Chapter 2: Prince?

103 23 23
                                    

Kenapa Prachaya langsung tahu kalau pria di depannha adalah seorang omega karena memang perawakan seorang omega dan alpha ataupun beta sangat berbeda. Dan juga ibundanya seorang omega, makanya dia bisa mengenali seorang omega hanya dengan sekali lihat saja.

Mereka saling bertatapan satu sama lain dengan senjata yang masih pada posisi yang sama. Mereka merasakan getaran aneh di dalam tubuh mereke ketika saling berpandangan. Entah mengapa ada sebuah hal menarik, hingga mereka berdua hanya saling bungkam.

“Yang Mulia, tolong jangan sakiti Pangeran Kenan!” teriakan dari pelayan membuat Prachaya menurunkan pedangnya dan menoleh ke belakang.

“Dia seorang pangeran?” tanya Prachaya yang diangguki oleh para pelayan dengan gelisah.

“Setahuku Raja Mont-Saint tidak mempunyai putra seorang omega,” ucap Prachaya sambil melihat Kenan dari atas sampai bawah. Kenan yang ditatap dengan tatapan yang penuh intimidasi hanya bungkam, dalam hatinya gelisah sendiri. Akankah dirinya dieksekusi seperti keluarganya.

“Itu karena keluarga kerajaan tidak suka dengan kehadiran saya,” jawab Kenan meskipun harus menggali rasa sakitnya lagi ketika mengingat bahwa dirinya memang tidak diharapkan.

Prachaya mengerutkan keningnya heran mendengar penuturan pangeran di depannya. Apakah karena seorang omega makanya dia disembunyikan seperti ini atau ada alasan lain dibaliknya? Padahal di kerajaan ayahandanya seorang omega justru sangat dilindungi karena mereka termasuk langka keberadaanya.

“Kau tetap di dalam dan jangan kabur kemana-mana,” ucap Prachaya berjalan mundur dan menutup pintu.

Sedangkan Kenan hanya bisa bungkam dan tidak protes, toh hidupnya selama ini memang selalu berada di dalam kastil ini. Kalaupun setelah ini dirinya akan di eksekusi seperti saudara dan ayahnya. Dia tidak masalah akan hal itu, bahkan itu lebih baik daripada dirinya akan terkurung selamanya sampai tua didalam kastil ini.

“Kenapa Pangeran Kenan dikucilkan?” tanya Prachaya pada tiga pelayan yang ada dihadapannya.

Mereka bertiga saling menatap satu sama lain, hingga akhirnya salah satu diantara mereka angkat bicara. “Pangeran Kenan adalah putra dari selir Aritha yang meninggal setelah melahirkan. Dan ratu tak ingin mengasuhnya dan malah menyuruh raja untuk mengucilkannya di kastil ini, Yang Mulia.”

“Bukankah itu perbuatan yang sangat keji,” batin Prachaya yang bisa-bisanya mengucilkan keluarga kerajaan bahkan dari mulai kelahirannya. Sungguh dirinya tak habis pikir, berarti memang pantas keluarga raja dia eksekusi tadi. Perbuatannya sangat-sangat tidak manusia bahkan keluarganya sendiri mendapatkan hukuman seperti ini.

“Apa masyarakat kota ini tahu kalau raja yang sudah mati itu mempunyai seorang putra omega yang disembunyikan selama belasan tahun?” entah mengapa Prachaya mendadak penasaran dengan banyak hal sekarang tentang pria muda yang ada di dalam.

“Tidak, Yang Mulia. Bahkan yang mengetahui keberadaan Pangeran Kenan mungkin hanya sekitar 10% yang tinggal di kerajaan ini karena keberadaannya benar-benar disembunyikan dan pantang menggosip tentang Pangeran Kenan.”

Haruskah Prachaya membunuh pria yang ada di dalam juga? Hidupnya sudah sangat malang semenjak lahir.

“Jangan pernah melarikan diri, jaga baik-baik kastil ini. Sedikit saja kalian melakukan kesalahan, nyawa kalian yang menjadi taruhannya,” ucap Prachaya sebelum angkat kaki dari sana. Dia keluar dari kastil menuju istana utama untuk menuju kamar yang sudah disediakan untuk dirinya.

Namun Prachaya sempat terkejut ketika mendapati betapa ramainya lantai dua. Ada banyak pengawal dan juga panglima yang menjadi kaki tangannya. Panglima tersebut langsung menghampiri Prachaya ketika melihatnya.

“Anda dari mana saja Yang Mulia? Kami mencari Anda sedari tadi,” ucap panglima tersebut dengan raut wajah yang begitu khawatir. Bagaimanapun juga mereka semua bertanggung jawab atas keselamatan Jendral Prachaya. Takutnya di dalam istana masih ada musuh yang bersembunyi.

“Aku dari kastil yang terletak di belakang istana.” Prachaya menjawabnya dengan begitu santai sambil berjalan kaki menuju kamarnya.

“Kenapa tidak mengajak pengawal, Yang Mulia?”

Prachaya menghela nafas dan menatap seluruh pengawal yang memenuhi lantai dua. “Yang disini cukup 2 pengawal saja, yang lain berpencar menjaga istana ini.” Mendapat perintah itu seketika mereka langsung melaksanakan perintah Jendral mereka.

Hingga kini menyisakan Prachaya, panglima, dan dua pengawal yang menjaga kamarnya. Prachaya mengajak masuk pengawal yang menjadi kaki tangannya karena ada hal yang ingin dia bicarakan. Dengan patuh tentu saja pengawal itu langsung menurutinya.

“Ada apa Yang Mulia? Apakah ada sesuatu yang mencurigakan lagi?”

“Iya, aku tadi memeriksa kastil yang ada dibelakang istana. Aku kira ratu bersembunyi disana, tapi ternyata tidak ada. Namun, aku menemukan sesuatu yang disembunyikan kerajaan ini, Cheng.” Jika mereka hanya berdua memang Prachaya akan memanggil panglimanya dengan nama langsung tanpa ada embel-embel pangkat.

Cheng yang mendengarnya tentu saja terkejut. Mereka memang tidak memeriksa kastil itu karena terlihat bagian depannya tidak terawatt, makanya mereka kira itu bukanlah tempat yang dihuni. “Maaf, Yang Mulia. Kalau boleh saya tahu, apakah yang ada di kastil tersebut? Bagian depannya terlihat terbengkalai makanya kami tak memeriksanya.”

“Harusnya kalian tetap memeriksanya meskipun tampilannya tak begitu meyakinkan.”

“Maafkan saya, Yang Mulia. Ini kelalaian saya yang tak memerintah para pengawal.” Cheng membungkukkan badannya meminta maaf pada Prachaya.

“Hm, sudah-sudah. Berdiri yang tegak!” Seketika Cheng langsung berdiri tegak dan menundukkan kepalanya.

“Sesekali pengawal suruh berjaga disekitar sana karena ada seorang pangeran yang hidup di kastil tersebut.”

Mata Cheng langsung terbelalak mendengarnya. “Apakah kita harus mengeksekusinya mala mini juga, Yang Mulia? Bisa saja pangeran itu akan menjadi ancaman bagi kerajaan ini di masa depan. Dan itu sangat berbahaya bagi Anda.”

Prachaya menggelengkan kepalanya. “Jangan bunuh dulu, untuk dia itu akan menjadi urusanku.”

“Baik, Yang Mulia. Saya akan mematuhi perintah Anda.”

“Kapan Ayahanda dan Ibunda kesini?” tanya Prachaya.

“Saya sudah mengabarkan kemenangan kita, kemungkinan nanti malam suratnya akan sampai di Kerajaan Sailiones dan kalau Raja dan Ratu langsung melakukan perjalanan besok pagi. Berarti kemungkinan besar akan sampai di Kerajaan Mont-Saint besok sore, Yang Mulia.” Cheng menjelaskannya dengan begitu detail dengan pertanyaan singkat yang diajukan oleh Prachaya. Untuk itulah Prachaya mengangkat Panglima Cheng menjadi tangan kanannya.

“Baik, persiapkan pestanya dengan baik. Kita harus menampilkan cintra yang bagus terhadap masyarakat kota ini. Agar mereka percaya dengan kepemimpinanku kelak.”

“Tentu, saya akan segera membagi tugas-tugas pada pelayan.”

“Hmm, aku ingin istirahat.”

“Baik, saya pamit undur diri, Yang Mulia.” Cheng langsung berjalan mundur dan keluar dari kamar Prachaya.

Prachaya langsung merebahkan badannya di ranjang yang begitu empuk. Kamar yang dia tempati begitu mewah dengan ukiran-ukiran emas yang mempercantik ruangan kamar ini. Di tengah-tengah ruangan ada sofa besar dengan meja kecil, apalagi jendela besarnya yang bisa memperlihatkan keindahan kota dibawah semakin membuat Prachaya kagum dengan istana ini. Disela-sela mengagumi indahnya kamar, tiba-tiba dia teringat pangeran yang seorang omeg yang tak sengaja dia jumpai tadi.

“Enaknya kuapakan dia,” gumam Prachaya.

.
.
.
.

Berapa lama ya nih cerita mangkrak hehehe.

Aku masih belajar nulis dengan genre ini, semoga feel-nya sampai ya waktu kalian baca.

Jangan lupa buat selalu ninggalin jejak baik vote ataupun komen ya. Itu sangat berharga untuk aku, terima kasih.

See you next chapter.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 12, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Emperor Of The Mountain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang