Satu

1.1K 39 3
                                    

Arianna dan Devan 5 tahun yang lalu..


Dibawah sinar matahari yang terik dan panas ini aku berdiri sendiri, menghadap dan memberi hormat kepada sang tiang bendera yang menjulang tinggi keatas.

Mataku menyipit kala pantulan sinar matahari membias di ujung mata coklat beningku.
Peluh keringat membanjiri seluruh pelipis dan seragam SMA ku saat ini.
Dalam hati, aku menyumpahi Daniel sang pembuat onar yang telah membuatku berada disini.

" Daniel sialan!! " gerutuku di sela sela menjalankan hukuman.

Diujung sana, bola mataku menangkap sesosok pria yang kini tengah menatapku iba.
Dia tersenyum.
Padaku, eh?
Benarkah?

Kepalaku memutar menatap luasnya lapangan sekolah, dan kenyataannya memang hanya aku sendiri yang berada dilapangan.

Itu berarti?
Dia tersenyum padaku?

Oh for a god sake, dia itu tampan! sangat tampan!
Hidungnya yang lancip, matanya yang bulat dan disertai dengan tumbuhnya bulu bulu lentik disekitaran bola matanya. Ditambah lagi, wajah nya yang keturunan Arab-Eropa.

Tanpa melihat pun kalian akan mengira bahwa dia tampan.

Haruskah aku memekik?
Ayolah! Aku diberi senyuman oleh cowok populer disekolah ini!

Dia berjalan lurus seperti menuju kearahku. Tidak tidak, ini mungkin hanya khayalan ku saja.
Tapi, semakin dekat...

Nafasku terasa tercekat, saat pria ini tiba tiba saja sudah berdiri dihadapanku.
Dia, engh.. sedang tersenyum padaku, lagi?

" Hai.. " suara berat yang didominasi dengan serak basah ini berhasil membuatku merinding.
Yakinlah, jika dia bernyanyi pasti suaranya akan persis seperti Cakra khan. Oh god...

" H..aa..ii " jawabku kikuk dan menggaruk kepalaku yang tak gatal.

" Sedang apa disini? " tanyanya dan kembali menunjukan senyumannya yang erghhh.. aku sendiri tidak yakin bahwa oksigen di sekitarku mampu membuatku bertahan.

Belum sempat aku menjawab pertanyaannya.
Nasib sial sedang menimpa kami. Mr.John, guru yang tengah menghukumku sedang menangkap basah kami yang tengah berduaan.

Alhasil. Disinilah kami, duduk berdua dengan nafas yang tak teratur ditambah dengan buliran keringat yang terus mengucur membasahi tubuh kami berdua.

" Devan, aku minta maaf ya.. " ucapku merasa bersalah.

" For what? " jawabnya lembut.

" Karena aku, kau juga ikut dihukum mr.Jhon tadi " aku menatapnya kasihan, kalau saja sia tidak menghampiriku tadi mungkin dia tidak akan terkena hukuman juga.

" No problem anna.. " dia tersenyum lebar, menunjukan barisan gigi putih nya yang tersusun rapi.

Mataku hampir tak berkedip melihatnya tersenyum lebar seperti itu.
One world, tampan.

" Jangan menatapku seperti itu anna.. " dia mengibaskan tangannya tepat didepan wajahky.

Malunya aku saat ini tuhan..
Tapi tunggu dulu, dia memanggilku apa tadi?
Anna?
Sepanjang eksistansi hidupku, baru dia yang memanggil ku dengan nama Anna.
Karena semua orang termasuk orang tuaku selalu memanggilku dengan nama Arianna.

Well, anna? Cukup menarik. Dan aku hanya butuh nama Elsa sebagai pelengkapku untuk bermain di film Frozen.
Oh lupakan. Kembali ke topik cerita..

" Kenapa kau memanggilku Anna? "

Devan terlihat kembali tersenyum. Dalam hati aku merutuk, tak bisakah dia menghentikan senyumnya? Karena dia tidak tahu.. stock oksigen ku semakin menipis ketika melihat nya tersenyum.

" Memangnya tidak boleh ya? " Dia menatapku intens. Dengan jarak sedekat ini aku kembali mendapatkan sebuah fakta bahwa bola matanya berwarna hijau kegelapan! Indah sekali...

" Terpesona ? " Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan.

Aku berani bertaruh, semburan merah disekitaran pipiku pasti mulai bermunculan.
Aku merona dibuatnya..

" Boleh saja " jawabku cepat karena ingin menutupi kegugupanku.

Dia tertawa keras, yatuhan... lututku seakan lemas saat lagi lagi melihatnya tertawa seperti itu. Jantungku berdegup kencang, seolah sedang menatap ciptaan tuhan yang luar biasa tampan seperti dirinya!

Sepulang sekolah ini aku berniat untuk memeriksakan diri ke dokter. Aku harus menanyakan kepada dokter mengapa degup jantungku selalu berpacu cepat saat berada didekat devan seperti ini.

" Kau cantik anna... " ujarnya tiba tiba.

Dan sekarang jantungku terasa terhenti.
Dalam hati aku menjawab " Dan kau sangat tampan Devan "

Tapi aku hanya menjawab dengan senyuman manis.

Devan mendekat kearahku, mengambil sesuatu dari saku celananya.
Sebuah sapu tangan berwarna biru dongker..

" ini.. " dia memberikan sapu tangannya kepadaku.

Aku tercenung, tidak mengambil gerakan apapun. Dia memberiku sapu tangan ? Untuk apa?
Stop it, biarkan aku bernafas sebentar...

Tapi belum sempat aku menghirup udara kembali, sekarang tubuhku yang dibuat serasa mati kutu.

Devan.. dia sendiri yang membersihkan keringatku dengan sapu tangannya. Yatuhan, devan i can't breath honestly..

" Ini, simpan dan ambilah.. " dia memberikan sapu tangannya itu padaku. Aku bersorak dalam hati, aku berjanji akan menyimpan sapu tangan ini seumur hidupku.

=========Destiny in Love=========

" Jadi kau masih menyimpannya? "Tanya seorang pria pada wanita yang kini berada dalam pelukannya.

" Tentu.. rasanya lucu sekali ya saat mengingat pertemuan pertama kita kala itu " sang wanita tertawa terbahak saat kembali mengingat memori pertemuan manis mereka.

Pria, bernama Devan ini tersenyum dan kembali mengeratkan pelukannya pada Anna.
Sang wanita yang dicintainya, kekasihnya, dan soon akan menjadi ibu dari anak anaknya kelak.


======
TBC.

Yuhuuuuuu.... ini bab pertama, mintaaa votenya ya.. jangan pelit pelit bagi satu bintang heheh:(
Semoga kalian juga suka sama ceritanya.

Destiny in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang