14. Bom Kemalangan

79 26 1
                                        

Mark Lee pikir, perampokan pertama terlalu cepat untuk diselesaikan. Dua zombie bukan lawan yang sepadan untuk kelompoknya. Jaemin menghabisi satu, Lee Haechan pun sama ceritanya. Mereka tidak harus memburu waktu. Semuanya terlalu mudah untuk digenggam.

Mark masih berdiri mengamati. Haechan tengah sibuk menyumpal mulut dengan roti nanas. Bergilir darinya, Mark menolehkan kepala. Jaemin masih santai menyandarkan diri pada lemari es dengan kepala yang mendongak dan kaleng coklat gelap yang Mark tebak isinya adalah ice americano. Kedua-duanya terlalu santai untuk disebut takut. Kiamat zombie bukan tantangan besar untuk membuat nyali mengkerut.

Mark betah menyaksikan. Bagaimana Haechan bahagia dengan mulut menggembung penuh atau Jaemin, si maniak kopi, yang tengah mendesah lega. Tapi Mark lantas tersadar. Bolehkah mereka bergerak lambat seperti ini?

Dia menoleh. Ambulan dan mobil polisi masih berjejer dalam jarak yang lumayan jauh. Dia kemudian menemukan jawaban atas tanda tanyanya sendiri.

Tidak. Tentu tidak. Mereka disetel untuk tetap waspada bukannya lengah.

"Ambil semua yang kalian mau. Kita harus cari rumah."

Jaemin, bocah yang sedikit lebih nurut daripada Haechan, meremas kalengnya yang resmi dikosongkan. Dari gerak-geriknya, Mark menyimpulkan bahwa Jaemin siap untuk pergi. Sayangnya, Haechan nampak keras menolak.

Dia masih berjongkok keras kepala. Tangan kanan yang semula menggenggam plastik roti, terganti dengan jeli warna kuning mentereng. "Kenapa buru-buru banget? Jeno sama Yeri belum balik kan? Solidaritas. Mereka balik, kita balik. Harus saling nunggu, jangan mendahului. Nggak baik." Gaya bicaranya mirip orang tua yang hobinya pikun. Mark jelas tidak menyukainya. Untaian kata itu terucap tidak dalam waktunya.

"Masih ada orang yang terlantar. Kamu mau enak-enakan nongkrong di sini waktu Renjun sama Jisung ketar-ketir nunggu kamu yang nggak tahu diri ini?"

Haechan terkekeh, dia puas mencibir. "Renjun? Nunggu aku? Bocah itu? Hidup kamu penuh komedi ya Mark." Dia mendongak sekilas sekedar menunjukkan kontur wajahnya yang tercipta untuk mengejek Mark habis-habisan. "Kamu nggak tahu seberapa seringnya dia bilang mau bunuh aku."

Mark tidak lantas jatuh percaya. Dia membungkuk. Mengangkut dua keranjang penuh makanan melimpah ruah dengan tangannya. Tubuhnya baru ingin berbalik sembari menggertak Haechan untuk cepat keluar dari sini. Lucunya, Mark lebih lambat dari gencaran orang-orang yang kehilangan akal di luar sana.

Jaemin membelalak. Tenggorokannya tercekat kendati dia menggempurnya dengan americano. Mark yang tidak kalah cepatnya mengerti keadaan, mengumpat hebat dalam bahasa asing yang saat itu pula menarik Haechan untuk menoleh padanya. Manusia paling sehat dari gencatan ketakutannya yang kita tahu namanya Lee Haechan ini, mulanya tergerak untuk mengolok-olok Mark. Matanya pura-pura terkejut tapi pada akhirnya dia betul-betul dibuat terkejut-kejut.

"Mampus."

Haechan yang dipaksa untuk siap bertempur, mendesis. Mark menunduk kontan untuk semata-mata memojokkan Haechan. "Ini gara-gara kamu keasyikan nongkrong."

Jaemin tidak suka mematung sembari mengamati keadaan. Dia yang lebih dulu bergerak. Kakinya diayun lebar-lebar. Mendadak, dia kedatangan rasa sesal yang meluap-luap. Karyanya—jendela yang kehilangan kacanya—menjadi ancaman paling besar. Tangannya menarik sebuah rak setinggi 2,5 meter yang diisi penuh dengan makanan instan. Urat-uratnya menyembul ketika dengan susah payahnya, rak itu didorong untuk menutup jendela yang malfungsi.

"Tanggung jawab, Lee Haechan." Mark terdengar seperti memberi perintah sekaligus terang-terangan menyalahkan Haechan atas malapetaka ini.

"Iya, iya. Sana bantu Jaemin." Haechan menyanggupi seadanya. Nyaris memantik amarah Mark yang dipicu kepanikan. Dia didorong menjauh oleh Haechan yang mulutnya masih tersumpal usai menyelesaikan dessert murahannya yaitu sebungkus jeli.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

End of Us [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang