Awal pertemuan bisa saja memiliki potensi adanya pertemuan selanjutnya, atau bahkan tidak akan ada lagi setelahnya.
✿✿✿
Langit sore kota Bandung sangat indah sekali, Xavano sudah menyelesaikan kelasnya hingga pukul empat sore . Ia bergegas menuju tempat tujuannya bersama anak HIMA lainnya untuk penggalangan dana di sekitar kampusnya. Semenjak semester dua hingga semester tujuh sekarang, ia merupakan anak HIMA (Himpunan Mahasiswa) jurusan arsitektur dari Fakultas Seni Rupa dan Desain di salah satu kampus swasta di kota Bandung.
"Van, gila lo," Jevan memukul tas yang hanya menempel sempurna di bahu kanan Xavano, membuat Xavano kaget dan menghentikan langkah kakinya.
Jevan Dirgantara, salah satu teman dekat Xavano selama kuliah. Anaknya sangat petakilan dan usil, sebenarnya Xavano juga begitu, bedanya Xavano masih tahu tempat.
Xavano menatap heran, "gue waras, Jev."
"Bisa-bisanya lo nolak cewek secantik dan seseksi Fanya, kalo aja Fanya sadar pasti dia nyesel suka sama lo, Van. Cowok setengah normal." Ucap Jevan tanpa berdosa.
Xavano membuang nafas kasar mendengar ocehan Jevan, manusia yang tak bisa melihat cewek seksi, matanya langsung berubah menjadi hijau.Xavano jelas normal, hanya saja belum ada perempuan yang bisa membuatnya jatuh hati.
Fanya adalah salah satu perempuan yang sejak awal semester menyukai Xavano, sekelas dengannya. Xavano yang terkesan baik ke siapapun disalah artikan oleh Fanya. Xavano pernah membantunya, mengantar pulang ketika ban mobil milik Fanya bocor. Xavano pure membantunya, tapi Fanya menganggapnya berbeda.
Jangan gitu ya jadi cewek, ntar sakit sendiri kebanyakan berharap.
"Ujen mana, Jev?" Tanya Xavano mengalihkan pembicaraan Jevan, sebab Ujen alias Jeno belum ada kelihatan sama sekali sejak kelas tadi.
"Tuh anak paling ketidu--," ucapan Jevan terhenti ketika melihat kantin yang tak jauh dari lahan parkiran. "Itu Ujen, anak stres." Sambungnya dengan menunjuk arah kantin di mana Jeno berada. Xavano mengarahkan pandangannya mengikutin telunjuk Jevan.
"UJEEENNNNN STRESSSS," teriakan Jevan sungguh berpotensi merusak gendang telinga Xavano. Terbukti Xavano mengusap-usap kasar telinganya. Terlihat Jeno langsung menyadari teriakan Jevan, ia segera berlari menghampiri Jevan dan Xavano di parkiran.
"Lord!" Sapa tegas dari Jevan dengan sikap hormat kepada Jeno ketika sampai. Bagaimana tidak, Jeno tidak masuk kelas tapi malah asyik makan di kantin. Jeno dan Xavano tertawa melihat tingkah Jevan, dan si Jeno malah ikut menundukkan badannya sebagai pertanda menghormati juga. Xavano geleng-geleng kepala melihat kedua temannya yang sedikit kurang seperempat itu.
Jeno Arvindo, si paling santai, jarang masuk kelas tapi nilainya selalu aman.
Mereka bertiga berbincang ringan hingga sampai ke gerbang utama kampus, mereka akan melakukan penggalangan dana di jalanan sekitaran kampus.
Xavano sebenarnya tidak terlalu aktif dalam berorganisasi di dalam kampus, ia lebih sering membantu mamahnya mengurus bisnis yang sudah dijalankan mamahnya sejak Xavano belum lahir. Sedangkan ayah Xavano sibuk mengurus dan mengecek beberapa toko material milik keluarganya yang sudah cukup banyak tersebar di berbagai kota.
Tak heran jika Xavano menolak ketika ditawarkan menjabat sebagai ketua, ini saja menjadi bagian HIMA karena suatu kewajiban jika seluruh anggota kelasnya wajib mengikuti HIMA, sebab jumlah mahasiswa di kelas Xavano terbilang sangat sedikit.
Xavano mengenakan topi berwarna hitam dan juga kacamatanya. Rambutnya dibiarkan berantakan, keringat mulai menetes di dahinya. Penggalangan dana kali ini cukup menyenangkan, karena cuaca tidak terlalu panas hari ini.
Setengah jam berlalu, penggalangan dana akan selesai setengah jam lagi. Xavano sesekali memperhatikan anak laki-laki yang membawa keranjang jualannya di trotoar, ia berniat akan menghampiri anak itu ketika penggalangan dana selesai.
Lampu merah membuat seluruh pengendara berhenti, ini juga menjadi kesempatan Xavano dan anak-anak lainnya untuk menggalang dana atas musibah yang telah menimpa masyarakat salah satu kota di Jawa Barat.
Xavano bersama Jeno dan Jevan melakukan tanggung jawabnya masing-masing, sesekali mereka saling memberi kode jika ada pengendara yang sinis atau pun sewot. Namanya juga manusia, ya.
Xavano menghampiri motor matic berwarna biru yang dikendarai seorang perempuan. Perempuan itu memberikan selembaran uang 10 ribu, Xavano segera menundukkan kepalanya sebagai tanda terima kasih. Tak sengaja mereka eye contact, terlihat jika perempuan itu tersenyum kepada Xavano, walaupun tertutup masker namun jelas kelihatan dari matanya.
Xavano sempat terjebak di mata itu, matanya indah.
"Kak, beli dong kerupuk aku, ini buatan ibu aku loh, enakkk!!" Xavano dan perempuan itu dikagetkan dengan anak laki-laki penjual kerupuk keliling itu.
Perempuan itu langsung menyambut hangat tawaran anak laki-laki tersebut, "woaahh, kakak mau dua ya." Sambil menyerahkan selembar uang berwarna merah jambu, alias seratus ribuan.
Anak laki-laki itu bingung menatap uang tersebut, "udah sisanya untuk kamu aja ya tapi kamu jangan sampai malem disini."
Xavano yang melihat itu tersenyum hangat. Jarang sekali ia melihat perempuan seperti ini.
"Makasih banyak ya kak, ini kerupuknya," anak itu segera berlalu setelah memberikan kerupuk tersebut.
Uhuk uhuk
Bukan, Xavano bukan pura-pura batuk. Ia benar-benar batuk.
"So-sorry," Xavano meminta maaf kepada perempuan itu yang mungkin terganggu dengan batuknya.
"It's okay, nih," perempuan itu memberikan satu buah masker berwarna putih, sama seperti masker yang sedang dikenakannya.
Xavano sedikit bengong, "kayaknya kamu gak bisa kena debu ya, lain kali kalo ke jalan gini pake masker."
Xavano menerimanya walaupun sedikit syok, ia menatap lama mata milik perempuan itu.
Tin tin tinnnn
Sial, lampu hijau!
"Oke, byee." Perempuan itu segera menutup kaca helmnya, hendak melajukan motornya.
"Makasiiiih," teriak Xavano. Ia segera berlari ke trotoar, jangan sampai diamuk pengendara.
"Gilaaa si Vano, galang dana apa cari cewek sih?" Ujar Jeno yang sudah ada disebelah Xavano.
"Diem ah," sahut Xavano acuh, ia mengenakan masker pemberian perempuan yang ntah siapa namanya.
"Gue balik duluan, mau anter nyokap balik ke Garut," Xavano memberikan kotak galang dana yang ada ditangannya ke Jeno.
Jeno menerimanya dengan kesal, "woles lo nyetirnya!"
Xavano mengacungkan jempolnya tanpa melihat Jeno, ia segera menghampiri mobil miliknya dan menuju rumahnya.
Tak lupa, ia pun merealisasikan niatnya sejak tadi. Ia menghampiri anak laki-laki penjual kerupuk itu, membeli 5 bungkus kerupuk. Xavano kembali mengingatkan ucapan perempuan tadi ke anak laki-laki tersebut agar tidak sampai larut malam di jalanan. Xavano seketika kembali mengingat pertemuan singkatnya dengan perempuan itu. Sedikit menyesal karena tidak sempat berkenalan singkat.
✿✿✿
enjoy ya, semoga bisa secepatnya update part 3, thank you!