Bahasa membingungkan. Tapi Aku suka. Kalau masih mau baca silahkan.
Jangan lupa buat vote kalau suka dan komen kalau greget.
- Happy reading Readers -
•
"Koran.... Koran...."
Tukang koran biasanya mampir pagi-pagi sekali. Tetangga akan mengatakan bahwa kita tidak lagi membutuhkan koran atau semacamnya. Tapi itu tidak masalah meski zaman berada di era modern.
Solar seperti biasa menyirami tanaman dan Halilintar tersenyum pada pria di depan rumah mereka dengan berbagai maksud.
Tetangga yang terdiri dari satu anak, istri, dan suami itu dan Halilintar sama-sama membenci bagaimana keluarganya dan keluarga orang itu terlihat sama.
Mereka semua tidak pernah akur. Termasuk dirinya dan pria itu, Solar dan istrinya, dan Supra; anaknya dengan anak laki-laki itu.
"Ayah, di mana Ibu?" tanya Supra sambil duduk di teras rumah memakai sepatunya.
Halilintar tidak menjawab. Dia tetap tidak mengalihkan pandangan sekecil apapun dari pria yang kini tengah memamerkan kemesraan antara dirinya dan istrinya.
Solar sangat sibuk akhir-akhir ini. Dia seringkali mengalami mimpi buruk dan mengatakan bahwa mimpi itu berulang-ulang.
Suatu ketika Halilintar terbangun di tengah malam hanya untuk mengambil air untuknya. Ada kalanya gelas kaca itu pecah karena Solar menepisnya. Di tengah malam dia akan begadang dan tidak tidur. Saat Halilintar bertanya, Solar akan menjawab, "Masalah di tempat kerja tidak terselesaikan dan masalah terus datang menghampiriku." Tetapi seolah itu tidak menyelesaikan apapun.
Begitu Halilintar bertanya, apa itu? hubungan mereka akan selalu berakhir di ranjang. Seolah-olah... Solar tidak ingin membicarakannya.
"... Ayah?"
Secara spontan, Halilintar berbalik ke arah suara yang memanggilnya. Supra memandangnya dengan sedih dari samping. Dia berdiri dengan bibir yang di gigit. Lantas, Halilintar segera mengusap wajahnya dengan kasar.
Apa yang telah kulakukan? pikirnya.
Saat sendirian, Halilintar merasa Solar menyembunyikan sesuatu. Alasan Solar selalu menghindar dari pertanyaannya dan bagaimana dia sedikit demi sedikit membenci eksperimennya. Tapi kenapa Halilintar tidak bisa mengatakannya? Apa yang mengganggu Solar? Apa yang mengganggumu? Halilintar hanya ingin tahu. Dia ingin berguna sebagai pasangan. Namun, mengapa begitu sulit bagi mereka?
Siaran radio tiba-tiba terdengar dengan suara yang tidak terlalu keras.
[Selamat pagi semua.]
[Berita pagi dari Pulau Rintis....]
Pemadaman listrik.
Halilintar segera menutup pintu dan menguncinya.
Tampaknya, selain pemadaman listrik, hujan lebat akan segera turun. Laporan cuaca mengatakan itu tidak bagus. Pasti ada guntur dan kilat juga. Halilintar mengambil persediaan lilin untuk berjaga-jaga jika mereka membutuhkan penerangan. Biasanya, Solar akan panik terutama ketika dia ....
Tiba-tiba, rintik hujan turun satu per satu.
Sangat lambat. Seperti tidak ada gravitasi.
Halilintar tidak ingat kapan terakhir kali rumah mereka begitu sepi. Kehangatan yang pernah ia rasakan sepertinya telah menipis seiring waktu. Suara barak api di dekat ruang tamu tidak dapat mengembalikan kehangatan yang telah lama hilang dan Halilintar tidak dapat memperbaiki situasi dengan cara yang sama.
Perlahan, Halilintar mulai menjelajahi rumahnya. Satu persatu kenangan itu mulai terukir di benaknya, membentuk kenangan yang begitu indah.
Kehidupan yang sudah Halilintar miliki. Kehidupan yang selalu ia dambakan. Tapi kemudian, dia mulai berhenti. Meraba salah satu bangku di meja makan. Membayangkan bagaimana pagi itu mereka akan menjalani kehidupan mereka sehari-hari dengan gembira. Banyak candaan yang dilontarkan dan Halilintar akan terlambat masuk kerja karena menggoda istrinya yang manis. Tapi sekarang .... bangku itu kosong. Mereka tidak menggunakannya lagi.
Sudah berapa lama sejak mereka makan bersama?
Semakin dalam, Halilintar memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Satu-satunya tempat di mana dia dan Solar bisa saling terbuka. Tapi sekali lagi dia berhenti, dan ingatan itu menghilang.
Ketika Halilintar pulang dengan lelah, Solar akan ada di sana, duduk di tempat tidur mereka. Dia akan merentangkan tangannya dan memberikan sedikit ciuman manis. Mengatakan bahwa "Kamu sudah bekerja keras. Tidurlah. Giliran ku yang memanjakan mu." Tetapi bahkan untuk sesaat, Halilintar merasa mati.
Halilintar terdiam di antara anak tangga. Dia bahkan tidak yakin Solar akan memikirkannya lagi. Sejak saat itu, tidak ada kata-kata manis yang keluar. Hanya kekosongan. Hanya mata dengan lingkaran hitam yang akan menyambutnya di malam hari. Suatu kali Halilintar mengatakan bahwa mereka akan mengunjungi dokter kenalannya, tetapi Solar menolak. Dia baik-baik saja.
Halilintar mulai menggerutu. Stres saat itu mengganggunya. Ditambah dengan rumah tangga yang hampir hancur, Halilintar pergi hanya untuk minum-minum.
Malam itu, dia menyadari kalau Solar menangis sendirian tanpa dirinya.
Kekasihnya terlalu sibuk dengan pikirannya dan Halilintar terlalu bodoh untuk meluangkan waktu.
Dia hanya gagal, aku tahu.
Jadi sebenarnya, untuk apa Halilintar di sana?
Dia bahkan tidak bisa menjadi pasangan yang baik untuk kekasihnya, untuk keluarganya. Ketika tangan itu berhasil menyentuh kenop pintu hanya untuk mendengar isak tangis, bagaimana dia bisa bertahan dengan berpura-pura tidak tahu apa-apa? Halilintar tahu segalanya tapi dia hanya membohongi dirinya sendiri.
"Kau berbohong padaku Halilintar—KAU BERBOHONG PADAKU!! Aku ingat menciumnya pagi ini. Tapi foto kita jatuh! Dan hatiku mati rasa. Kau dengar itu Halilintar? MATI RASA!!!"
Jeritan Solar terdengar menyakitkan kala itu. Suara nya tercekik dan pandangannya tak searah.
[Mereka bilang rasa sakit seorang Ibu adalah ketajaman sejati.]
"Apa yang telah kau lakukan .... Putraku, putraku yang berhargaa...."
Halilintar mulai terdiam. Dia terduduk dihadapan Solar. Ia memandang kosong lantai dengan air mata mengalir satu demi satu. Dia bahkan menyadari meskipun mereka berbagi penderitaan yang sama, rasa bersalah dan ketidakberdayaannya tidak seberapa dibandingkan dengan rasa sakit yang Solar rasakan.
[Seharusnya tidak begini ....]
"Maaf.... Aku minta maaf." Halilintar terus membisikkan permintaan maaf nya, tidak peduli apakah dia harus mengatakannya ribuan kali.
Tapi Solar tidak bisa mendengar.
Dia tidak ingin mendengar apapun.
"PERSETAN DENGAN MU!!" Solar menampar Halilintar. Air mata itu tidak akan berhenti begitu saja.
[ Cerita yang rumit.]
[Sebenarnya ini didedikasikan untuk seseorang. Tapi .... Ah sudah lah. Ini sudah tamat omong-omong.]
. . . .
YOU ARE READING
HaliSol Fanfic: The End of Us
Fanfiction(TAMAT) [ SHORT ] Dalam suatu hubungan, kedua pasangan saling memiliki dan mereka saling percaya. Halilintar dan Solar saling memiliki tapi tidak saling percaya. FamilyAU! HaliSol