Jam 1 malam.
Bukan waktu yang tepat untuk seorang perempuan pulang berkegiatan di jam larut. Terlebih, yang dimaksud adalah kekasih dari anak tunggal konglomerat, Mikage Reo.
"Reo?" (Name) memanggil, tapi sama sekali tidak ada sahutan dari dalam rumah yang cukup besar itu. Ia berkeliling mencari sosok dengan surai ungu tersebut.
"Baru pulang?" Reo bersandar di ambang pintu kamar.
Yang ditanya hanya mengangguk.
"Kau tau ini jam berapa?"
"Jam 1."
"Kemana saja hari ini?" Reo masih menatapnya tajam.
"Aku ada janji dengan teman."
Menghampiri sang puan, Reo mengendus sedikit udara di sekeliling (Name).
"Laki-laki?"
(Name) sedikit ragu dan menjawab. "Ada tiga orang."
"Jumlah perempuannya?"
"Ditambah aku jadi berdua."
Tampak kesal, Reo menarik (Name) masuk ke kamarnya.
"Tunggu– Reo!"
"Mau protes?" Sepasang mata menatap (Name) tajam.
"Salahku... maaf..."
"Kau kira ucapan maafmu saja cukup?" Laki-laki dengan tinggi badan 185cm itu mengangkat dagu (Name), membuat mata mereka bertemu dengan wajah sang puan yang mendongak ke atas.
Ia mengusap bibir (Name) dan menghela napas berat. "Kau tau yang harus kau lakukan, kan?"
(Name) mengangguk pasrah, duduk di tepi tempat tidur dan mengikat rambut sebahunya dengan style messy bun.
Blazer yang ia kenakan turut dilepaskan, bahkan hingga pakaiannya. Menyisakan sosoknya dengan pakaian dalam yang sangat Reo sukai.
Mikage Reo tersenyum. "Bilang apa?"
"...aku mohon." Ucap sang gadis dengan mata yang berkaca-kaca, menatap visual Reo yang berdiri di hadapannya.
Reo mengikat rambutnya dan melepaskan kaos yang ia kenakan.
Tangannya meraih kedua tangan (Name), dan membuat (Name) melepaskan bawahan yang belum terlepas dari tubuhnya.
Glek.
Menelan ludahnya sendiri, (Name) tau saat ini Reo sedang marah besar. Kemarahan yang bahkan belum pernah ia lihat di tahun kedua hubungannya dengan putra konglomerat Mikage.
Reo merupakan pribadi yang cemburuan. Ia tidak segan menyuruh orang-orangnya membersihkan 'hama' yang mengganggu di sekitar kekasihnya.
Bahkan untuk bertemu dengan lelaki lain saja Reo harus ikut untuk memastikan keamanan (Name).
(Name) meraih milik Reo yang sudah menegang di hadapannya.
Menggerakkannya maju mundur secara perlahan, namun sedikit demi sedikit mempercepat temponya.
Melihat Reo yang terbuai dengan sentuhannya, (Name) semakin memberikan service yang ia bisa untuk memuaskan kekasihnya sebagai permintaan maaf.
Tiba-tiba Reo melepaskan tangan (Name) dan mendorong kepala (Name) mendekat pada miliknya.
"Blow on it." Bisik Reo di telinga (Name).
Melihat kekasihnya tampak ragu, Reo yang tidak sabar langsung mendorong miliknya pada mulut sang puan.
"Mmph–"
(Name) tersentak. Benda besar dengan sedikit rasa hangat itu kini memenuhi rongga mulutnya.