Awal Mula

7.8K 804 80
                                    




Prolog

Aku berjalan memasuki wahana permainan yang mirip Timezone, tidak banyak orang yang ada di tempat ini. Dua orang yang sedang berdiri di depannya, membuat Airin menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman. "Teh Kara, Teh Sirly," panggil Airin.

            Kedua perempuan itu menoleh. Aku ternyata tidak salah lihat, itu memang kedua rekan kerjaku dulu. Sudah cukup lama kami tidak bertemu karena keduanya sibuk dengan kehidupan rumah tangga masing-masing.

            "Eh, Airin. Cobain alat ini, Rin," kata Teh Kara, sambil menarik tanganku.

            "Iya, cobain, Rin. Kan kamu doang yang belum ketemu jodoh," tambah Teh Sirly.

            Aku mengerutkan kening, karena bingung. Kemudian mataku menatap mesin mainan di depanku. Sekilas bentuknya seperti mesin mainan biasa, itu lho, seperti mesin permainan yang ketika dipukul dengan palu, akan mengeluarkan skor angka dan nanti akan mengeluarkan tiket yang bisa ditukarkan dengan pernak-pernik yang ada di dekat kasir. "Aku disuruh mukul tombolnya pake palu?" tanyaku.

            Teh Kara mengangguk. "Nanti keluar nama jodoh kamu siapa."

            "Hah?!" Refleks aku langsung kaget mendengar ucapannya. "Serius?"

            "Iya, cobain deh," timpal Teh Sirly.

            "Ini beneran? Teteh berdua udah nyoba?" tanyaku sambil menatap mereka berdua, kemudian mataku memandangi mesin di depanku ini. Di layarnya masih tidak menampilkan apapun, kosong. Hanya layar hitam. Apa mereka berdua, sedang mempermainkanku.

            "Ih nggak percaya banget. Aku udah nyoba, terus keluar nama Renza. Kara juga udah nyoba dan keluar nama Gamma," jawab Teh Sirly.

            Aku jadi penasaran, apa memang mesin ini bisa mendeteksi jodohku? Aku mengembuskan napas kemudian mengambil palu itu, lalu memukul tombol besar yang ada di tengah-tengi mesin ini. Aku memejamkan mata, kemudian memukulnya sekuat tenaga.

            Aku mendengar suara mesin itu, seketika mataku langsung membuka. Layarnya yang tadinya hitam, sekarang menyala, dan ada tulisan berwarna merah yang tertulis di sana.

Tidak Terdeteksi.

            Aku semakin shock, ini maksudnya apa? Aku langsung memandang Teh Kara dan Teh Sirly bergantian. "Teh, ini mesinnya error?"

            "Eh, nggak kok. Tadi aku sama Sirly bisa kok, coba lagi aja."

            "Iya, coba lagi aja."

            Aku akhirnya mencoba memukul tombol itu kembali, tetapi tetap saja yang keluar adalah kata "Tidak Terdeteksi." Aku memukul tombol itu berkali-kali, bahkan saking kesalnya aku tidak lagi menggunakan palu, tetapi menggunakan tangan kosong. Dan tetap saja yang tertulis di layar itu adalah ; Tidak Terdeteksi.

            "Wah, Airin, kayaknya kamu bakalan sendirian terus seumur hidup," ucap Teh Kara.

            "Ya ampun Airin, aku ikut sedih dengan takdir kamu ini, yang tabah ya," lanjut Teh Sirly.

            Aku merasa dadaku terasa sesak, air mata perlahan turun membasahi pipiku. Tidak mungkin, aku tidak mau hidup sendiri seumur hidup. Aku tidak mauuuuuuu.....

*****

Bab 1

Aku membuka mata dengan cepat, kemudian pandanganku langsung terarah pada bagian plafon kamarku yang bolong, karena sudah tak kuat menahan air yang bocor. Untuk pertama kalinya aku merasa bersyukur ada di kamarku yang sempit ini. Tetapi mataku tetap mencari-cari mesin sialan itu. Tentu saja tidak ada mesin itu, yang ada hanyalah lemari pakaianku. Aku langsung terduduk di atas ranjang, napasku masih terengah karena mimpi buruk itu.

No Risk, No StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang