Raksasa Jelek dan Gadis Mentimun

115 3 0
                                    

Mbok Srini, seorang wanita tua yang tinggal jauh dari perkotaan. Hutan menjadi pilihannya untuk menghabiskan sisa hidupnya. "Mending tinggal di hutan saja, dari pada di kota, semuanya mahal. Apalagi bensin sudah naik harga. Kalau di hutankan banyak bahan makanan, gratis pula. Aku juga bisa menanam sayur," pikirnya saat memilih untuk tinggal di hutan.

Mbok Srini hidup sendirian, tanpa suami yang telah pergi untuk selama-lamanya. Mbok Srini juga tidak meiliki anak. Hal tersebut membuatnya merasa kesepian di tengah hutan.

Tiap hari dia memohon pada Sang Pencipta memberikan anak padanya agar ada yang menemaninya. Akhirnya doanya terjawab lewat Raksasa Hijau.

"Hei, Perempuan Tua!"

Mbok Srini gemetar. Dia takut menjadi gepeng jika terinjak raksasa itu. "A-ada apa?" jawabnya gemetar.

"Aku bisa mengabulkan keinginanmu itu. Kamu kesepian dan ingin seorang anak, bukan?"

Mbok Srini terkejut. "Kok tahu?"

"Ha ha ha. Tahulah. Tiap hari aku mendengar kamu berdoa. Meski aku tinggal jauh dari sini, tapi pendengaranku bisa menjangkau sampai sini."

"Eh buset. Bagus sekali pendengaranmu."

"Tentu saja. Jadi, bagaimana? Kamu mau?"

"Iya."

"Tapi ada syaratnya. Kamu rawat anak itu sampai dia dewasa. Lalu aku akan mengambilnya lagi untuk dimakan. Ha ha ha," kata Raksasa Hijau sambil tertawa. "Bagaimana? Setuju?"

Mbok Srini terdiam. Dia memikirkan tawaran Raksasa Hijau itu. Tawaran itu terdengar seperti raksasa itu tidak ikhlas membantunya.

"Kalau kamu tidak mau, ya sudah," kata Raksasa Hijau yang melihat Mbok Srini ragu.

"Eh, aku belum jawab."

"Lama. Aku tidak suka menunggu."

Mbok Srini menghela napas. Raksasa ini tidak sabaran sekali. "Baiklah."

Raksasa Hijau itu memberikan biji mentimun. "Ini. Kamu tanam."

"Tadi kamu bilang mau berikan anak. Kenapa kamu malah menyuruhku menanam biji mentimun?"

"Mentimun itu akan cepat tumbuh. Nanti akan ada buah mentimun emas. Kamu ambil buah itu dan belah karena di dalam itu ada bayi."

Mata Mbok Srini berbinar. "Wuah, baiklah. Terima kasih."

Dengan hati yang gembira, Mbok Srini menanam biji mentimun tersebut. Keesokan harinya dia bangun dan mendapati tanaman itu sudah tumbh dan berbuah. Mbok Srini melakukan seperti apa yang dikatakan Raksasa Hijau. Dia mendapati seorang bayi perempuan dalam buah itu dan menamainya Timun Mas.

Mbok Srini sangat senang dengan kehadiran Timun Mas. Dia mencintai anak itu dan merawatnya dengan baik hingga Timun Mas dewasa. Mbok Srini begitu cemas memikirkan raksasa datang mengambil Timun Mas darinya.

"Wanita Tua!" panggil Raksasa Hijau.

Mbok Srini segera keluar.

"Di mana anak itu?"

"Anu, Raksasa."

"Anu apa?"

"Bukan bermaksud mengingkar janji."

Satu alis Raksasa Hijau terangkat mendengar ucapan Mbok Srini.

"Namun, sebaiknya kamu kembali dua tahun lagi karena Timun Mas masih sangat kurus. Kulit bungkus tulang. Dia belum enak dimakan. Aku janji saat kamu kembali dua tahun kemudian, Timun Mas sudah berdaging," jelas Mbok Srini. Mbok Srini berharap Raksasa Hijau setuju dengan sarannya. Dia berharap diberi kesempatan lagi bersama Timun Mas.

"Boleh juga," ucap Raksasa setelah berpikir sejenak.

Mbok Srini senang.

"Aku akan datang lagi dua tahun depan," ucap Raksasa Hijau itu lalu pergi.

Namun, dua tahun ternyata terlalu singkat. Mbok Srini terus memikirkan cara bagaimana agar Timun Mas tidak diambil Raksasa Hijau. Mbok Srini menyuruh Timun Mas ke seorang Pertapa di atas gunung, setelah mendapat sebuah mimpi.

Sesampai di gunung, Pertapa itu memberikan Timun Mas empat kantong kecil yang akan menyelamatkannya dari Raksasa Hijau.

"Wanita Tua!" teriak Raksasa Hijau.

Di dalam rumah, Mbok Srini sangat ketakukan. Dia tidak berani menemui Raksasa Hijau itu.

"Tenang, Bu. Aku akan menemuinya. Kakek yang di gunung sudah memberikan empat kantong ajaib untukku melawan raksasa itu."

"Kamu yang bernama Timun Mas itu?" tanya Raksasa Hijau saat melihat seorang gadis keluar dari rumah.

"Kamu nanya? Iya? Kamu bertanya-tanya?"

"Aku datang untuk mengambilmu."

Timun Mas tersenyum sinis. "Tidak semudah itu, Ferguso. Coba tangkap aku kalau kamu bisa, Raksasa jelek!" ledek Timun Mas, lalu berlari ke dalam hutan.

Kaki kecil Timun Mas berlari sekuat tenaga. Namun, melawan langkah kaki Raksasa tidaklah mudah. Timun Mas melempar isi kantong pertama yang menumbuhkan banyak tanaman mentimun. Tanaman-tanama itu menghambat langkah kaki Raksasa, tapi dia berhasil keluar.

Kemudian Timun Mas melempar jarum-jarum dari kantong kedua yang menumbuhkan banyak tanaman bambu.

"Tertusuklah, Raksasa Hijau!" teriak Timun Mas.

Namun meski tertusuk bambu, Raksasa Hijau berhasil melewati rintangan itu.

Selanjutnya, Timun Mas melempar garam dari kantong ketiga.

"Keterlaluan! Dia pikir aku lintah?" Raksasa Hijau geram.

Namun, seketika garam itu menjadi air laut yang terbentang luas. Raksasa Hijau terpaksa harus berenang. "Awas saja!"

Melihat Raksasa Hijau berhasil melewati laut itu, Timun Mas melempar kantong terakhir yang berisi terasi. Terasi itu menciptakan lumpur hisap. Raksasa itu terhisap ke dalam lumpur.

Timun Mas menghentikan langkahnya saat melihat Raksasa Hijau terjebak di lumpur.

"Tolong! Tolong!" jerit Raksasa.

Timun Mas tersenyum penuh kemenangan. "Rasakan itu, Raksasa Jelek!"

Setelah Raksasa Hijau benar-benar terhisap ke dalam lumpur, Timun Mas kembali ke rumah Mbok Srini.

Mbok Srini menangis bahagia dan memeluk Timun Mas karena berhasil kembali dengan selamat.

***

CERMIN AJAIBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang