Ghania dan Abian adalah sepasang kakak beradik yang baru saja ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya. Orang tua mereka mengalami kecelakaan motor hingga nyawa keduanya menjadi korban, peristiwa itu terjadi saat keduanya sedang dalam perjalanan pulang dari tempat kerja mereka. Alhasil, Ghania yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP itu harus mengurus sang adik yang berusia 8 tahun sendirian. Tidak ada keluarga ataupun saudara yang bisa membantu, kakek dan neneknya sudah meninggal, bibi dan pamannya juga entah pergi kemana.
Ghania dan Abian kini tinggal berdua di sebuah rumah peninggalan orang tuanya, yang terletak di sebelah utara kota Jakarta. Jika yang kalian pikirkan adalah rumah mewah yang biasa terlintas dipikiran saat mendengar nama Jakarta, kalian salah besar. Ini hanyalah rumah kecil dengan cat hijau yang sudah luntur, atap berlumut, halaman sempit yang kosong dan minim pencahayaan. Jujur saja, rumah ini memang dari dulu tidak banyak dirawat. Orang tua yang sibuk mencari nafkah dan anak-anak yang setiap hari pergi bersekolah, tidak ada banyak waktu untuk memperhatikan soal keadaan rumah.
Namun, seburuk apapun rumah mereka di mata orang. Rumah itu tetaplah rumah mereka, tempat untuk berteduh, tempat dimana mereka bisa berkumpul dan bertukar cerita dan menghabiskan waktu bersama. Kemarin, rasanya suasana rumah ini masih hangat. Obrolan ringan dan suara tawa satu keluarga terdengar hingga keluar rumah. Tapi sekarang, sisa Ghania dan Abian disini. Mereka berjanji akan saling menguatkan dan berjuang bersama untuk menjalani sisa hidup mereka. Mereka bertekad untuk menjadi orang yang sukses dan membanggakan kedua orangtuanya yang ada di suatu tempat jauh disana.
Satu hari, satu minggu hingga satu bulan telah Ghania lewati walaupun itu terasa berat baginya. Untungnya Abian selalu ada di sisi Ghania, menyemangati dan menemani Ghania dikala senang maupun duka. Sehingga dengan seiring berjalannya waktu, Ghania menjadi semakin terbiasa dengan kehidupan barunya.
"TRINGGG" bel sekolah berbunyi nyaring menandakan bahwa sekarang sudah masuk waktu pulang. "Nia, main kerumahku yuk" ajak Hanni pada Ghania yang sedang merapihkan bukunya. "Maaf Han, aku harus ke rumah Bu Ira sekarang" jawab Ghania. "Kamu masih kerja di rumah Bu Ira?" tanya Hanni, "Iya, aku harus dapet penghasilan buat menuhin biaya hidup sehari-hari aku dan Abian" jawab Ghania. Hanni menghela nafasnya "Kamu bener-bener anak yang kuat Nia, aku bangga punya sahabat kaya kamu. Maaf ya aku gabisa bantu kalo soal keuangan" Hanni memegang bahu Ghania, "Gapapa Han, kamu ada disisi aku juga udah cukup kok" ucap Ghania sembari tersenyum dan dibalas dengan senyum Hanni "Hm Yaudah deh, aku duluan ya" "Iya, dah" Ghania memperhatikan punggung Hanni yang semakin menjauh. Sebenarnya Ghania juga ingin bermain seperti anak remaja pada umumnya, namun apalah daya dia harus bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Uang pesagon orang tuanya mulai menipis, mau tidak mau Ghania harus bekerja daripada nanti mati kelaparan.
"Ini baju yang harus di cuci, sama ini yang harus disetrika" Bu Ira menyodorkan 2 keranjang baju. "Iya bu" Ghania mulai memasukkan baju baju kotor itu ke mesin cuci dan mencucinya. Sudah 5 bulan semenjak orang tua Ghania meninggal, dan sudah 2 bulan ini Ghania bekerja di rumah Bu Ira. Ghania nyaman bekerja di sini, Bu Ira orang yang baik, upah yang diberikan juga lumayan. Mencuci, menjemur dan menyetrika baju tidak begitu sulit bagi Ghania. Oh iya, Bu Ira adalah tetangga Ghania, Bu Ira menawarkan Ghania untuk bekerja dirumahnya karena Bu Ira harus pergi bekerja dan tak punya banyak waktu untuk mengurus pekerjaan rumah. Bu Ira juga tau bahwa Ghania sedang butuh uang.
Ghania selesai dengan pekerjaannya pada pukul 18.00 sore. Abian pasti sudah pulang dari sekolah mengajinya, pikir Ghania. Hari ini Ghania mendapatkan upah sebesar 150 ribu, Ghania membelikan 2 bungkus nasi padang untuknya dan Abian. Sesampainya Ghania di Rumah, Ghania mendapati Abian yang sedang menyapu halaman rumahnya. Ghania tersentuh, merasa bersalah karena Abian harus tumbuh dewasa lebih cepat dari yang seharusnya. "Abiannn kakak bawain nasi padang!!" seru Ghania "Wahh benerkan tebakan Abian, kaka pasti bawa makanan!" Abian tersenyum lebar mengekspresikan rasa senangnya.
"Kakak pasti cape, belakangan ini kerja di rumah Bu Ira terus" Abian memulai percakapan di sela-sela makan malam mereka. "Gapapa, kaka harus kerja buat penuhin kebutuhan kita" Ghania mengelus rambut adiknya. "Mmm kak, spp aku belum dibayar" Abian tersenyum kikuk, "Oh iya, maaf ya kakak lupa. Tukan untung kakak kerja jadi bisa deh bayar spp kamu, coba kalo kakak ga kerja gimana coba" "Hehe Iya kak" keduanya melanjutkan makan malam dengan obrolan ringan.
"Abian ayo bangun, sekolah" Ghania menggoyang-goyangkan badan Abian yang masih tertidur lelap. "Eungg" Abian mengucek matanya dan mendudukkan dirinya. "Cepat mandi, kakak mau masak nasi goreng" suruh Ghania, "Iya kak" jawab Abian.
"Hari ini kakak kerja lagi?" Tanya Abian disela makannya. "Engga, katanya Bu Ira pergi keluar kota seminggu" "Ohh, pulang sekolah Abian boleh main di rumah Rio?" "Boleh, tapi jangan lupa sekolah ngajinya ya" "Iya kak". Selesai sarapan, keduanya berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Sekolah mereka berlawanan arah, namun tidak begitu jauh jaraknya dari rumah. Jadi mereka memutuskan untuk berangkat dan pulang dengan berjalan kaki, sekalian menghemat ongkos.
Bel masuk sudah berbunyi, seluruh murid masuk ke kelasnya masing masing. "Selamat pagi anak anak" Bu Lia memasuki kelas, semua murid saling menatap. Sekarang bukan waktu jam pelajarannya Bu Lia, "Maaf Bu, hari ini ga ada pelajaran bahasa Indonesia" ucap ketua kelas. "Iya, ibu tau kok. Ibu cuma mau kasih pengumuman ke kalian" jawab Bu Lia "Oh Iya Bu" timpal ketua kelas, "Oke anak anak ibu disini cuma mau kasih pengumuman, karena sebentar lagi kalian akan lulus dan kita akan mengadakan acara perpisahan. Nah biayanya sekitar 1 juta rupiah dan ibu minta kalian untuk membayar uang mukanya sebesar 300 ribu. Dan sisanya kalian bisa bayar dalam sebulan ini" Jelas Bu Lia. Hanni mengangkat tangannya "Iya, silahkan" "Bayar uang mukanya kapan Bu?" Hanni bertanya "Oh Iya uang mukanya bisa dibayar mulai besok sampai dengan minggu depan ya". Mendengar itu Ghania langsung memutar otaknya, ia harus punya uang 300 ribu dalam waktu 1 minggu. Sedangkan dalam 1 minggu itu juga ia tidak bekerja di rumah Bu Ira, darimana ia bisa mendapatkan uang?
Bubar sekolah kali ini Ghania langsung pulang ke rumahnya, sepanjang jalan ia terus memikirkan tentang uang muka perpisahan yang dibilang Bu Lia tadi pagi. Ghania terus berpikir untuk mencari pekerjaan. Namun ia sadar, pekerjaan apa yang mau menerima seorang anak SMP sepertinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Your Birthday
Short StoryAbian hanya ingin kue ulang tahun dan ice cream di hari ulang tahunnya. Sebuah keinginan yang sederhana, namun sulit untuk Ghania kabulkan.