Dengung refrigerator itu terdengar seperti ancaman, seolah mengingatkan makhluk-makhluk berjas putih dalam ruangan itu untuk: "Kerja! Kerja! Kerja! Pemalas!" Apalagi jika sterilizer menyala, maka laboratorium itu seperti akan meledak setiap saat. Bunyi-bunyi itu sangat berisik, tetapi bagi penghuni lab, suara-suara itu seperti nyanyian Beethoven dalam Symponi 3 Eroica karena saking terbiasanya mereka mendengarkan dengung, jeritan, hingga teriakan mereka
Fayra duduk di ruangan berpartisi kaca di dalam laboratorium itu. Ia meneliti angka-angka yang tertulis di laporan analisa, memasukan data tersebut ke dalam komputernya, kemudian menandatangani kertas laporan tersebut. Ada dua tumpuk berkas yang harus ia input ke dalam chart analisa yang harus diselesaikannya sore ini. Karena malam nanti akan ada conference call dengan tim laboratorium pusat.
Fayra masih menatap layar ketika sebuah ketukan terdengar di belakangnya. Jullie, supervisor baru untuk site Johor-Malaysia yang training di laboratorium itu menunjuk-nunjuk posel Fayra yang berkedip. Fayra menoleh ke arah ponsel, lalu memberi kode terima kasih pada Julie.
Sejenak, Fayra ragu untuk mengangkat panggilan itu saat melihat nama yang tertera di sana. Sudah hampir sebulan, ia dan Jimmie, suaminya tidak berkomunikasi. Hanya pesan singkat saja jika memang ada hal penting yang harus dibicarakan. Perselisihan mereka sebenarnya meruncing beberapa bulan terakhir-Jimmie lebih sering tinggal di Serawak, dan Fayra di Batam. Setelah pertengkaran terakhir, Jimmie minta tinggal sementara di Serawak untuk menenangkan diri, dan Fayra menyetujuinya. Emosi sangat memengaruhinya saat itu.
Saat ini, ketika konsentrasi Fayra sedang penuh-penuhnya dengan pekerjaan, ia justru takut berbicara dengan suaminya sendiri. Ia khawatir jika pembicaraan itu akan mengacaukan konsentrasinya lagi seperti sebelum-sebelumnya.
Setelah menghela napas panjang, akhirnya ia menggeser tombol hijau. "Hallo." Suara Fayra terdengar ragu.
"Hai, Fay. Maaf mengganggumu. I hope you are okay now."
"Ya. I am okay. Apa kabarmu di sana?"
"Fine. I sedang di Batam. Kalau kau tak sibuk, bisa kah kau pulang cepat hari ni? Ada yang nak saya bicarakan." Suara Jimme terdengar ragu-ragu, tidak seperti biasanya. Tadinya, dalam pikiran Fayra, Jimmie akan bersuara ketus dan menusuk seperti terakhir kali mereka bertemu.
Fayra terdiam sesaat. Pikirannya sibuk mengira-ngira apa yang hendak Jimmie bicarakan. Yang pasti ini tak akan jauh-jauh dari masalah pernikahan mereka yang telah sekusut kain pel. "Ada apa, Jim?" tanyanya.
"Kita bicara di rumah, Fay. Apakah kau tak bisa pulang cepat?"
Fayra melirik jam di layar komputernya. Setengah jam lagi, seharusnya input data hari ini bisa selesai, tetapi conference call nanti malam, tentunya tidak bisa dibatalkan karena mengumpulkan orang-orang dalam belahan bumi berbeda tidak gampang. Fayra memutar kursinya, dan menatap Jullie yang sedang berkutat di depan mikroskop. Ia menghela napas dalam. "Baik. Aku pulang jam lima, setengah enam mungkin sampai di rumah."
"Terima kasih, Fay. Aku tunggu di rumah. Bye," sahut Jimmie.
Fayra masih menggantungkan ponsel di telinganya meski panggilan itu telah selesai. Tidak ada lagi perpisahan mesra semenjak pertengkaran mereka meruncing. Padahal, ia masih merindukan suara kecupan yang ia bayangkan akan basah di pipinya. Dulu Jimmie sering mencuri ciuman kala ia sedang membaca, memasak, atau sekadar menonton televisi. Itu terjadi hingga tiga tahun pertama pernikahan mereka. Lalu, semua menjadi surut dan lama kelamaan menghilang.
"Fay," ketukan di pintu partisi terdengar. Jullie masuk ke ruangan kecil itu dengan wajah heran. "Are you okay?"
"Oh, fine. I am okay," jawab Fay tergeragap. "Ah, Jullie, karena kau sudah di sini, aku mau minta bantuan." Fay buru-buru meletakkan ponselnya dan mengambil buku catatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Cangkir Kopi Kita Retak
RomanceFayra, seorang mikrobiologis yang sukses dalam kariernya, tiba-tiba harus menghadapi kenyataan bahwa ternyata suaminya telah berselingkuh. Merasa kecewa dan rapuh, Fayra mendatangi Danish sahabatnya untuk mencari tempat mengadu. Namun, di rumah Dani...