Hi, kita ketemu di novelet ini hehe.
Cerita ini sebenarnya tugas sekolah aku lho, dari pada ke buang ceritanya, aku iseng-iseng aja post aja disini.
Walaupun ini bukan novel, dan chapter nya lebih pendek ya semoga ceritanya bisa ngehibur pembaca sekalian^^Kalo mau req cerita boleh banget guys. Aku juga akhir-akhir ini bingung mau bikin cerita apa.
Contohnya kayak ada yang request cerita Nathan-Zea (ASC) itu bagus sihh. Lagi di pertimbangkan juga :)Didalam mobil sedan berwarna hitam berhenti, seorang gadis cantik menolehkan kepalanya ke jendela mobil. Menatap seseorang dengan motor sport hitam yang juga sedang berhenti menunggu lampu hijau menyala. Seorang pria itu terlihat familiar baginya. Dan benar saja, ia kenal pria itu. Merasa yakin bahwa seseorang itu adalah pria yang sangat ia kenal, sontak gadis itu spontan terkejut sambil menutup mulutnya. Jeysen Nathaniel, pria yang ia suka diam-diam sejak lama.
Sarah Queenraa, atau biasa dipanggil Rara. Dengan degup jantung yang memompa keras, gadis itu dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan langsung memotret Jeysen. Rara menatap pria dengan Hoodie hitam itu dengan tatapan kagum.
Walaupun wajahnya tertutupi helm, tapi kenapa dia tetap terlihat keren? Batinnya.
Melihat beberapa kendaraan sudah mulai bergerak jalan, Rara menebak bahwa lampu hijau sudah menyala. Terlihat Jeysen juga mulai melajukan motornya dengan cepat dan menyalip kendaraan didepan.
Rara lalu melirik pada ponselnya. Menatap foto Jeysen yang tadi ia ambil diam-diam sambil tersenyum malu. Karena tidak bisa menahannya senyumnya lagi, Rara memeluk tasnya erat sambil tersenyum dibalik tasnya agar sopirnya tidak melihat dirinya yang sedang senyum-senyum sendiri.
Beberapa menit kemudian, akhirnya mobilnya berhenti tepat didepan gerbang sekolahnya, SMA Pelita.
Supir itu berkata, "udah sampe non, mau di jemput jam berapa nantinya?"
Rara menoleh pada sang sopir sambil tersenyum lalu berucap, "nanti Rara kabarin ya mang, makasih."
Setelah mendengar sang sopir setuju, Rara langsung keluar dari mobilnya.
Merapikan rambutnya yang tadi sempat di kuncir mamanya, setelah itu mulai dengan yakin melangkah masuk kedalam sekolah dengan hati riang.Rara menolehkan kepalanya kearah parkiran motor. Dari kejauhan ia melihat motor Jeysen yang ternyata sudah terparkir rapi disana.
Melihat itu tanpa sadar pipi Sarah merona. Ia menggigit bibirnya gugup sembari tetap melangkah menuju kelasnya.Setelah menaiki anak tangga terakhir, Rara tiba di lantai tiga yang mana letak kelasnya berada. Tapi saat akan berbelok menuju kelasnya, di lorong kelas ia melihat Devan dan Naufal duduk santai bermain game. Niat ingin menyapa namun akhirnya Rara urungkan karena yakin mereka tidak akan mendengar sapaannya. Dua sahabat Jeysen itu tengah memakai headset. Jadi Rara hanya berjalan melewati mereka.
'Jeysen kemana ya? Kok cuman ada mereka?' batin Rara. Bahkan Galih, juga sahabatnya Jeysen tidak terlihat disana.
Disaat tengah sibuk membatin, Rara melihat Jeysen yang baru saja keluar dari kelas.
Rara refleks langsung menunduk begitu saja. Ia tak berniat untuk menyapa Jeysen jadi ia pura-pura tidak lihat saja.Jeysen yang memang tidak menoleh padanya karena tadi cowok itu menunduk sambil sibuk menyugarkan rambutnya kebelakang.
Rara memegang tali tasnya erat dengan perasaan gugup.
Jeysen menegakkan kepalanya setelah selesai merapikan rambutnya. Ia tanpa sengaja melihat Rara yang baru datang. Tersenyum miring, Jeysen melirik Rara yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu hingga menunduk begitu.
Saat mereka berpapasan, Jeysen melirik sekilas pada Rara dan dengan jahil mengelus puncak kepala Rara pelan berniat untuk menyapa gadis itu lalu kembali memasukkan tangannya kedalam saku celananya.
Pria itu tetap melangkah dengan pandangan kedepan, berniat menyusul Devan dan Naufal berada.
Merasa elusan yang tak terduga, Rara sontak melebarkan matanya terkejut. Dengan cepat ia berlari masuk ke dalam kelasnya. Ia melempar tas ke mejanya dan langsung duduk memeluk tasnya.
Pipinya yang sudah memerah malu sekarang. Huh! Beruntung kelas kosong karena masih pagi sekali.
Rara menoleh kebelakang tepat dimana letak tempat duduk Jeysen. Terlihat diatas bangkunya ada Hoodie hitam pria itu. Rara kembali menundukan kepalanya dimeja sembari memeluk tasnya erat.
Rara tetap menunduk hingga sapaan sahabatnya terdengar, Alexa.
Beberapa jam kemudian, bel pertukaran jam berbunyi. Rara sontak langsung berhenti menulis. Ia menoleh pada teman sebangkunya, Alexa.
"Habis ini, jam pelajaran apa?" Tanya Rara.
"Jamkos Raa, buk Sri gak masuk kata ketua kelas. Sakit soalnya." Jelas Alexa.
Rara ber-oh-ria. Ia menoleh kebelakang melihat para sahabatnya yang tengah asik ngemil. Ayu yang tengah menghadap belakang sambil berbicara dengan Bunga. Sementara Resti yang kalem seakan tidak peduli dengan apapun.
"Kenapa Raa?" Tanya Resti saat Rara menoleh padanya.
"Um, ntar istirahat mau makan apa?" Tanya Rara. Namun matanya sesekali menoleh kebelakang tepat dimana Jeysen sibuk berbicara dengan temannya.
"Oh, gue nanti cuman mau makan roti yang dibawa dari rumah. Males kalau mau jajan." Ujar Resti.
"Oh, gitu ya. Okay." Rara kembali memutar kepalanya menghadap ke depan saat Jeysen memergokinya yang sedang menatapnya diam-diam. Karena malu, Rara kembali menghadap ke depan.
"Jeysennn... Aku kemarin kalau gak salah ngeliat kamu deh, di kafe. Itu beneran kamu kan? Yang pake kaos hitam terus pake topi hitam?" Teriak Aca, bendahara kelas. Gadis itu langsung duduk disamping Jeysen sambil meletakkan buku kas nya dengan kasar diatas meja.
Rara diam-diam mendengar, gadis itu perlahan menyandarkan punggungnya mendengar teriakkan yang cukup terdengar jelas itu.
"Ya, terus kenapa?" Tanya Jeysen datar. Naufal yang melihat Aca duduk di kursinya memilih mengalah, menjauh dari sana, berbalik menuju Devan dan Galih yang sudah anteng bermain game dilantai belakang kelas bersama teman-temannya yang lain.
"Gak papa sih, cuman nanya. Hehe.." jelas Aca.
Jeysen hanya bergumam tak minat. Saat akan berdiri dan berniat menyusul Devan dan Naufal, Tangan Jeysen dicekal Aca dengan cepat.
"Eh, bentar Jeysenn... Aca belum selesai ngomong." Keluh Aca manja.Jeysen menaikkan sebelah alisnya tak paham. Kenapa gadis ini begitu memaksa? Melirik singkat pada tangan Aca yang mencekal tangannya, Jeysen berdecak kesal.
"Lepas, gue gak suka disentuh." Ucap Jeysen dingin. Lalu menghentakkan tangannya dengan keras agar genggaman Aca lepas.
"Ish, bentar doang kok. Lagian-"
"Gue gak peduli." belum selesai Aca berbicara, Jeysen langsung memotong ucapan Aca dengan suara datarnya. Pria itu langsung berlalu dari sana membuat Aca cemberut tak suka.
Rara yang diam-diam melihat itu hanya bisa menghembuskan nafasnya pasrah. Ia sungguh tidak suka melihat Aca dekat dengan Jeysen.
Ia cemburu, tapi ia sama sekali tidak punya hak apa-apa. Emang ia siapanya Jeysen?
"Eh, gue ke toilet bentar ya." Ujar Ayu tiba-tiba.
"Eh, bentar. Mau ikut." Timpal Alexa. Gadis itu sekilas berkaca merapikan hijabnya, setelah melihat Ayu sudah berdiri ia ikut berdiri diikuti dengan Resti.
"Gue juga ikut. Ra gak ikut?" Timpal Resti
Rara menggeleng, "enggak dulu deh."
"Mau iku juga. Raa, titip hape ya." Ucap Bunga sambil menatap Rara. Setelah melihat anggukan Rara, mereka berempat langsung beranjak keluar dari kelas.
Rara akhirnya sendiri. Gadis itu menyandarkan punggungnya ke kursi, ia melirik ke arah arlojinya, jam masih menunjukkan pukul 09.12 WIB. Sedangkan jam istirahat pukul 09.45 WIB. Jadi masih banyak waktu untuk menunggu istirahat. Diam-diam gadis itu mengeluh.