"Gorengan, Kak." Najwa menawarkan gorengan setelah kakinya menginjak teras warung kosong pada dua pemuda. Dua pemuda itu juga berteduh dari hujan deras.
Najwa menggigil. Ia nekat menembus hujan lebat meskipun lupa membawa mantel agar gorengan milik Bu Mira laku terjual.
Disekanya air hujan di wajahnya yang putih alami dengan jemari-jemarinya yang gemetar.
Di dalam plastik besar, gorengannya masih lengkap. Ia pantang pulang sebelum gorengannya habis, Bu Mira akan memarahinya habis-habisan kalau gorengannya masih ada sisa.
Tak jarang ia disalahkan untuk hal-hal sepele, bukan karena gorengan saja. Itu biasa dilakukan Bu Mira yang temperamental pada Najwa sejak gadis itu tinggal bersamanya.
"Kak, mari dibeli, gorengannya masih lengkap. Tahu isi, pisang goreng, bakwan, onde-onde ...." Najwa kembali menawarkan dagangan milik Bu Mira.
Dua pemuda yang memakai masker wajah, awalnya tidak merespons. Keduanya sibuk dengan ponsel masing-masing.
Pria yang satu menggigit bibir bawahnya, detak jantungnya berpacu cepat, akibat menonton film dewasa di ponselnya sejak 15 menit lalu. Ia menoleh, mendapati penjual gorengan terlihat masih remaja. Rambut sebahunya basah, wajahnya yang putih dipenuhi titik-titik air. Bibir mungilnya yang merah bergetar. Baju terusan warna putih agak usang basah menempel memperlihatkan lekuk tubuhnya yang berisi.
Pemuda itu menelan ludah, menyenggol lengan sahabatnya karena fokus main game, seolah tak menyadari ada remaja cantik menawakkan gorengan.
"Apa, Bos? Ntar, nanggung, aku bisa kalah, nih." Rama tidak menoleh, ia tetap fokus main game.
Pemuda yang dipanggil "Bos" kembali menyenggol lengan Rama tanpa berkata-kata.
Barulah, Rama menoleh, melihat dua mata sahabatnya mengarah ke penjual gorengan.
"Oh, Bos mau beli gorengan? Ada gorengan apa aja, Dik?" Rama barusan tidak mendengar saat Najwa menyebut gorengan apa saja yang dijualnya.
Bibir gemetar Najwa kembali menyebut nama gorengan yang ada di plastik besar. Gadis itu meletakkan di lantai sebelah Rama dan membukanya, berharap dua pemuda itu membeli, syukur-syukur dibeli banyak. Itu harapan Najwa.
"Ini masih lengkap, Kak."
"Oh. Bos mau gorengan apa?" Rama menoleh ke arah sahabatnya lagi.
Pria yang disebut bos tidak menjawab, mata elangnya masih melirik ke arah Najwa, ia lantas mendekatkan bibirnya ke telinga kanan Rama, berbisik.
Rama mengerutkan alis, ada ekspresi tak percaya mendengar bisikan sahabatnya yang bernama Devano Putra Angkasa.
Rama sesaat tercekat, mata Devano mengerjap beberapa kali. Mengisyaratkan sesuatu.
"Dik, kami mau borong semua gorengan ini," ucap Rama. Dalam hatinya, seratus persen tidak setuju dengan kemauan Devano. Itu terlalu jahat. Sayangnya, Rama tak bisa menolak permintaan Devano. Meski bertolak belakang dengan kata hatinya.
"Wah, alhamdulillah ... Kak. Terima kasih." Najwa gembira gorengannya diborong. Apa yang diharapkannya terkabul. Ia sudah kedinginan, tak sabar ingin pulang ke rumah Bu Kanti.
Mata letih itu berbinar, dengan semangat ia memindahkan gorengan ke plastik lain.
Devano menyenggol Rama. Lagi-lagi dua matanya mengerjap. Tatapan matanya penuh ... nafsu.
Rama bingung. Dalam hati kecilnya, Benar-bena menolak apa yang diperintahkan Devano, tapi dirinya merasa banyak berhutang budi pada sahabatnya yang kaya raya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KESUCIANKU DINODAI PRIA BERTATO
RomanceMalam itu Najwa, remaja penjual gorengan berteduh dari hujan deras di sebuah warung kosong. Di sana ada dua pemuda yang juga berteduh. Najwa, tak menyangka malam itu adalah malam naas baginya, karena salah satu pria tak dikenal itu menodai kesuciann...