Hai, bertemu lagi denganku.
apa kabar? Kuharap kata "baik" itu muncul dari hatimu, bukan sekadar dari bibirmu yang sering menunjukkan senyum kepalsuan itu.Kali ini, aku akan menceritakan tentang ketika manusia mencintai seseorang yang tak dapat dia raih meskipun ia telah merintih. Ah, mungkin cerita kali ini akan sedikit panjang dan menguras tenaga serta waktumu. Jika kamu belum siap, tak apa, sungguh! Tapi, catatan ini bisa kamu simpan, supaya suatu saat jika kau berada di posisi itu, kamu bisa membacanya untuk sekadar mendeskripsikan tentang perasaan yang ada dalam hatimu. Namun, jika kau kekeuh untuk terus menyelam dalam cerita dan keluh kesah ini. Silahkan, aku akan sangat bahagia jika kau menyukainya.
Baiklah, sekarang aku mulai ceritanya.
aku, mencintai sepasang matanya yang sendu, suaranya yang merdu, wajahnya yang layu, juga bibirnya yang ranum.
Tapi, apalah aku?
Aku hanyalah tempat untuknya berkeluh, tempat bersandar, tempat dimana ia menjatuhkan air dari matanya yang kataku sendu. Apakah aku mengeluh? terkadang, iya. Aku kadang mengeluh, tapi bukan berarti aku tak ingin menjadi seseorang yang paling kau butuh ketika hatimu rapuh. Aku sangat mensyukuri kesempatan itu, kesempatan menjadi seseorang yang tak semua orang seberuntung aku bisa menjadi orang terdekatmu.
Sebelum aku sadar dari tidur panjang karena virus ego yang menginfeksi hatiku, aku sering bertanya dalam diri, untuk apa sebenarnya aku? Namun, tak perlu khawatir, aku telah tak peduli lagi soal untuk apa sebenarnya aku baginya. Melihatnya tetap tersenyum dan menjadikanku tempat untuk segala tangis peliknya itu sudah sangat istimewa bagi orang sepertiku.Aku telah menerima keadaan dan kenyataan bahwa aku tak bisa menggapainya. Aku bukan yang dia mau meskipun dia-lah yang aku mau.
Aku menerima bahwa dia menginginkan sesuatu yang lain daripada aku.
Bukan berarti aku tak cukup, bukan berarti aku tak pantas, bukan pula dia tak bersyukur akan kehadiranku. Tapi, yang perlu dipahami hanyalah setiap orang memiliki kriteria dan keinginan yang berbeda, setiap manusia memiliki ketertarikan berbeda, rasa suka yang berbeda, dan perasaan yang tak sama.Aku tak perlu memaksakan untuk aku mendapatkan seseorang seperti dia. Katanya, perasaan itu laksana hujan, manusia tak akan pernah tau kapan dan dimana hujan itu akan turun, manusia tak akan bisa mengatur hujan itu akan turun dimana dan kapan waktunya. Seperti itu perasaan, manusia tak pernah bisa mengatur dan tak pernah bisa tau kapan serta dimana hujan itu akan jatuh dan berlabuh dimana.
Mungkin akan ada bantahan terkait analogi yang aku berikan, seperti bantahan konyol bahwa hujan bisa diatur layaknya pawang hujan mengatur hujan. Bagiku, pawang hujan tak mengatur hujan, tapi dia meminta hujan kepada entitas yang disebut Tuhan.
Begitupula aku, aku memang tidak bisa mengatur perasaanku atau perasaannya, tapi aku selalu meminta jika Entitas Itu mengizinkan untuk perasaannya jatuh dan berlabuh saja di hatiku.
Apakah itu ikhlas? Apakah itu ego? Menurutku itu keihklasan dan bukan keegoisan. Ego dan tidak ikhlas adalah ketika aku tak meminta hal itu dan terus memaksakan diri untuk menjadi bagian dari hidupnya.Penerimaan diri terhadap suatu hal yang terjadi dalam hidup, menurutku adalah salah satu obat untuk tidak melahirkan kembali keegoisan dalam diri. Kata Mark Manson dalam bukunya yang fenomenal itu, ia berkata bahwa penerimaan terhadap suatu hal yang negatif adalah sebenarnya positif.
Seperti menerima kenyataan bahwa dia tak akan pernah menjatuhkan perasaannya dalam hatiku; seperti menerima kenyataan bahwa aku tak bisa menggapainya meskipun aku menangis tersedu dalam peluknya.Hal itu membuat aku menemukan jawaban tentang argumentasi manusia yang seringkali mengeluh dan menyudutkan Tuhan bahwa untuk apa dipertemukan dan dijatuhkan hatinya jika tak bisa bersama. Menurutku, itu hanya agar manusia tau bahwa: Pertama, agar manusia paham setiap pertemuan itu ada maksud tertentu, entah untuk diambil sebagai pelajaran atau dijadikan kenangan atau bahkan sebagai obat agar manusia itu terus mempunyai alasan untuk tetap hidup. Kedua, agar manusia tau bahwasanya tak semua yang mereka inginkan akan dapat tercapai, dan yang terakhir adalah agar manusia tau bahwa mereka mahluk yang terbatas sehingga muncul penerimaan terhadap diri mereka seperti penerimaan yang sudah aku lakukan tadi.
Aku tak banyak mengerti perihal definisi cinta, karena menurutku cinta itu tanpa definisi, cinta itu kasta tertinggi dalam pelajaran Filsafat.
Namun, jika kau ingin tau seperti apa aku memandang cinta. Biar kujelaskan sedikit.
aku tak akan menjelaskan cinta se-luar biasa yang dijelaskan Jalaludin Rumi mengenai Filsafat Cintanya, atau seperti Sujiwo Tejo yang memahami cinta dengan Filsafat Jawa nya.Bagiku, cinta itu tanpa batas tanpa balas. tak peduli jika nanti tak mendapatkan timbal balik, tapi yang terpenting adalah bagaimana kamu tetap memberi tanpa batas. seperti itu cinta menurutku.
Dan pada akhirnya, aku telah menemukan titik dimana aku mencintainya tanpa mengharap kehadirannya, mencintai dalam diam, dan mencintai layaknya bunyi yang sembunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulisan: Sebuah Catatan Kata
PoesieSebuah catatan kata dari hati yang lara. Tak melulu tentang cinta, semua imajinasi akan tertuangkan.