1

6 0 0
                                    


Sebuah sepatu melayang ke arah ku. Tidak sempat mengelak, sepatu itu sudah berada di wajahku. Perih, mungkin wajahku sudah memerah.

Sudah kepalang kesal, aku membuang sepatu itu ke tong sampah disampingku. Anak yang sepertinya adalah pelaku dari pelemparan ini datang dan justru  marah kepada ku. "Maksud kakak apa, ngebuang sepatu punya aku?"tanyanya.

Gila! Anak ini benar-benar gila.

"Kamu yang apa-apaan! Untuk apa kamu melempar sepatu ini? Sepatu itu mengenai wajah saya. Kamu tidak lihat? Wajah saya merah akibat sepatu sialan kamu itu!"

Ucapanku barusan mungkin membuat dia menyesal. Tampak dari wajahnya yang ia tundukkan dan kedua tangan yang saling tertaut. "Maafkan aku, Kak. Aku tidak tahu jika sepatu itu mengenai kakak."

Ia menyatukan kedua tangannya di depan dada—meminta maaf padaku.

Aku memutar kedua bola mataku malas,"Ya sudah, tidak masalah. Sebelum itu saya mau bertanya, untuk apa kamu melempar sepatu ini?"

Dia semakin menundukkan kepalanya,"I-itu, Kak. Aku baru ngambil sepatunya dari toko disana. Mereka ngejar aku, jadi aku lempar sepatu ini, supaya mereka nggak punya bukti kalau aku ambil sepatunya."

Aku mengernyitkan keningku. Jadi, dia mencuri?

"Kamu mencuri?"tanyaku.

Dia mengangguk.

"Walah. Kamu harus dilaporin kalau gini. Ini sudah termasuk bentuk pencurian."

"J-jangan, Kak. Aku minta tolong, jangan laporin aku. Nanti ibu aku marah."

"Kamu masih punya orang tua? Lalu untuk apa kamu ngambil sepatu ini?"

"Ibu nggak punya uang buat beli sepatu aku, Kak. Sepatu aku udah rusak banget, jadi aku ambil sepatu ini,"jelasnya sambil menunjukkan sebuah sepatu. Sangat buruk dan tidak layak pakai lagi. Semua bagiannya sudah tampak robek.

Aku memegang sepatu yang ia curi tadi,"Mungkin kamu melakukan ini karena sudah kepepet. Tapi, mencuri itu bukan pilihan yang tepat, bahkan sangat salah. Mau gimana pun kamu harus tetap ngakuin sama toko tadi kalau kamu mencuri."

Dia lantas mengambil sepatu digenggaman ku—ingin kabur lagi. Namun aku menahan pergelangan tangannya,"Kamu mau kemana? Kamu harus ngakkuin kesalahan kamu ini. Saya akan nemanin kamu. Kamu cuma perlu minta maaf dan mengakui kesalahan kamu. Setelah itu biar saya yang urus."

"Aku nggak akan di laporin ke polisi,'kan, Kak?"

"Enggak akan. Percaya sama saya."

"Oke, Kak."

Kami berjalan ke toko tadi dan meminta maaf kepada pemilik toko tadi. Meski awalnya pemilik toko itu marah dan ingin melaporkan si anak, untung saja aku dapat menenangkannya. Aku membayar sepatu yang dia curi tadi dan meminta maaf lagi kepada pemilik toko itu.

Anak tadi tampak lega dan tersenyum puas. Dia terus berterima kasih kepadaku, seoalah-oalah yang ku lakukan adalah hal besar.

Aku hanya bisa tersenyum kecil melihatnya. Semoga apa yang ku lakukan bisa bermanfaat dan dapat merubah sifat anak itu.

—END—

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sepatu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang