KEY

243 32 12
                                    

Di sebuah mansion, tepatnya mansion milik keluarga Choi, siapa yang tidak tahu dengan keluarga tersebut yang menyandang sebagai pemilik perusahaan terkenal nomor 1 di Korea Selatan dan Asia.

Choi Jaehyuk, sang kepala keluarga. Saat ini dengan yang lainnya sedang sarapan bersama. Sesekali ia melirik anak sulungnya, ragu untuk membuka pembicaraan dengannya melihat sang anak seperti menutup diri dengan tembok yang tinggi.

Sayangnya, Jaehyuk memberanikan diri membuka suara.

"Nak, appa dengar kamu hari ini ada jadwal ke rumah sakit yang berada Daegu. Apa itu benar?" Sontak membuat yang lainnya menaruh perhatian pada gadis tersebut.

"Nee, aku pun tidak tau, apa akan sampai menginap di sana atau tidak.." ujarnya.

"Semoga saja tidak, aku gak mau sampai berjauhan dengan mu, unnie." Ucap gadis berpipi chubby seperti mandu.

"Itu sebuah pekerjaan ku, tidak ada yang bisa seenaknya mengatur."

"Ada, aku bisa buat boss mu tunduk. Lagi pula unnie, kenapa kamu tidak membuat rumah sakit saja?"

"Aku ingin mencari pengalaman dulu, sebelum benar-benar membuat rumah sakit. Dan aku tidak butuh bantuan untuk seperti itu Jisoo, sungguh kekanakan." Ia berdiri dan meninggalkan meja makan tanpa menoleh ke belakang.

Jisoo hanya menunduk sedih, bukan karena kakaknya menyebutnya 'kekanakan', tetapi sikap dingin kakaknya yang membuat tidak bisa menahan rasa sedihnya.

Adik-adiknya yang menyaksikan semua itu turut bersedih, hampir setiap hari kejadian seperti ini ada, hanya beda dibagian topik pembicaraan.

Tak berselang lama, gadis itu kembali sudah siap bekerja. Sebelum meninggalkan rumah, ia menghampiri kedua adiknya yang masih bersekolah, Rosé dan Lisa.

"Kita berangkat." Singkat gadis itu menyadarkan kedua gadis lainnya dari layar TV.

"Let's go!!!" Semangat mereka.

"Kalian sudah pamit?"

"Oh goshhh! Hampir saja lupa, gomawo Wendy unnie." Mereka masuk kembali dan mencari kedua gadis lainnya.

"Jisoo unnie! Jennie unnie!"

"Di sini!"

"Belum berangkat?" Tanya Jennie bingung.

"Kami belum berpamitan dengan kalian, unnie." Ucap Lisa.

"Iya, jadi kami izin untuk sekolah dulu ya. Dadah unnie-unnie tersayang." Ujar Rosé dan Lisa sambil mencium kedua pipi kakak-kakaknya.

Selesai. Jennie dan Jisoo dalam hati berharap bahwa gadis dingin yang sedari tadi hanya menonton interaksi mereka, ikut berpamitan dan mencium mereka.

Sekalipun gadis tertua itu dingin, tapi rasa pekanya terhadap lingkungan sekitar itu sangat kuat. Buktinya saat ini ia menyadari bahwa adik-adiknya menunggu dirinya untuk berpamitan juga.

"Unnie berangkat dulu. Kalian hati-hati di rumah. Jangan mendatangiku ke Daegu." Walaupun nada bicaranya terdengar dingin, mereka yang mendengar terharu karena kakaknya berbicara panjang. Ditambah kakaknya itu tidak hanya mengecup pipinya, ia juga mengecup kening mereka.

Seketika hati mereka membuncah dengan kebahagiaan, kecuali Rosé dan Lisa yang kelihatan cemburu. Rosé dan Lisa cemberut.

"Rosé-ah, kapan kita bisa dicium seperti itu lagi oleh Wendy unnie?" Bisik Lisa.

"Aku juga tidak tahu, wae Jisoo unnie dan Jen unnie yang terlebih dahulu dapat ciuman huh.." Keluh Rosé.

"Tidak baik bergosip pagi-pagi. Mari kita berangkat!" Rangkul Wendy pada Rosé dan Lisa.

KEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang