Foto-foto hitam putih berserakan di meja kerja. Berteman dengan koran dan majalah usang yang warnanya telah menguning. Ditambah alat tulis, dompet, ponsel, kuncil mobil, dan dua buah notes kecil berukuran lima belas senti, yang sampulnya terbuat dari bahan kulit anti air.
Wajah seorang pria jadi primadona di setiap foto, majalah, dan koran yang ada di meja itu. Di salah satu foto yang diambil di sebuah perumahan di Los Angeles, pria itu tersenyum bahagia sambil memeluk putranya dari belakang. Sang putra kala itu baru berumur empat tahun. Dalam foto itu, tinggi bocah laki-laki tampan berlesung pipi itu masih sepinggul ayahnya.
Tapi sekarang, jika disandingkan, tinggi bocah laki-laki yang telah tumbuh jadi pria dewasa idaman wanita itu malah sudah melebihi tinggi mendiang ayahnya. Anak pertama pria dalam foto itu, Brandon Atreya Reizian namanya.
Brandon kini tengah duduk seorang diri di ruang kerjanya. Menatap haru wajah sang ayah sambil sibuk mengingat-ingat kembali kenangan saat foto itu diambil.
"Papa...," gumamnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku kangen papa."
Lamunan Brandon terhenti saat pintu ruang kerjanya diketuk. Sharon Ayudia Reizian, adik satu-satunya memasuki ruang kerjanya dengan senyum merekah seperti biasa.
"Hai, kakakku yang paling ganteng," sapanya seraya jalan berlenggak-lenggok di atas high heels warna perak setinggi lima senti.
Tas jinjing merek channel keluaran terbaru dikempit di tangan kirinya. Sharon menarik kursi lalu duduk persis di depan meja kerja Brandon. Senyumnya perlahan lenyap tatkala dilihatnya wajah sang ayah tercetak abadi di setiap foto, koran, dan majalah—yang memang sengaja Brandon kumpulkan.
"Hai, sudah makan?" tanya Brandon sambil meletakkan foto sang ayah ke atas meja. Belum peka apa penyebab hilangnya senyum dari wajah cantik adiknya.
"Sudah," jawab Sharon acuh tak acuh. "Buat apa sih?"
Dahi mulus Brandon sedikit mengernyit. Ditatapnya Sharon dengan bingung, "Buat apa apanya?"
Sharon mengambil salah satu foto ayahnya, yang lagi bergaya kece ala remaja 80-an sambil memakai kacamata hitam. "Nggak ada gunanya lagi berurusan dengan orang yang sudah meninggal, Brand," ujarnya, iba dengan kelakuan sang kakak.
"Tapi orang yang kamu maksud sudah meninggal itu adalah papa kamu sendiri, Nona Sharon."
"Ya, aku tahu. Tapi seandainya papa lihat kelakuan kamu dari alam sana, apa dia nggak akan jadi lebih sedih lagi?"
Nada bicara Brandon perlahan meninggi, "Aku cuma mau tahu apa penyebab asli kematian papa. Apa itu salah?"
"Ck, buat apa? Memangnya kamu nggak baca hasil otopsi dari pihak forensik?!"
Emosi Brandon seketika meletup-letup. Sampai detik ini, belum ada yang mampu membantahkan teorinya kalau pihak forensik dan kepolisian sengaja menutup-nutupi apa penyebab asli kematian sang ayah, David Reizian.
"Omong kosong! Nggak mungkin orang sehat kayak papa tiba-tiba bisa kena pembengkakan otak!" bentak pria setinggi 185 senti itu. "Kamu bisa dengan mudahnya melupakan papa, karena kenangan kamu dan papa nggak sebanyak kenangan aku sama papa!"
Ah, di sinilah Sharon merasa jengkel. Siapa pula yang mau dilahirkan jadi anak kedua yang beda usianya lima tahun dengan kakaknya? Kalau bisa memutar waktu, dia juga berharap mau dilahirkan lebih awal supaya bisa bersama-sama lebih lama dengan mendiang sang ayah.
Kedua tangan Sharon mengepal. Rahangnya agak menggertak. "Terus apa yang mesti aku lakukan, Brand?! Toh papa sudah nggak ada! Kapan kamu mau sadar dan move on sama kehidupan kamu sendiri?!"
![](https://img.wattpad.com/cover/329476429-288-k294941.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Candu Terlarang Sang Konglomerat [ON HOLD]
Romance⚠🔞WARNING 21+ MENGANDUNG KONTEN CERITA DEWASA, VERY MATURE, ROMANCE⚠🔞 Buat yang masih di bawah umur harap menyingkir! Update setiap Senin, Rabu, Jumat Brandon Atreya Reizian punya semua yang didambakan banyak orang. Uang yang selalu mengalir. Eli...