000

71 10 0
                                    

ㅤㅤㅤNama saya Winny Renoch, seorang gadis blasteran Belanda-Indonesia. Dimana ibu saya merupakan seorang Pribumi, sedangkan ayah saya adalah keturunan Belanda asli.

Saya lahir di Indonesia, walau ayah keturunan Belanda saya baru sekali menjejakkan kaki di sana. Itupun saat saya masih sangat belia dan belum mengerti apa-apa.

ㅤㅤㅤNamun, dari dulu sampai sekarang satu hal yang selalu saya rasakan ... saya sangat cinta terhadap Indonesia. Kepada keberagaman yang ada, makanan yang disajikan, suasana yang begitu nyaman dan pemudanya yang bernama Khafi Aksara.

ㅤㅤㅤSeorang pemuda yang sudah menjadi teman sejak saya masih kanak-kanak, hingga sekarang di mana usia saya menginjak angka sembilan belas. Dia adalah pemuda yang setia, selalu ada di saat-saat terburuk saya— saat saya menerima perundungan dari beberapa pribumi yang mengatakan bahwa saya penjajah mereka. Pemuda yang manis dan sopan tutur katanya, tetapi pernah satu ketika ia sangat marah karena sesuatu yang menimpa saya, katanya ....

"𝑲𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒎𝒖𝒏𝒂𝒇𝒊𝒌! 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒕𝒂𝒔𝒏𝒂𝒎𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒔𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒓𝒖𝒏𝒅𝒖𝒏𝒈𝒏𝒚𝒂, 𝒑𝒂𝒅𝒂𝒉𝒂𝒍 𝒊𝒕𝒖 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒌𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒌𝒆𝒑𝒖𝒂𝒔𝒂𝒏 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏!"

Meski berakhir dialah yang dipukuli, tetapi tindakannya sangat berani. Ah, setiap kali saya mengingatnya, saya selalu ingin mengatakan padanya. Sayangnya sejak empat hari lalu saya tidak melihat keberadaannya secara langsung, karena ia sedang pergi membantu ayahnya (yang merupakan seorang pemilik kebun teh.) memeriksa kebunnya yang lain, dan tempatnya cukup jauh dari sini.

ㅤㅤㅤWalau begitu pagi ini di tanggal tujuh belas Agustus, saya sudah bersiap-siap sejak pagi sekali. Topi, dasi, juga perlengkapan lain yang bisa saya bawa untuk menghadiri upacara hari ini.

"Kamu yakin mau ikut upacara?"

"Iya, Ayah. Ini hari kemerdekaan Indonesia, tidak mungkin saya lewatkan."

Saya dapat melihat keraguan di mata ayah dan ibu, mereka selalu seperti ini saat tidak ada Khafi. Padahal saya bukan anak kecil lagi, mengapa mereka selalu memperlakukan saya seperti ini?

"Lebih baik tidak usah, kamu masih bisa melakukannya tahun depan saat Khafi ada."

"Tidak, Ibu ... Ayah. Tidak masalah, saya akan baik-baik saja karena ini hanya upacara di kampus saja."

Akhirnya mereka menyerah dengan kekerasan kepala saya, lantas memberikan izin kepada saya pergi ke kampus untuk melakukan upacara bendera.

"𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎, 𝑡𝑎𝑛𝑎𝘩 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑙𝑖𝑎
𝑇𝑎𝑛𝑎𝘩 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑦𝑎, 𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑛𝑎𝑙𝑎𝘩
𝑎𝑘𝑢 𝑏𝑒𝑟𝑑𝑖𝑟𝑖, 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎-𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛𝑦𝑎.
𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎, 𝑡𝑎𝑛𝑎𝘩 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎, 𝑃𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎
𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎𝑛𝑦𝑎, 𝑚𝑎𝑟𝑖𝑙𝑎𝘩 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑜𝑎,
𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎 𝑏𝑎𝘩𝑎𝑔𝑖𝑎. 𝑆𝑢𝑏𝑢𝑟𝑙𝑎𝘩 𝑡𝑎𝑛𝑎𝘩𝑛𝑦𝑎,
𝑆𝑢𝑏𝑢𝑟𝑙𝑎𝘩 𝑗𝑖𝑤𝑎𝑛𝑦𝑎, 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑠𝑎𝑛𝑦𝑎, 𝑅𝑎𝑘𝑦𝑎𝑡𝑛𝑦𝑎, 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎𝑛𝑦𝑎.
𝑆𝑎𝑑𝑎𝑟𝑙𝑎𝘩 𝘩𝑎𝑡𝑖𝑛𝑦𝑎, 𝑠𝑎𝑑𝑎𝑟𝑙𝑎𝘩 𝑏𝑢𝑑𝑖𝑛𝑦𝑎, 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎 𝑅𝑎𝑦𝑎."

Bait kedua lagu Indonesia Raya dikumandangkan dengan lantang, bersamaan dengan Sang Saka Merah Putih yang mulai mendekati pertengahan tiang. Saya berdiri di sini, di barisan belakang (karena lebih tinggi dari yang lain) melakukan penghormatan dengan sikap tegap.

[ Jeno x Winter ] The Past ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang