Kandaku

10 3 5
                                    

Panggil saja aku Rini. Aku sudah berteman dengan dia sejak tahun 2014. Meskipun hanya lewat pertemanan FB, tapi sangat berarti bagiku. Saat itu aku tahu dia sudah memiliki kekasih. Aku tak bermaksud ingin menikungnya. Hanya ingin sekadar berteman. Sepertinya dia sangat setia pada kekasihnya. Itu masih bisa kupahami.

Tahun terus berganti hingga akhirnya sampai di tahun 2021. Aku lebih akrab dengan dia. Aku tanyakan umurnya, ternyata umurnya lebih tua dariku. Maka dari itu aku memanggilnya Kanda dan dia memanggilku Dinda. Kutanyakan kabar hubungannya dengan kekasihnya. Karena aku tak mau dianggap pelakor. Rupanya dia sudah tak bersama dengan kekasihnya itu. Dia sudah jomblo.

Abaikan saja status jomblonya. Yang jelas aku sangat menikmati pertemanan aku dan dia. Walau masih lewat messenger. Aku dan dia tak pernah bertemu langsung. Tapi keakraban pertemanan kita sangatlah seru. Kita selalu saling melempar joke hingga kita selalu tertawa bersama. Sampai-sampai aku dan dia mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak kita bahas: masalah jodoh. Mungkin dia hanya bermaksud bercanda, tapi aku sangat serius mengingat ucapannya tentang itu. Kita saling berjanji: jika kita tak kunjung bertemu jodoh, kita akan menikah.

Aku semakin menyukainya bahkan mencintainya. Semakin lama aku kehilangan kewarasanku karena cintaku padanya. Sampai-sampai karena kepedulianku padanya, aku mencarikan lowongan pekerjaan untuknya. Namun tak ada hasilnya.

Akhirnya dia pergi ke Arab Saudi untuk bekerja di sana. Kita masih berhubungan baik walau jarak lokasi kita semakin jauh bahkan sangat jauh.
Sepertinya dia sangat menikmati pekerjaannya di sana.

Lambat laun dia merasakan perasaan yang tak sepantasnya aku rasakan padanya. Lalu dia mengatakan dengan terus terang kalau dia sudah dijodohkan dengan sepupunya oleh ibunya. Dia tak ingin memberiku harapan palsu. Meskipun begitu kita masih dekat.

Beberapa minggu setelah itu, akun messenger miliknya tak bisa aku hubungi lagi. Aku menanyakannya lewat Instagram.
"Aku lupa password messengerku," jawabnya.
Sejak saat itu aku menjauh darinya. Karena aku pikir dia sengaja menghapus akun messengernya agar bisa menjauh dariku.

Seiring berjalannya waktu aku mencoba menghapus perasaanku terhadap dia. Meski tak semudah membalikkan telapak tangan. Namun tetap kucoba. Yang aku jadikan alasan untuk menjauhi dia saat itu: prasangka dia yang sengaja menjauh dariku karena dia tahu kalau aku menaruh perasaan padanya.

Sejak saat itu meskipun aku tahu akun Instagram dia, aku nggan mengirim pesan padanya. Tekadku waktu itu sudah benar-benar bulat. Aku ingin menghilang dari hidupnya. Hingga akhirnya aku berhasil melupakannya. Mungkin karena kita tak pernah bertemu langsung, jadi tidak ada kenangan yang lebih kuat sehingga bisa lebih cepat bagiku untuk melupakannya. Hanya puisi-puisi tentang dia yang telah kubuat yang masih bisa membuatku mengenang dia. Memang tak semudah itu menghapus dia seutuhnya dari ingatanku. Masih jelas bekas yang tertinggal. Dia temanku yang baik. Tempat berbagi suka dan duka. Dan yang lebih penting lagi, dia bisa berbicara menggunakan Bahasa Inggris. Dengannya aku bisa mengasah kemampuanku dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris. Yang pasti itu sangat bermanfaat bagiku.

Sampai tahun 2022, aku kembali menyapanya, meskipun aku sudah tak mengharapkan cintanya. Dia masih seperti dulu yang aku kenal: asyik. Aku mengajaknya bercanda seperti dulu. Dan sampai sekarang pun persahabatan diantara kita masih terjalin dengan sangat baik. •
15.12.22

*Cerpen ini diangkat dari puisi Kandaku

CerpenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang