•Cahaya untuk bulan•

14 5 4
                                    

Ketika dilahirkan hingga saat ini kita tidak akan pernah tahu jalan hidup seperti apa yang akan dilewati kedepannya.

Impian setiap anak kecil pasti ingin memiliki kehidupan yang menyenangkan saat dewasa nanti, namun apakah mereka pernah terpikirkan bagaimana cara mendapatkan kehidupan yang menyenangkan itu?

Mereka pasti berpikir menjadi dewasa adalah hal yang mudah, mereka mempunyai cita-cita dan yakin bahwa cita-citanya akan menjadi nyata dewasa nanti.

Namun saat menginjak remaja baru tahu rasanya putus asa dengan kehidupan, apa yang menjadi impian saat kecil tak lagi diinginkan.

Mereka hanya ingin hidup dengan tenang, hidup seperti sedang tertidur pulas selama-lamanya.

Sewaktu kecil Luna sangat ingin menjadi dokter, karena dia ingin menyembuhkan Ibunya yang sedang sakit. Namun sebelum impian itu terwujud Ibunya terlebih dahulu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Saat itu pun Luna tidak punya siapa-siapa lagi, orang-orang terdekatnya satu-persatu pergi meninggalkannya. Ayahnya meninggal dunia saat Luna masih di dalam kandungan. Kini dia hanya bisa memandangi foto ayahnya yang sudah buram dan hampir tidak terlihat jelas raut wajahnya.

Sehari sebelum Ibunya tiada Luna pulang ke rumah dengan sumringah, tangannya memegang sebuah surat.

"IBUUUUU" Luna memanggil Ibunya dengan nada bahagia, setelah itu dia memeluk erat Ibunya.

"Ada apa sayang? Kelihatannya kamu senang sekali" Ibunya tersenyum seraya membalas pelukan.

"Luna dapat beasiswaaa.." Luna melepas pelukannya lalu memberikan surat yang dia pegang.

Kalau saja dia tahu itu adalah hari terakhir bersama Ibunya, ia tidak ingin melepas pelukannya.

Luna telah bersungguh-sungguh belajar, hingga dia mendapat beasiswa universitas yang sangat dia inginkan. Hari itu adalah hari yang tidak pernah ia lupakan. Namun kebahagiaan hanya datang sesaat, keesokannya Luna menemukan Ibunya telah tergeletak tidak bernyawa di lantai. Saat ditemukan meninggal, Ibunya sedang memegang kalung dengan liontin berbentuk bulan.

Luna ingat bahwa Ibunya sangat ingin sekali membelikan kalung untuknya tetapi tidak mempunyai uang yang cukup, jadi Ibunya menabung dan berjanji akan membelikannya suatu saat nanti.

Setelah kejadian itu, hidup Luna sangat berubah. Dia tiba-tiba memilih untuk menolak beasiswa, entah apa yang ada di pikirannya saat itu. Ia telah menyia-nyiakan kerja kerasnya dan menghentikan impiannya.

Kini dia hanya memikirkan bagaimana cara bertahan hidup, dia merasa Tuhan mungkin saja sebentar lagi akan memanggilnya juga. Jadi untuk apa mengejar impian kalau di dunia ini kehidupan manusia hanya sementara. Pikirnya.

Rasanya Luna ingin kembali ke masa kecilnya, masa dimana dirinya tidak perlu bersusah payah memikirkan kehidupan yang rumit ini.

Luna memegang liontin bulan yang menggantung di dadanya, bulan merupakan arti dari namanya. Bulan tidak bisa bersinar sendiri dia memerlukan cahaya matahari untuk membuatnya bersinar terang. Seperti bulan tanpa matahari, Luna telah kehilangan cahayanya.

•••

Dua tahun telah berlalu, tepat di hari ini Luna berulang tahun yang ke dua puluh tahun. Baginya hari ini sama seperti biasanya, sepi dan menyedihkan.

Tidak ada kue ulang tahun, lilin, ataupun kejutan bahkan ucapan selamat. Yang dilakukannya saat berulang tahun adalah berdoa agar Tuhan cepat mempertemukan dia dengan Ayah dan Ibunya.

Kini Luna telah bekerja di sebuah toko buku, dia sudah terbiasa hidup dengan mandiri. Namun perasaan tidak bisa berbohong, ia masih belum bisa mengikhlaskan kepergian Ibunya.

Luz para la LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang