SYUTT
"KERJA BAGUS JAGOAN!!" teriak Jeongwoo saat melihat sang putra dengan lihai memanahkan busur tepat pada jantung kijang.
Sang putra menoleh dan memamerkan senyumnya kepada sang ayah. Jeongwoo mengusap pucuk kepala putranya dan menepuk pundak lebarnya.
"Aku tidak menyangka, kau sudah sebesar ini putraku. Dulu kau masih setinggi pinggangku tapi sekarang lihatlah tinggimu sama denganku. Melihatmu sekarang, membuat ayah dan ibu bangga karena berhasil mendidikmu dengan baik. Kau kebanggaan Pack, putraku." ucap Jeongwoo.
"Terimakasih sudah merawat dan membesarkanku. Kau tau aku bukan anak kan----"
"Kau anakku, Rowoon. Apapun alasannya kau tetap anakku, ketika kaki kecilmu melangkah memasuki istanaku kau sudah menjadi anakku, putraku. Jangan pernah mengatakan kau bukan anak kandungku. Kau dan Jeongha sama. Kalian anak ayah dan ibu." ucap Jeongwoo. Rowoon mengangguk dan memeluk sang ayah erat. Dirinya sungguh beruntung memiliki Jeongwoo dan Haruto sebagai orangtua asuhnya. Orangtuanya bahkan melanggar peraturan kerajaan demi dirinya, membuat derajat dan posisinya sama dengan yang lain.
Jeongwoo berjalan ke arah kijang yang telah terbaring kaku lalu mencabut panah yang di lesatkan putranya.
"Hadiahkan itu pada ibu dan adikmu. Mereka pasti bangga"
Mendengar perintah sang ayah, Rowoon pun dengan bangga mengangkat kijang tersebut dan berjalan pulang.
Sesampainya di istana, dirinya langsung menghampiri sang ibu dan adiknya yang sedang berlatih di halaman belakang. Kaki panjangnya melangkah dan berhenti ketika melihat dua orang yang sangat ia sayangi sedang duduk sembari berbincang, lebih tepatnya Jeongha yang mendengar Haruto berbicara.
Ia melangkah mendekat dan kini berdiri tepat di depan ibu dan adiknya.
"Ibu, Jeongha" keduanya mendongak dan terkejut melihat seekor kijang besar di depan mereka. Haruto langsung tersadar dan tersenyum bangga. Ia berdiri dari duduknya, melangkahi kijang tersebut dan memeluk putranya erat. Tangannya menepuk punggung lebar putranya lembut lalu melepasnya.
"Akhirnya, kau berhasil melakukannya." ucap sang Ibu.
"Ya ibu. Aku berikan itu untuk ibu dan adikku" Haruto tertawa pelan lalu kembali menatap kijang tersebut.
"Mengapa ibu dan adik?" Rowoon mengedikkan bahunya lalu menghampiri sang adik yang hanya diam dan menatapnya berbinar.
Cup
Rowoon mengecup lembut dahi adiknya dan mengangkat satu tangannya, menangkup pipi halus sang adik.
Haruto menggeleng maklum melihat interaksi kedua putranya. Sudah biasa dirinya melihat Rowoon yang begitu memanjakan dan menyayangi Jeongha, adiknya.
Tanpa menyadari jika Rowoon menyayangi Jeongha bukan lagi sebagai adiknya melainkan sebagai bagaimana laki-laki menyayangi kekasihnya.
"Kijang itu untukmu" bisik Rowoon. Jeongha tertunduk malu lalu memeluk sang kakak erat.
"Aku menyayangimu, Jeongha" Jeongha mengangguk dalam pelukannya lalu mendongak menatap lekat wajah rupawan sang kakak.
"Eum, aku juga menyayangimu, kak" balas Jeongha. Rowoon tersenyum getir mendengar betapa mudahnya sang adik menjawab pernyataan sayangnya. Jeongha masih menganggapnya kakak, tidak lebih. Jeongha masih belum sepenuhnya mengerti arti sebenarnya tentang ucapan dan tindakan Rowoon padanya.
"Rowoonie, bawa kijangnya ke kastil. Biar ibu dan bibi Mashi masak" ucap Haruto. Terpaksa kedua kakak beradik itu melepas pelukan mereka dan Jeongha membulatkan matanya saat sang kakak mencium bibirnya kilat. Matanya berkedip cepat lalu tersentak ketika sang ibu memanggilnya.
"Kau melamun?" tanya sang ibu. Jeongha tersenyum lebar dan menggeleng. Ia menggandeng sang ibu dan berjalan memasuki kastil.
Di kastil, sudah ada Jeongwoo yang kini duduk berbincang bersama Junghwan. Obrolan mereka terhenti sejenak ketika Rowoon, Jeongha dan Haruto masuk.
"Bibiiiiiii~~~~" teriak Jeongha ketika melihat Mashiho yang berdiri di dapur. Rowoon menggeleng melihat Jeongha yang berlari menyalipnya demi memeluk Mashiho. Rowoon meletakkan kijang itu dan ikut memeluk Mashiho.
"Rowoonie! Wah kau sekarang besar sekali huh?! Baru bibi tinggal beberapa bulan, kau sudah sebesar ini. Asahi pasti akan terkejut melihatmu sekarang" ucap Mashiho. Rowoon tertawa pelan dan melepas pelukannya.
"Kau saja yang terlalu kecil, bibi" goda Rowoon.
"Yak! Kau ini ya, heii kemari biar bibi tarik telingamu!!!" Rowoon berlari dan bersembunyi di belakang sang ibu. Mashiho mencoba meraih lengan kekar keponakannya namun Rowoon dengan mudah menghindar dan menjulurkan lidahnya, mengejek bibi kecilnya.
"Yak!! Kemari kau anak nakal! Bisa-bisanya mengataiku kecil!! Kemari bocah nakal!!"
"Eitss tidak kena haha" Mashiho menghentikan langkahnya dan menatap Junghwan, rencananya meminta pembelaan.
"Junghwanie, katakan pada anak nakal ini kalau aku tidak kecil." ucap Mashiho sambil menunjuk Rowoon yang kini duduk di tangga dengan tatapan mengejek ke arah bibinya.
Junghwan tertawa mendengar itu lalu mengangguk. Matanya menatap Rowoon dan senyum jahil ia tunjukkan pada keponakannya.
"Rowoon-ah kau tidak boleh begitu. Bibimu ini tidak kecil---"
"Nah kau dengar itu kan? Aku tidak kec---"
"Bibimu tidak kecil jika hanya ada Asahi di sampingnya" lanjut Junghwan. Mashiho yang mendengar itupun melotot tajam dan menghentakkan kakinya menuju dapur. Gelak tawa memenuhi seisi ruangan. Jeongwoo menggeleng pelan dan melanjutkan membaca bukunya sembari menunggu makan malam. Dia senang suasana kastil kembali ramai karena kedatangan Junghwan dan Mashiho.
"Bibi" panggil Rowoon
"Apa?!" ketus Mashiho. Rowoon tertawa keras.
"Jangan merajuk. Kau seperti Boomin saja" Mashiho melirik sinis lalu kembali fokus ke daging kijang yang beberapa sudah di potong oleh Haruto.
Haruto tertawa pelan dan menepuk pucuk kepala Mashiho lalu menatap putranya.
"Rowoonie berhenti menggoda bibimu. Naik keatas, bersihkan dirimu. Ajak adikmu sekalian. Kita makan malam bersama" perintah Haruto. Rowoon mengangguk dan menghampiri Mashiho lalu mengecup pipi kanan bibinya dan berbisik di telinganya.
"Aku menyayangimu bibi kecil" setelah itu, Rowoon melesat pergi dengan Jeongha yang turut ia bawa.
Mashiho menatap keponakannya yang kini naik keatas lalu terkekeh pelan.
"Aku tidak menyangka, Rowoon sudah sebesar ini"
"Benar. Aku dan Jeongwoo beberapa kali membicarakan Rowoon dan Jeongha."
"Kau tidak berencana memberikan adik untuk mereka?" tanya Mashiho. Haruto tertawa dan menggeleng.
"Tidak. Mereka berdua sudah terlalu besar untuk memiliki adik." Mashiho mengangguk lalu keduanya mengolah kijang hasil buruan Rowoon untuk makan malam.
.
.
.
"Kak, kamarku di sebelah. Kenapa membawaku kemari?" tanya Jeongha. Rowoon membuka kemeja satinnya, menampilkan lekuk tubuh kekarnya yang terbentuk sempurna. Jeongha tertunduk malu melihatnya lalu berbalik hendak pergi ke kamarnya. Dahinya mengernyit ketika pintu di depannya terkunci.
"Kak, buka pintunya. Aku harus mandi"
"Bantu aku menggosok punggungku lalu kau boleh kembali" Jeongha menghela nafas dan mengangguk pasrah.
.
.
.
Pre-release 1
Ini masih pre-release yaa, ada satu atau dua pre-release lagi sebelum chapter dimulai. Untuk yang pertama memang nggak fokus ke Jeongharu, aku mau nunjukin ke kalian Jeongha dan Rowoon dulu. Baru pre-release kedua akan aku fokuskan ke Jeongharu.
Kasih pendapat kalian di sini dan jangan lupa voment nya yaaa. Aku seneng kalau kalian nyerbu book aku dengan komenan kaliann hehehe..
See you on pre-release 2 guys!!! Love you all
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINO (S2)
FanfictionKehidupan keluarga Jeongwoo dan Haruto selama 20 tahun sangat bahagia. membesarkan kedua putranya dengan baik dan membuat keluarga mereka terkenal harmonis. Namun apa jadinya jika sang Putra Mahkota, putra sulung Jeongwoo dan Haruto menemukan arsip...