Dok, dok, dok ....
"Yibo, Yibo, ayo bangun. Mau sampai jam berapa kau tidur, nak?"
Eliz Wang menggedor pintu kamar sang anak. Wanita separuh baya itu tengah heran, tidak biasa anak laki-lakinya bangun kesiangan, ditambah kamar yang terkunci dari dalam. Khawatir anaknya mendadak sakit, dan tidak bisa bangun, semakin keraslah Eliz menggendor pintu.
"Nak, apa kau sakit? Bangunlah, atau ibu akan mendobrak pintu kamarmu dengan linggis, sekarang juga," ancam barbar ala seorang ibu.
Sementara di tempat tidur. Yibo baru saja membuka mata, mengerjap sejenak lalu merasakan ... seperti kehilangan, kosong dan nyeri.
Dok, dok, dok, dok ....
"Iya, ibu. Aku sudah bangun," teriak Yibo masih setengah mengantuk, mengerang malas.
Lagi, ketukan pintu kamarnya terasa lebih mengganggu ketimbang apa yang saat ini pemuda itu rasakan. Bolehkah hari ini Yibo bermalas-malasan? Tentu tidak, dia harus mengajar.
"Yi-yibo kau tidak apa 'kan ... yasudah kalau kau sudah bangun. Cepatlah keluar kamar, dan bantu ibu mengantar susu kedelai pesanan Nyonya Lusi."
"Iya, bu, dua puluh menit lagi aku keluar," jawab Yibo lagi sambil melirik ke arah jarum jam dinding.
Pemuda itu inginnya segera bangun menuju kamar mandi. Namun, dia rasakan bagian belakang area punggung ke bawah perih, ngilu yang semakin menusuk. Hingga tanpa sadar dia telah meringis saat berusaha mengambil langkah.
"Apa, semalam aku jatuh dari tempat tidur?" ringisnya kembali, bokongnya terasa habis dimasuki benda dengan paksa. "Ini benar-benar sakit."
Sesaat Wang Yibo menoleh ke arah kasur. Kedua alis pemuda itu berkerut, raut heran dan kebingungan semakin menjadi, ketika didapatinya bercak-bercak darah mengering.
"Tunggu, darah!" Wang Yibo melotot, raut wajahnya berubah panik, tanpa sadar suaranya tengah melengking.
"Yibo, kau kenapa, apa yang berdarah?" teriak Eliz dari luar kamar yang ternyata, belum beranjak selangkah pun dari balik pintu kamar sang anak, mengetuk kembali daun pintu yang masih terkunci. "Yibo!"
Pemuda di dalam kamar lantas menepuk pelan mulutnya sendiri, wajahnya tampak menahan nyeri lagi, kali ini dia berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Segera mencoba berdiri, tetapi kaki pun ikut lemas. Benar-benar pagi yang sial.
"Apa aku terkena stroke," panik Yibo. Akan tetapi, tidak mungkin. Dia tidak ada gejala migran atau asam lambung naik, bahkan dia hampir jarang merasakan sakit kepala. Hanya saat tanggal tua saja dia akan sedikit pusing akibat harus berhemat.
"Bukan apa-apa, bu. Hanya tergores ...."
Eliz mengerutkan alis, mendengarnya. Lantas dia bergumam pelan, "ada-ada saja anak ini." Berbalik dengan santai bersamaan melangkah kembali ke arah dapur. "Cepatlah, Yibo ... Bukan kah, kau juga ada jadwal mengajar hari ini."
"I-iya ...." Wang Yibo di dalam kamar sedang berusaha, berjalan tertatih dengan meraih kursi atau meja yang mampu menopang bobot tubuhnya. Setelah mengajar, dia harus mampir ke klinik Zhoucheng.
****
Sembari menunggu bus datang. Wang Yibo dalam diam tengah merenung, apa yang tengah dia alami sebenarnya. Pemuda itu sesekali memeriksa pesan masuk di gawainya, sehabis itu dia berseluncur di browser---mengetik tanda-tanda gejala yang dia alami---membuatnya semakin merasa tidak masuk akal, tangan kirinya beberapa kali mengelus pinggang, dalam benak bertanya-tanya mungkinkah dia mengalami kelainan, seperti mengigau dan memasukkan sesuatu tanpa sadar ke dalam analnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Luna is Boy [Zsww-Zhanyi]
FanfictionMan x Boy 🔞area Sean Xiao seorang pemuda suku Indian yang digariskan menjadi Alpha dominan, dan memimpin klan Werewolf. Dia kehilangan mate yang belum ditandai. Suatu malam, Sean Xiao ditarik oleh suara pikiran seseorang yang meminta pertolongannya...