hansol gak pernah bosan bilang sama semua orang, bahwa ichan adalah sosok yang paling ia sayangi setelah kedua orang tuanya. ichan bisa ngasih apapun yang hansol mau.
hansol mau jadi anak pintar? ichan bisa ajak belajar bareng. hansol mau makan sosis goreng? ichan bisa buatkan. hansol mau dipeluk? ichan bisa rentangkan kedua lengan kecilnya untuk merengkuh bahu kekasih tampannya ini.
hansol mau luka di dahinya diobati? ichan bisa ambilkan betadine, lalu bersihkan luka itu. hansol mau menjauhi kenakalan remaja? maaf, ichan tidak bisa bantu. tapi, ichan tetap dukung. ia tau hansol tidak seurakan itu. ichan berjanji, akan selalu di sisi hansol, lelakinya.
sayangnya, papa dan ayah ichan termakan stereotip kebanyakan orang. anggota geng motor pastilah orang jahat, tidak terdidik, bahkan tidak terurus. padahal, bukan seperti itu kebenarannya.
rasanya, ichan sudah kehabisan kata-kata untuk membela hansol di hadapan kedua orang tuanya. tapi ichan tidak menyerah, hansol juga tidak ambil hati atas perkataan orang tua ichan. mereka berdua memilih untuk tetap pada batas wajar, supaya orang tua mereka tidak marah.
"chan, kamu dipesenin ojek aja, ya? motorku kayanya masih lama ini dibenerinnya." hansol bangkit dari posisi jongkoknya, usai memperhatikan penjelasan pegawai bengkel yang juga sibuk mengotak atik motornya.
ichan memandangi motor itu dengan iba. si loreng, motor kesayangan hansol yang sering ia bawa balapan liar, mendadak mogok saat mengantarnya pulang dari les.
hansol pasti kesal. ichan ingin membantu, tapi ia tak bisa lakukan apapun selain duduk menunggu sembari menyeruput es jeruk yang ia beli di depan bimbelnya.
"aku nunggu kamu aja," tolak ichan lembut. dia menggeser posisi duduknya, mempersilakan hansol mengisi bangku panjang yang kosong di sebelahnya.
"udah mau maghrib, chan." hansol mencoba memberi pengertian pada kawan sekelas sekaligus pacar kecilnya itu.
"terus kenapa? kita kan nggak ngapa-ngapain. ayahku juga pasti ngerti, kok." ichan tetap pada pendiriannya, membuat hansol menghela napas dengan berat.
"ichan, aku pesenin gocar, ya? kita pulang bareng." hansol meraih ponselnya di saku celananya. ia membuka aplikasi hijau putih dan mulai mencari driver yang cocok.
"terus motor kamu?" tanya ichan cepat.
"nanti aku balik ke sini lagi." alis hansol terlihat menyatu saat ia mencoba fokus menggulir screen ponselnya. sesekali ia mendengus karena kesulitan menemukan driver.
"hans," panggil ichan dengan suara meninggi. ponsel di tangan hansol segera berpindah tangan setelah direbut oleh ichan.
"ngga usah pesen ojek, ya? kita tunggu aja di sini. lagian kayanya rusaknya ga separah itu, deh. kamunya aja yang lebay." ichan terkekeh melihat hansol yang sepertinya masih kepikiran dengan nasib ichan di rumah nanti.
"nanti kamu kena marah lagi," sangkal hansol.
"udah biasa. kita mabar aja, yuk?" tawar ichan setelah mengembalikan ponsel di tangannya itu.
hansol menurut saja. menit berikutnya, mereka berdua sudah sibuk dengan ponsel masing masing. menarikan jemari di screen ponsel masing masing dengan tatapan ambisius.
semangat, teriakan, keluhan, umpatan terdengar saling bersahutan di antara mereka berdua. tak peduli dengan orang-orang di sekitar bengkel, yang penting mereka tidak mengganggu keseruan sepasang kekasih itu.
dua jam berikutnya, hansol bisa mengantar ichan pulang. tadinya, hansol ingin mampir sebentar sekaligus menjelaskan kepada orang tua ichan perihal keterlambatan tibanya anak semata wayangnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukti [END]
Fanfiction[Vernon x Dino] - Coba buktiin bahwa kamu nggak seburuk apa kata mereka. Bisa, kan? - Fiction - Boys love - High school - lowercase - non baku