4

499 43 2
                                    

Park Jimin memasuki rumah Taehyung dengan banyak kantung jajanan ditangannya. Rumahnya tidak terkunci, tentu saja, ini masih siang dan Taehyung ada di dalam.

Jimin tidak tahu apa yang sudah terjadi sampai Taehyung menulis kalimat aneh dalam chatting mereka. Sahabatnya itu tidak pernah seperti ini sebelumnya, atau hanya Jimin yang tidak pernah tahu?

Min Taehyung menelungkupkan kepalanya di atas meja makan saat Jimin masuk. Jimin yakin sekali pemuda itu tidak sedang tidur. Samar, Jimin melihat bahu pemuda yang lebih muda beberapa bulan darinya itu bergetar halus.

Taehyung menangis?

Ia letakkan kantung-kantung jajanan di atas meja lalu duduk di samping Taehyung. Tangannya menjulur mengusap lembut bahu Taehyung yang bergetar.

"Taehyung, are you okay?"

Pemuda yang lebih muda tak menjawab, bahkan tak bergeming sedikitpun.

"Lo bisa cerita apapun ke gue. Apa alasan lo pengen benci gue? Kalo emang gue salah, gue minta maaf"

Taehyung menggeleng dalam telungkupnya lalu mulai menegakkan tubuhnya.

"Lo gak salah, gue yang salah. Gue yang egois"

"Cerita Taehyung! Jangan nyalahin diri sendiri. Gue gak tau mau respon apa kalo lo gak cerita"

Taehyung menatap tepat pada mata Jimin. Mata yang selalu berhasil membawa ketenangan dalam setiap cemarut masalahnya. Mata terindah setelah mata ibunya. Mata yang akan tersenyum bersamanya saat bahagia dan menangis bersamanya saat sedih.

Taehyung luluh, ia menceritakan semua yang ia rasakan. Sakitnya, kecewanya, amarahnya, irinya. Semua tanpa luput satupun. Sesekali nafasnya terasa sesak menahan desakan perasaan yang carut marut, namun ia tetap melanjutkan kisahnya hingga tuntas. Ia keluarkan semua rasa yang selama ini bergelung di batinnya.

"Kak Yoongi satu-satunya keluarga gue Jim, tapi sekarang gue bahkan gak tahu, Kak Yoongi masih anggep gue adeknya atau enggak."

Jimin termenung, sedikit terkejut menyadari bahwa Taehyung merasakan semua sakit itu. Dia memang menyadari bahwa Yoongi lebih sering berada di rumahnya beberapa waktu ini, tapi dia tidak menyadari Taehyung akan merasa kesepian dan tersisih. Tentu saja Jimin merasa bodoh dan jahat, ia adalah alasan utama mengapa Taehyung merasakan semua sakitnya.

Tapi Jimin menyadarkan diri, ini bukan waktunya untuk menyalahkan diri atau orang lain. Yang terpenting adalah memperbaiki keadaan.

"Gue bakalan ngomong sama kak Yoongi, gimanapun juga lo adeknya. Lo lebih punya hak ditemenin kak Yoongi daripada gue. Gue minta maaf selama ini selalu diam dan gak pikirin perasaan lo."

Taehyung menggeleng. "Jangan minta maaf, lo gak salah. Gak ada yang salah disini. Yang salah cuma situasinya yang emang gak memihak ke gue."

Jimin memeluk Taehyung dan menepuk pundaknya. "Gue sayang sama lo Tae, lo tau kan? Gue gak mau seneng-seneng sementara lo menderita. Jangan pernah ngerasa sendirian Taehyung. Kalaupun dunia gak memihak lo, selalu masih ada gue di pihak lo. Lo bisa ngadu apapun ke gue, lo bebas nyalahin gue, lo bebas marah bahkan benci gue. Gue pasti tetap di pihak lo."

Detik itu Taehyung menangis dalam pelukan Jimin. Ia tumpahkan semua sesaknya karna setelahnya ia ingin melepas amarahnya pada Jimin, ia ingin membuang semua rasa memuakkan yang seharusnya tidak pernah ada.

Jimin terlalu berharga untuk menjadi musuhnya.

~~~

To be continue...

BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang