Dawuh Abah Umi

20 1 1
                                    

Gemuruh suara santriwati mengantri ambil makan siang. Tempat yang sempit menyebabkan santriwati saling desak-desakan. Hingga suara nyaring menghentikan teriakan para santriwati.

”Mbak, semua pasti kebagian makan. Jangan teriak-teriak, Umi lagi sakit. Kasihan beliau terganggu karna teriakan kalian” Ucap Luna sedikit emosi.

”Sekarang tumpuk piring kalian jadi satu, nanti kalo udah kebagian semua, ada bunyi bel buat ambil makan” Lanjut Luna.

Lalu santriwati menumpuk piringnya masing-masing menjadi satu.

Begini, Pondok Pesantren Darunnajah ini metode mengambil makan satu orang satu piring, jadi setiap santri dulu-duluan mengantri ambil makan.

”Mbak Lili, kalo udah ke isi semua, tolong di bel ya. Saya ke ndalem dulu. Assalamualaikum” Ucap Luna meninggalkan dapur.

Sampai ndalem, Luna mengetuk pintu kamar Umi Hasna. Di ndalem hanya ada Umi Hasna sedangkan Abah Wafa beliau pergi ke Probolinggo untuk mengisi acara pengajian.

”Maaf Umi, ada apa manggil Luna?” Tanya Luna dengan nada sopan.

”Umi minta tolong buatkan teh anget, badan Umi kurang vit” Jawab Umi Hasna sambil memijat pelipisnya.

”Njih, Umi.”

Selang beberapa menit, Luna datang memberikan teh anget kepada Umi Hasna.

”Terimakasih ya Nak,” Ucap Umi menerima teh anget.

Tangan Luna bergerak memijat kaki Umi Hasna. Gadis yang sudah menginjak enam tahun mondok di Pesantren Darunnajah, dan pastinya sudah mengenal Umi Hasna dan Abah Wafa.

Umi Hasna itu sangat penyayang dan perhatian pada santri-santrinya. Umi selalu menasehati santrinya agar menjadi santri yang tangguh, santri yang berguna ilmunya bagi masyarakat. Umi Hasna juga mewanti-wanti santrinya agar tetap menjaga hafalannya.

Sedangkan Abah Wafa, beliau mempunyai sifat tegas dan berwibawa kadang juga humoris. Setiap ada santri yang melanggar peraturan, santri tersebut akan menghadap Abah. Dan nantinya akan di interogasi dan diperingati.

”Ada masalah di pondok, Nak? Tadi kok Umi dengar suara riuh.”

Luna menggeleng. ”Di pondok nggak ada masalah Umi, cuma tadi santriwati berebutan ambil makan” Jawab Luna.

”Ya Allah, ternyata berebutan ambil makan. Apa nggak di bagi, kok sampai berebutan?” Tanya Umi Hasna terheran-heran.

”Udah Umi, tapi ada yang sebagian belum kebagian” Balas Luna.

”Oawalah begitu to. Tadi Umi mau kesana mau lihat ada apa, tapi badan Umi gak kuat, ternyata berebutan.” Ucap Umi Hasna.

”Udah Nak pijatannya, Umi terimakasih ya. badan Umi udah enakan, semoga nanti sore bisa mengisi tausiyah.”

Luna menggaguk. ”Iya Umi, Assalamualaikum.”

”Waalaikumussalam.”

Setelah itu Luna keluar tak lupa membawa secangkir teh anget tadi.

Menjelang sore seluruh santriwati berkumpul di aula. Mereka menunggu Umi Hasna datang untuk mendengarkan tausiyah setiap sore.

”Asslamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” Ucap Umi Hasna tersenyum.

”Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh” Jawab santriwati serempak.

”Alhamdullilah, kita semua diberi kesehatan hingga  berada di aula yang insyaallah barakah ini.” Ucap Umi Hasna.

”Sore ini Umi akan menjelaskan apa itu kesabaran dan keikhlasan sesungguhnya.”

”Sabar itu anugrah yang sangat indah. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, tapi ya itu kuncinya harus disertai sabar dan jalani dengan ikhlas.”

”Hidup itu sudah tentu naik turun, maka nikmati saja prosesnya. Pungut hikmahnya. Saat naik, rendah hatilah dan saat turun, tabahlah.”

"Percaya sama Umi, Lelah, kesal, sering mengeluh itu hal yang lumrah. Maka dari itu bersabarlah. Karena nantinya sabarmu akan terbayar, lelah mu akan hilang, sakit mu akan sembuh. Kalian harus ingat Allah tidak buta.”

”KH. Chusaini Ilyas pernah ngendikan. Sabar itu indah, sabar itu cantik. Dan Istiqomah adalah karomah yang mengangkat derajat kita di dunia dan di akhirat.”

”Nak, Santri itu harus memiliki cita-cita yang luhur, karena sesungguhnya  Allah menyukai orang-orang yang luhur urusan-urusannya dan serta luhur cita-citanya.”

”Semoga Umi, Abah, dan kalian santriwati nya Abah Umi selalu dalam kebaikan, ketabahan dan diberi kesabaran yang extra. Semoga bermanfaat tausiyah sore hari ini, Assalamualaikum Warahmatullahi wabarokatuh.”

”Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.”

Selesai kegiatan, para santriwati bergegas ke kamar masing-masing. Sedangkan di Aula tinggal tersisa empat santriwati yang asik berbincang-bincang.

”Masyaallah ceramah Umi bener-bener bermanfaat banget, ngerasa diri ini banyak kekurangnya apalagi tentang sabar. Kadang susah banget sabar apalagi saat ngantri mandi. ” Ucap santriwati bernama Lulu.

”Bener Ell, Aku itu emosian. Pernah ada santriwati yang nyenggol aku sampai makananku jatuh. Huh, aku marahi dia habis-habisan.” Ucap Bia menggebu-gebu.

”Astagfirullah Bia, kamu itu gak boleh kayak gitu, nanti kalo santriwatinya sakit hati terus sampai ngadu sama Allah. Tau rasa kamu. Kita disini dilatih bersabar, contohnya tadi Lulu ngantri mandi. Boleh kesel sama santriwati itu, tapi gak harus memarahinya kan? Kamu bisa suruh bantuin bersihin makanan yang jatuh.” Ucap Disa menasehati Bia. Disa merupakan santriwati yang lembut hatinya, baik akhlaknya, dan pemikiran dewasa.

Luna sedari tadi menyimak perbincangan  teman-temannya, akhirnya membuka suara. ”Aku pernah membaca quotes dari KH. Zainnudin begini tulisannya. 'Cantik itu tidak selalu dengan wajah yang indah, kulit bening, aroma yang wangi, tapi cantik itu indahnya bersabar beningnya bersyukur, dan wanginya kemampuan memaafkan'.”

”Yaallah maafin hamba” Ucap Bia menyesal.

”Oiya Mbak Lun, bukanya Umi lagi sakit?” Tanya Lulu.

Luna mengangguk. ” Iya, Umi Hasna lagi sakit.”

”Pantes.... Suara Umi kayak serak-serak gimana gitu. Ya Allah Umi, kenapa gak istirahat aja.” Ujar Bia.

”Kita doakan, semoga Umi Hasna segera di beri kesehatan dan Abah wafa selalu di lindungi dimana pun beliau berada” Ujar Disa seraya menadah tangannya.

”Aamiin.”

Tidak ada lagi perbincangan antara mereka. Hingga terdengar suara adzan Maghrib berkumandang.

”Luna, Bia, kita duluan ke mushola dulu, udah adzan soalnya” Ucap Lulu bangkit dari duduknya.

”Iya” Jawab Luna dan Bia.

Kini tinggal Luna dan Bia. Kedua gadis itu sibuk dengan sendirinya. Luna yang membaca novel islami sedangkan Bia bermain dengan kucing.

”Lun, kamu pernah gak sih overthinking masa depan?”

Luna mengangguk. ”Kenapa?”

”Akhir-akhir ini aku sering overthinking masa depan, takut nggak jadi yang aku impikan, dan takut ngga bisa membanggakan Ayah Ibu” Curhat Bia.

”Kita pasti bisa mewujudkan impian, dengan bekal ikhtiar, tawakal dan berdoa insyallaah Allah akan memudahkan urusan kita. Bi, hidup itu jangan di buat sulit, karena sejatinya kesulitan itu datang dalam diri manusia sendiri.”

”Jangan khawatir dengan masa depan dan hasil usaha kita. Karena Allah tidak menilai hasil yang kamu peroleh, akan tetapi kita dituntut ihsan, profesional, dan total dalam usaha. Itu kata-kata dari Abah Wafa yang aku selalu ingat.”

TAMAT












Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dawuh Abah UmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang