Sanctum is a home.

16 0 0
                                    

nb:
- You read the story from Lee's point of view (POV)
- For comfortable reading, playing song (Train Wreck by James Arthur).
- Hopefully you get important points from this story

HAPPY READING GUYS🫶🏻








Langkah kaki itu kian mendekat, semakin lama semakin terdengar jelas. Aku berusaha untuk tetap diam dan menahan napas. Udara kian menipis, aku kehabisan kesempatan untuk menghirup bebas.

Ketukan sol sepatu dilantai marmer semakin nyaring masuk kedalam Indra pendengarku, yang ku yakini itu adalah bagian terburuk.

Tarik aku...

Tarik aku keluar...

Kumohon, tarik aku.

Aku belum siap untuk semua ini.

Aku belum cukup mampu bertanggung jawab atas perbuatanku.

Siapapun selamatkan aku.



_________________________________

"detak jantung pasien semakin melemah dokter" ujar perawat yang sedari tadi mengamati tubuh ringkih diatas brankar rumah sakit.

Tubuh ringkih yang dulunya sangat ku bangga banggakan gagahnya, sangat ku sombongkan tampannya, serta sangat ku eluh eluhkan kelebihannya.

"siapkan alat kejut jantung" anggukan dari perawat menjadi jawaban atas perintah dokter yang ku tebak sudah setengah abad usianya.

Tuhan, jika memang diberi kesempatan aku ingin menebus dosaku terlebih dahulu daripada kembali memenuhi panggilanmu

tit.. tit.. tit..

"1 2 3"

tit.. tit.. tit..

Biarkan aku menjadi hamba-Mu yang patuh akan perintah dan larangan-Mu.

Berikan aku kesempatan sekali lagi Tuhan,

Aku ingin bertaubat atas perbuatanku dimasa lalu

"jantungnya kembali  berdetak normal dokter" peluh sebiji jagung diusap tanda usahanya tidak sia sia.

"syukurlah, katakan pada pihak keluarga bahwa pasien akan tetap diberikan penangan intensif diruang ICU"

"baik dokter"

tuk..tuk..tuk..tuk...

Perlahan ku dengar langkah kaki menjauh. Mungkin sekarang aku dibiarkan sendirian lagi.

_________________________________


"ahahaha ini lucu bukan? kau harus membelikan aku beberapa jika mengatakan ini lucu, apalagi dengan gombalan murahanmu yang selalu membuatku tersipu"

Pria manis ini kekasihku.

Ya benar.

Dia seorang lelaki yang sama sepertiku, seseorang yang mempunyai apapun yang aku miliki.

Kebahagiaanku, semestaku, bulan dan bintangku.

"kau lebih lucu sayang, dari ribuan pernak pernik yang berwarna, kau lebih indah daripada yang lainnya" kuberikan usakan halus pada pucuk kepalanya.

Dia menoleh kearahku dan tersenyum manis sekali, aku bersumpah itu adalah yang termanis.

"mnn, aku tau itu, Lee"

Apa itu? Kedipan genit? Siapa yang mengajari kekasih manisku ini?

"jangan lari Na, kau tau aku akan selalu menangkapmu" ujarku sedikit berteriak karna sudah tertinggal lumayan jauh darinya


_________________________________

Hujan deras mengguyur kota yang tak pernah mati ini, dicuaca buruk pun masih kulihat lalu lalang orang yang sibuk dengan pekerjaannya masing masing.

"dingin sekali sepertinya, jadi ingin memeluk Nana" gumamku dalam diam.

Ku ulurkan tanganku menggambar pola acak di kaca jendela yang ditetesi rintiknya air hujan.

Sendu.

Dan perasaan mengganjal sedari tadi tak kunjung berlalu.

"ada apa ini? mengapa aku gelisah sedari tadi?" melangkah perlahan kearah dapur yang hanya dipisahkan sekat lurus yang menghubung pada ruang tamu.

"sedikit lebih baik" ku taruh kembali gelas bekas air dingin yang sudah ku tandaskan.

"drrrrtttt... drtttttt" [suara dering ponsel]

_________________________________

"kumohon bertahan" ku genggang sangat erat tautan jemarinya, gusarku kini menghasilkan buah buruk yang sama sekali tak pernah ku bayangkan.

"jangan tinggalkan aku, kumohon bertahan" suara lantai yang beradu dengan sepatu serta roda brankar rumah sakit memenuhi pendengaranku.

Tuhan, doaku tulus begitupun Ikhlasku hari ini. apapun Kehendak-Mu, ku yakini itulah yang terbaik untuk kekasihku.

"maaf pak, silahkan menunggu diluar, kami akan berusaha semampu kami"

Anggukan berkali kali kuberikan pada petugas kesehatan yang membawa tubuh tak berdaya kekasihku

"lakukan apapun, tak perlu pikirkan biaya, aku akan mengurus administrasinya" dan anggukan itu menjadi jawaban terakhir sebelum 4 jam lampu berwarna merah diatas pintu ruang operasi dimatikan.

Tuhan, aku siap mendengar karma ku, aku siap mendengar segala keputusan yang Kau Kehendaki-

pun jika tidak bisa bersama, aku sudah lebih fasih mengetahui fakta itu-

namun jika diperbolehkan, aku ingin tidak tahu diri dengan meminta dia utuh kembali,-

sekalipun tanpa diriku.

_________________________________

"dia siapa daddy?"

hening

"daddy~"

sampai terdengar rengekan mendayu seorang bocah kecil cantik yang tak mendapat respon dari orangtuanya.

"ah, dia adalah teman daddy dulu sewaktu kuliah"

Tidak masalah.

Rasanya sudah biasa seperti ini.

Namun, aku tak pernah mengatakan bahwa itu tidak menyakitkan.

8 tahun aku hidup dalam bayang bayang dirinya, yang ku tau bahwa aku pun sudah tak layak disebut sebagai Hamba-nya.

Aku pendosa.




END

Sanctum.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang