Bab 1

12 2 3
                                    

Sabil, seorang remaja yang hidup dengan rasa tanggung jawab yang besar. Harus menjadi tulang punggung keluarga di waktu yang belum tepat. Hidup tanpa kedua orang tua rasanya sangat berat, ditambah ia memiliki seorang adik yang dimana ia harus merawat dan menjaganya dengan seorang diri.

Ibunya pergi untuk selamanya tepat saat setelah melahirkan adiknya dan ayahnya seorang pelaut yang juga telah gugur saat sedang menjalankan tugasnya. Kini, Sabil dan adiknya tinggal dirumah peninggalan orang tuanya.

Sabil tidak melanjutkan sekolahnya karena harus mencari nafkah untuk bisa membiayai hidupnya dan juga bisa memenuhi kebutuhan adiknya untuk sekolah. Sabil bekerja dengan cara menjual kue sambil keliling. Dengan harapan uang hasil penjualan kue cukup untuk membeli makan.

Di malam hari, ia selalu membuat kue untuk dijual di esok hari. Kadang ia meminta pertolongan adiknya untuk pergi ke warung membeli bahan yang kurang. Beberapa kali uang yang hasil penjualan kue habis di beli bahan-bahan kue yang kurang, sampai-sampai ia dan adiknya hanya memakan sebagian dari kue yang ia bikin untuk dijual

Paginya, ia pergi mengantarkan adiknya sekolah, berjalan kami selama 7 menit untuk bisa tiba di sekolah adiknya. Setelah itu, Sabil kembali ke rumah untuk menyiapkan barang dagangannya. Ia keliling sampai pukul 2 siang dan bertepatan dengan adiknya yang sudah pulang sekolah.

Di rumah adiknya bercerita tentang sekolahnya hari ini.

"Kak, tau ga sih tadi ada temen aku yang ulang tahun, terus dia rayain ulang tahunnya di kelas. Dia bawa kue yang besaaaaaarr banget."
"Seru ga pas rayainnya?" Tanya Sabil.
"Seruuu banget. Soalnya kita dikasih kue terus makan rame rame. Kuenya enak banget dan keliatan mahal."
"Kamu mau kakak bikinin kue pas ulang tahun?"
"Enggak, aku maunya beli aja."

Sabil bingung harus menjawab seperti apa. Kondisi keuangan mereka sangat tidak mendukung untuk membeli kue ulang tahun yang adiknya inginkan.

"Yaudah nanti kakak beliin kue ulang tahun buat kamu ya."
"Beneran?? Aku mau es krim juga dong kak nanti pas hari ulang tahun aku. Okeee?."
"Oke. Nanti kakak beliin kamu kue dan es krim."
"Makasih kakakku sayaannng." Sambil memeluk Sabil.

Sekarang Sabil harus bekerja lebih keras lagi untuk bisa mengumpulkan uang dengan cepat karena hari ulang tahun adiknya sekitar 2 bulan lagi.

Akhirnya, Sabil yang dulu hanya  menjual kue, sekarang ia menambah pekerjaannya menjadi asisten rumah tangga. Yang sekiranya bisa membantu menambahkan keuangannya.

Terlalu sibuk mencari uang, ia sampai tidak sadar bahwa dirinya kini sering melupakan makan. Tiba suatu hari saat ia sedang membersihkan kamar mandi dirumahnya. Kepalanya terasa sangat pening, namun ia tetap berusaha kuat sampai matanya mulai gelap dan ia jatuh tergeletak di kamar mandi.

Sudah pukul 4 sore dirinya masih belum sadarkan diri dan masih berada di kamar mandi karena adiknya pergi bermain dengan teman-temannya. Adiknya sudah tiba di rumah dan mencari keberadaan sang kakak, tapi tidak ditemukan sama sekali. Hingga sang adik memasuki kamar mandi dan melihat Sabil dengan wajah yang sudah sangat pucat.

Sang adik panik dan bergegas pergi ke rumah tetangga untuk meminta pertolongan. Dengan baik hati tetangga tersebut membantu sang adik dan Sabil. Sang adik menyesal mengapa ia tidak kembali ke rumah lebih awal, mungkin ini semua tidak akan terjadi.

Setibanya mereka di rumah sakit, Sabil langsung di bawa ke ruang UGD untuk diperiksa oleh dokter.

10 menit berlalu. Dokter keluar ruangan dan menghampiri sang adik.

"Dengan keluarga Sabil?"
"Iya dok, saya adiknya."
"Keadaan Sabil saat ini bisa sangat buruk. Karena setelah kami periksa, Sabil mengidap penyakit usus buntu. Dan mengharuskan Sabil untuk segera operasi. Selain itu, kondisi perut Sabil juga kosong seperti tidak ada asupan makan dan minum."

Sang adik yang mendengar penjelasan dokter itu kaget dan tubuhnya lemas.

"Berapa biaya operasinya dok? Biar saya yang bayar." Ucap tetangganya
"Untuk biaya bisa dilihat di tempat administrasi."
"Baik dok"

Setelah melunasi biaya operasi Sabil. Operasi pun segera berjalan. Kini yang bisa sang adik dan tetangga itu lakukan hanya berdoa kepada Tuhan agar diberikan kelancaran saat operasi berjalan.

"Kamu yang kuat ya, kakakmu pasti baik-baik saja."
"Iya, makasi atas bantuannya nanti aku ganti kalau uang nya udah ke kumpul."
"Tidak usah, saya ikhlas membantu kalian."
"Terima kasih banyak sekali lagi."

20 menit berlalu. Kini dokter sudah keluar dengan keadaan yang sulit untuk diucapkan.

"Bagaiman dengan kakak saya dok?" Sang adik bertanya dengan mata yang sudah merah karena menangis.
"Maaf sebesar-besarnya, kamu telah melakukan semuanya dengan sebaik mungkin, tetapi tuhan berkehendak lain."
"Maksudnya?"
"Kakak kamu telah berada di sisi Tuhan sekarang."

Sang adik sudah tidak bisa menahan rasa sedihnya. Sang adik menangis kencang seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Sang adik pun memasukki ruang jenazah untuk melihat sang kakak. Setibanya ia di ruang jenazah, ia langsung menghampiri brankar yang ditiduri oleh kakaknya. Tangisannya pecah ketika melihat Sabil yang tertidur dengan tenang. 

Setelah melakukan prosedur pemakaman. Sang adik kini tinggal bersama tetangga yang menolongnya pada saat itu. Bukan keininginan Sang adik, melainkan keinginan tetangga tersebut untuk Sang adik tinggal bersamanya.

Sminggu sekali Sang adik pergi ke makam Sabil untuk membersihkan sekitar makam kakaknya dan berdoa untuk Sabil. Kadang Sang adik bercerita tentang hari-hari yang ia lewati tanpa Sabil. 

"Kak tau gak sih, tadi di sekolah rame banget loh. Ada lomba-lomba gitu, lombanya antar kelas. Terus aku ikutan lomba estapet air. Itu seru bangeeett kaak. Coba aja kakak ada disana liat aku lomba. Pasti kakak bakal ketawa, karena baju aku basah semua kesiram air. Hahahaha...... Aku jadi kangen kakak deh. Kangen pergi ke warung buat beliin bahan kue. Kangen dianterin ke sekolah sama kakak. Huufftt....ternyata berat ya kak hidup tanpa orang yang udah kita sayang banget dari kecil. Makasih ya kak udah jadi kakak yang sangaaaatt baik buat aku. Aku sayang banget sama kakak. Nanti pasti aku sering ke sini buat jenguk kakak." 

Tak terasa air mata Sang adik sudah berjatuhan sejak tadi. Mengingat ia memiliki rencana untuk merayakan ulang tahun bersama kakaknya. Ternyata gagal karena sudah lebih dulu dipanggil oleh Tuhan. Sehingga ia hanya merayakannya dengan keluarga tetangganya. Bahagia kerana bisa merayakan ulang tahun, tapi juga sedih karena tidak bisa meayakan ulang tahunnya bersama kakaknya.

Akhirnya Sang adik kembali ke tempat tinggalnya yang sekarang ia tempati. 

Beberapa tahun kemudian, Sang adik kembali lagi ke makam Sang kakak. Dengan perbedaan, kini ia terlihat lebih dewasa dan juga ia kembali dengan membawa keluarga kecilnya. Mata Sang adik berkaca-kaca membayangkan bagaimana ia dulu, sampai ia bisa jadi seperti sekarang. Itu  semua berkat kakaknya, Keira Sabila.

Selesai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang