Part 1

1.2K 82 0
                                    

Gadis itu terus memberontak. Berharap tali yang berada di lehernya, menjeratnya lebih erat dan membuatnya menemui ajalnya. Sesekali memohon kepada Tuhan agar cepat mengambil nyawanya.

Samar samar ia mendengar seseorang meneriaki namanya. Pandangannya mengabur, ia menatap ke arah pintu lalu tersenyum tipis. Ah, kenapa ia melakukan ini? Di sana, ada seorang pemuda yang menangis sembari menurunkannya. Ia membuat kesalahan besar, meninggalkan seseorang yang selalu melindunginya di dunia kejam seperti ini.

Abangnya, Atlas Key Davarendra.

/***\


"Ughh.. kepala guee. Sakit banget." Seorang gadis bangun dari tidurnya. Memegang kepalanya yang terasa sangat sakit. Sakit yang luar biasa.

Ia menatap ke arah samping. Seseorang tertidur di sana, sembari menggenggam tangan nya. Wanita paruh baya yang terlihat lelah.

Gadis itu bangun dari tidurnya. Gerakan tiba-tiba itu membuat kepalanya serasa pecah, hal itu juga membuat wanita paruh baya disampingnya bangun dari tidurnya.

Wanita itu terlihat gelagapan.

"Non, akhirnya nona muda udah sadar. Saya khawatir banget saat melihat nona lagi lagi melakukan hal itu. Nona tunggu disini ya? Bibi panggilkan dokter. Nona tidurlah lagi." Wanita paruh baya itu berlari keluar, meninggalkan gadis yang menatapnya tidak mengerti.

Tidak memakan waktu lama sampai akhirnya gadis itu menyadari bahwa ia sudah berada di tubuh yang lain. Ia, Calista Ruby Davarendra mati dan bertransmigrasi ke tubuh seorang tokoh antagonis novel, Ashila Ruby Wilantara.

Kenapa semuanya terasa klise?

Ruby duduk meringkuk. Ia merasakan penyesalan teramat dalam saat menyadari bahwa ia telah meninggalkan pemuda yang sangat ia sayangi, Atlas Key Davarendra. Ruby ingin menangis, maka akhirnya turunlah beberapa cairan bening dari kedua matanya. Ia menangis sambil menggigit bibir bawahnya, berusaha meredam suara tangisannya.

Ruby hanya berharap, setelah tali itu mengambil nyawanya, harusnya ia pergi ke surga- ah tidak. Tempatnya itu di neraka, ia sudah melakukan perbuatan yang sangat keji dengan memutus tali kehidupannya. Bukti bahwa ia tidak pandai bersyukur.

Cklek

"Dokter. Tolong periksa keadaan nona saya. Lagi lagi nona membuat rumah jadi heboh. Saya khawatir ini mengganggu mental dan fisik nona." Wanita itu terlihat menangis. Beberapa air mata sudah turun sembari ia memohon pada dokter muda yang sedang menatap gadis yang sedang meringkuk di hadapannya.

Setelah menenangkan sang bibi, akhirnya dokter muda itu berjalan pelan ke arah pasien yang sudah ia kenal sejak lama. Pasien yang beberapa waktu belakangan ini selalu datang dalam keadaan hampir mati. Hal itu juga membuat nya khawatir.

"Ruby. Ini aku. Tidurlah, biarkan aku memeriksa mu, ok?" Tidak ada respon yang datang dari Ruby. Samar samar ia hanya mendengar suara sesenggukan dari gadis dihadapannya. Dokter itu mengelus pelan rambut Ruby.

Tanpa diduga, Ruby menggerakkan kepalanya lalu menatapnya dengan tatapan kosong. Itu membuatnya kaget. Sesuatu terasa menyentil hatinya. Melihat tatapan yang penuh penyesalan, tatapan mata jijik, marah, sedih, kecewa yang entah ditunjukkan kepada siapa, juga tatapan yang sudah tidak tau harus berbuat apa lagi.

"Hai? Kamu berbaring ya? Biarkan aku memeriksa mu." Menjadi seorang dokter itu butuh kesabaran ekstra. Maka dari itu, setelah dibujuk berkali-kali, akhirnya Ruby mau tidur dan diperiksa.

Satu hal yang ia tangkap, bahwa pasiennya hilang ingatan. Itu dibuktikan dengan gumaman kecil yang ia dengar dari bibir tipis gadis itu.

"Siapa mereka?"

Dokter berjalan menuju wanita paruh baya yang menatap Ruby khawatir. Dokter itu menjelaskan keadaan Ruby yang membutuhkan orang terdekat untuk bisa beradaptasi. Wanita paruh baya dihadapannya kembali menangis.

"A-ah. Terimakasih, nak Angga. Maaf sekali lagi merepotkan kamu." Wanita itu menunduk dalam dalam.

Angga tersenyum. "Tidak perlu berterimakasih, Bi. Ini sudah menjadi kewajiban saya untuk mengobati pasien. Terlebih lagi dia adalah orang yang sudah saya anggap sebagai adik saya. Bi, saya minta tolong, kalau semisal Ruby sudah keluar dari sini, saya harap Bibi masih mengontaki saya jika terjadi sesuatu dengan Ruby."

Wanita paruh baya itu tersenyum lalu mengangguk. Ia mengantar Angga sampai depan kamar rawat. Lalu kembali masuk sambil berjalan pelan ke arah gadis yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri.

"Non Ruby. Ini bibi. Panggilan bibi itu bi Em. Nona adalah anak bungsu dari keluarga Wilantara. Nona sekolah di SMA Zear. Nona sudah punya tunangan, namanya den Dirgantara Rafael Antarez. Besok gadis gadis yang datang menjenguk nona itu sahabat nona. Non Ruby gak perlu khawatir." Jelasnya.

Ruby hanya menatap bi Em sekilas, ia mengangguk lalu kembali tidur saat kantuk sudah menyapanya.


/***\


"Aaaa~. Ruby jeleg. Kok bikin khawatir lagi sihhh?!! Gue sampai mau kabur dari rumah tengah malam pas bi Em nelfon. Ruby jelek, gue gak suka." Seorang gadis mengguncang tubuh Ruby yang masih terlihat linglung. Mencoba untuk beradaptasi dengan tiga orang gadis yang datang menjenguk nya.

"Heh, Marsha and the bear. Jangan gitu napa? Bisa bisa Ruby balik isdet karena suara toa lo. Dasar. Tapi Ruby, kok lo lakuin itu lagi sihhhh!!! Gue kan khawatir, cok. Masa' gue yang masih muda ini harus berkali-kali khawatir sih? Bisa bisa jadi tua wajah gue."

"Berisik kalian! Hahh~ jangan bikin khawatir lagi, Ru. Lo gak tau gimana khawatir nya kami pas bibi nelfon. Tengah malam Ru, gue sama yang lain jadi kelimpungan tengah malam." Seorang gadis melepaskan pelukan dua sahabatnya dari Ruby. Ia mengusap pelan rambut Ruby. Menatapnya khawatir.

Ruby kelihatan berbeda. Seolah, mengabaikan atensi mereka dan sibuk dengan dunianya.

Gadis itu menatap bi Em yang sedang duduk sambil menatap mereka. Ia berjalan ke sana, ingin bertanya tentang keadaan Ruby.

"Non Hara, nona hilang ingatan. Karena itu dia sedari tadi terlihat linglung dan sering melamun. Non Hara sama nona yang lain tolong jangan terlalu berisik ya? Saya khawatir nona kembali drop." Bi Em menatap gadis di depannya, Hara Michelle Omera.

Hara terkejut saat mendengar temannya hilang ingatan. Pantas saja tadi Hara seolah melihat tanda tanya besar di mata Ruby melihat kedatangannya dan kedua temannya.

"Jadi... Ruby tidak mengingat apapun, bi? Bagaimana bisa? Apa yang dilakukan Ruby tiga hari lalu sampai dia begini? Satu lagi, kenapa bibi baru mengabarkan semalam kalau Ruby di rumah sakit? Saya dan yang lain sedikit kecewa dengan ini, bi. Kami semua juga khawatir dengan keadaan Ruby."

Hara menatap wajah lelah wanita di depannya. Hara sebenarnya tau alasan bi Em tidak memberitahu mereka. Alasannya jelas, bi Em terlalu khawatir sampai tidak bisa menghubungi orang lain. Tapi, tetap saja. Hara kecewa.

"Maafkan saya, non. Saat saya ke kamar nona Ruby tiga hari lalu, kepala nona Ruby sudah berdarah banyak. Ditambah dengan dinding di dekat tempat nona Ruby pingsan juga berdarah. Saya yang terlampau khawatir lupa memberitahu siapa pun. Saya minta maaf." Bi Em menunduk.

Hara lagi lagi menghela nafas. "Baiklah, bi. Saya-"

"MARSHA TOLOL, APA YANG LO LAKUIN!!!"

Revenge from Another SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang