"Tidak, tidak mungkin — Anda bercanda, kan? Katakan kalau Anda hanya bercanda!"
Raungan pilu itu mengisi keheningan pada seluruh koridor dan mengundang berpasang-pasang mata ke arahnya. Pegangan tangan seorang pria pada jubah putih orang di depannya diselimuti oleh tangan orang tersebut, menjalarkan perasaan hangat yang belum cukup untuk menenangkan jiwanya yang tengah menolak kenyataan yang baru saja diberitahukan padanya.
"Saya meminta maaf, Tuan Oh, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Seperti yang saya katakan, tubuh Tuan Park tidak lagi menerima pengobatan yang kami berikan; tubuhnya menolak semua itu." Pria yang berusia lebih tua itu kembali bersuara, mengulang kembali apa yang baru saja ia jelaskan kepada pria di hadapannya. Ia lalu melepaskan genggaman pria itu dari jubahnya, sebelum membungkuk sedikit kepadanya dan pamit.
Pria itu lantas terjatuh akibat tiadanya tenaga pada kedua kakinya. Kepalanya tertunduk dalam dengan kedua tangan yang menopangnya. Buliran-buliran air mata yang dikiranya akan berjatuhan tanpa dapat ia bendung, sama sekali tidak sesuai ekspektasinya.
Sunyi ... hampa.
Apa yang harus ia katakan kepadanya?
Kepada dirinya yang selalu positif bahwa ia pasti akan sembuh. Bahwa ia akan terbebas dari penyakit yang tidak teridentifikasi itu.
Apa?
Apa yang harus ia lakukan sekarang?
○○○○○○○
Pintu geser itu bergerak, memperlihatkan sesosok manusia dengan dua buah kantong plastik di tangannya. Seorang pria yang berada di dalam ruangan itu menegakkan duduknya dan memasang senyum terbaiknya tatkala dirinya menyadari siapa yang tengah mengunjunginya.
"Sehun? Kamu sudah selesai berbicara dengan dokternya?" Pria itu bertanya, yang lalu mendapatkan sebuah anggukan pelan dari lawan bicaranya yang kini menyibukkan dirinya dengan meletakkan kedua kantong plastik itu.
"Lalu, apa katanya?" Chanyeol, pria yang tengah terduduk di atas ranjang pasien itu bertanya. Raut wajahnya tenang, masih terhias dengan senyuman sedari tadi.
"Kondisimu semakin baik, Yeol," jawabnya tanpa melihat ke arah si pasien, pura-pura sibuk dengan tatanan makanan di atas meja tersebut, "Katanya, pemulihanmu jauh lebih cepat daripada sebelumnya. Ada harapan untuk kita, untuk kesembuhanmu."
Chanyeol menoleh ke arah Sehun yang masih membelakanginya. Tangannya yang bebas meraih pergelangan tangan Sehun dan memaksanya untuk memutar badan.
"Yeol, apa yang—"
Sehun membelalakkan matanya tatkala bibir mereka bersentuhan. Pria di hadapannya melumat dan mengisap bibirnya dengan rakus, sebelum menggigit bibir bawahnya pelan untuk meminta akses. Tanpa berbasa-basi, Chanyeol lantas menyusupkan lidahnya ke dalam mulut Sehun, menjelajahi tiap inci rongga yang ada di dalamnya. Chanyeol kembali mengisap bibir bawahnya sebelum mengakhiri ciuman singkatnya itu.
"Chanyeol!" Sehun berseru dengan semburat merah muda yang telah menghiasi wajahnya. Sebuah kekehan khas didapatkannya dari si pemilik nama, sebelum disusul oleh kalimat yang kembali meruntuhkan dunianya.
"Aku ... mendengar apa yang dikatakan dokter Hwang, Hun-ah." Chanyeol memulai, raut wajahnya perlahan berubah sendu. Aura positif yang selama ini mengelilinginya seakan telah mengudara, jauh dari jangkauan sang pasien.
"Waktu yang masih kumiliki sudah sangat terbatas, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Auld Lang Syne
FanfictionTerima kasih atas tujuh hari ini, they're truly amazing. Mari kita habiskan tujuh hari lainnya, tapi kali ini, akulah yang akan memberitahumu apa yang paling kusukai dari dirimu. [On hold]