggak protes kan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/300758536-288-k385910.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Manis; Skyren (✓)
FanfictionAlternate universe, dewasa dan homo konten. . David tahu sejak awal berteman dengan Rendy, dia akan menyukai pria itu. Tapi, ia tidak pernah menyangka perasaan itu akan berkembang begitu dalam. Rendy, dengan sikap manisnya, perlahan mengambil alih...