should we?

3 0 0
                                    

"dy, yakin?"

anindy tidak mengubris pertanyaan kara sama sekali, pandangannya tetap fokus memandangi city light dibawah sana, karena memang harusnya pertanyaan itu sudah tidak perlu dijawabnya lagi, dia tak ingin membahasnya berulang ulang, apalagi hari ini

setelah satu harian menghabiskan waktu bersama, mengunjungi tempat tempat yang sudah mereka list jauh jauh hari, akhirnya sampailah mereka ke list terakhir; menikmati city light di puncak pas sambil makan jagung bakar

"karaaa ayo foto, liat sini" anindy berusaha mencairkan suasana dengan mengeluarkan handphonenya dan membuka kamera agar kara tidak lagi membahas hal yang itu

"untuk apa lo ambil foto kalo ujung ujungnya nanti dihapus juga"

"ck udah udah senyum cepett, satu .. dua .. tigaaa, okeee" anindy menarik lengan kara agar sedikit mendekat dan mengambil beberapa foto selfie disana

"dy..." kara memanggil anindy dengan wajah datar, sedangkan anindy sibuk dengan handphonenya; memilah milah foto mana yang bagus untuk diuploadnya ke instagram stories

"kar, kita bisa nikmatin malam ini aja ga? gausah bahas yang itu dulu, i'm yours loh malam ini"

"gimana bisa gue nikmatin malam ini kalo mulai besok sampai seterusnya gue gaboleh liat lo lagi? gue mau lo ga cuma malam ini aja, anindy"

iya, ini malam terakhir mereka sama sama
mulai besok, anindy dan kara harus mampu menjalani hari hari mereka tanpa sosok satu sama lain; tidak ada pesan, tidak ada telfon, tidak ada ketemuan walau apapun yang terjadi, just act like a stranger!

mereka akan berpisah, akan melanjutkan kehidupan seperti seharusnya, mereka akan menemukan kebahagiaannya masing masing. kara akan melanjutkan kuliahnya di Bandung dan anindy di Jakarta, keputusan gila yang sebenarnya sudah disepakati oleh mereka bersama tapi tetap saja masih berat untuk kara, pun sebenarnya sama untuk anindy

"gue bisa kok ngunjungi lo tiap weekend" pinta kara sekali lagi, mana tau anindy merubah pikirannya

tapi anindy adalah si kepala batu, "no, kesepakatan kita diawal itu udah yang paling bener, kar"

kara membuang napasnya gusar, ingin sekali ia mengumpat, rasanya ia menyesal menyetujui kesepakatan gila itu tapi lagi lagi itu adalah keharusan

oke, karena tidak ada lagi yang bisa dilakukan kara maka dia akan berusaha menikmati sisa sisa hari ini bersama anindy

"sebentar, gue ke mobil dulu" kara bangkit dan berlalu

anindy hanya mengangguk dan menatap punggung kara nanar, "kalau boleh jujur, gue juga gamau kehilangan lo, gue masi mau sarapan nasi uduk depan sekolah sama lo, gue masi mau joget joget sama lo tiap ada pengamen yang datang nyanyiin kita, gue masi mau mandi ujan sama lo walaupun besoknya gue sakit, gue masi mau rebutan film sama lo tiap kali kita mau netflix-an, gue masi mau buka pintu indomaret sekali dua sama lo, gue masi mau berburu jajanan sd sama lo, intinya gue masi mau lewati banyak hal sama lo, kar, tapi gaada yang bisa kita lakuin selain ini" batin anindy

tak lama kara kembali dengan gitar dan kembang api ditangannya, "nih mainin buat gue, lagu bias-"

"kara.." anindy memotong ucapan kara tapi diterimanya juga uluran gitar dari tangan kara

"iya gue tau, kita akan pisah setelah ini, tapi untuk sekali lagi aja, just for tonight, gue mau kita nyanyiin lagu itu sama sama-" mata kara meredup, sebelum dia melanjutkan kalimatnya, kara menarik napas pelan, "tapi tenang aja, gue gabakalan minta apa apa setelahnya, gue cuma mau menciptakan kenangan terakhir gue sama lo, setidaknya untuk yang ini, perpisahan tidak terlalu menyakitkan buat gue"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

whats in my headTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang