02

286 51 0
                                    

Usai berkemas, mengurus segala keperluan suami tercinta, [Name] pun bergegas untuk bekerja. Kebetulan Suna akan pergi ke luar kota untuk latih tanding sekaligus menghadiri wawancara majalah lokal, membuat mereka harus berpisah di stasiun shinkasen dan tak tahu kapan lagi akan bertemu. [Name] juga sudah biasa ditinggal suaminya bekerja, dia juga paham sesibuk apa kesayangannya itu terlebih posisinya sebagai atlet voli nasional.

Untungnya tak banyak yang tahu pernikahan mereka karena Suna saat itu hanya mengumumkan pernikahan dengan pasangan yang merupakan "orang biasa". Hanya saja beberapa penggemar--khususnya perempuan--banyak yang kecewa karena idola mereka berada di jenjang serius bersama wanita pilihannya. Namun apa mau dikata, Suna sudah memilih seseorang yang akan menjadi teman hidup dan mati, mereka tetap harus mendukung.

Seperti tempat dimana [Name] bekerja, sebuah perusahaan yang berkumpulnya para jurnalis untuk menulis artikel berita juga berperan sebagai penulis naskah untuk dibawa ke media massa. Hanya divisinya saja yang tahu jika dia telah menikah dengan Suna Rintarou, di luar divisi tak ada yang tahu. Karena itu pula mereka sering sekali menggoda [Name] setiap kali melihat suaminya itu terpampang di layar kaca.

"Tidak diantar Paksu?" Rekan kerja yang duduk di sebelah meja [Name] bertanya. Paksu--Pak Suami kepanjangannya--menjadi julukan untuk Suna. "Biasanya kalian ketawa-ketiwi dulu di depan gedung."

Tidak, dia tidak julid. Malah menggoda, karena itu sudah menjadi pemandangan rutin orang-orang divisi yang mengenal [Name]--melihat keduanya bermesraan di depan gedung sebelum wanita itu ngantor. Yah, tapi mereka maklum. Pasangan muda yang baru menikah memang lagi kasmarannya. Padahal mereka tidak tahu saja sudah berapa lama mereka menjalin kasih.

"Dia ada interview di luar kota, latih tanding juga jadi tidak tahu kapan pulangnya," jawab [Name], senyum-senyum geli mendengar rekannya.

"He~ Kau sudah sering ditinggal ya?"

[Name] mengangguk sembari menaruh tasnya di meja. "Dari sebelum nikah kami memang sering pisah jauh."

"Kau tak takut dia punya perempuan lain?" Timbrung seorang lelaki di tengah pembicaraan mereka. Mendengar percakapan itu membuat [Name] terkejut, lalu terkekeh seraya mengibaskan tangan.

"Kau membicarakan dirimu ya, Yuta-san?" [Name] mengejek, lelaki itu pun mendengkus.

"Hei, aku ini setia ya." Ia mengangkat gelas kopinya. "Aku bertanya seperti ini karena lelaki sekarang selalu merasa bosan jika jauh dari pasangannya. Mereka perlu pelampiasan, loh."

"Apa itu kau?"

"Sudah kubilang bukan!"

[Name] tertawa bersama rekan perempuannya. Pertanyaan basi seperti itu membuatnya gemas. Maksudnya, apa Suna terlihat seperti orang yang suka bermain perempuan? Untuk mengejarnya saja, [Name] perlu waktu lama sampai lelaki itu benar-benar cinta padanya. Toh dia juga tak terhasut dengan omongan orang-orang, dia memercayai prianya.

Daripada curiga, wanita itu malah rindu dan segera memeriksa ponsel untuk tahu apakah ada pesan dari Suna. Namun tak ada pesan singkat yang didapat, membuatnya mendengkus.

Ya apa boleh buat, dia harus fokus kerja!

💘💘💘💘💘

Suna menghembus napas kasar. Kakinya baru saja memijak ke Kobe, kampung halaman ibu mertuanya--ibunda [Name]. Namun bukan itu yang dia keluhkan sampai terasa berat untuk bernapas.

"Susah sekali sinyal di sini," gerutunya, mengangkat ponsel untuk memenuhkan batang sinyal. Saat di perjalanan pun internetnya seringkali hidup mati membuatnya kesulitan untuk sekadar mengirim pesan pada sang istri. Meski dia maunya menelpon untuk mendengar suara pujaan hati tercinta.

"Di sini memang susah." Seseorang membalas gerutuannya. Lelaki berambut ikal itu menaikkan masker putih yang melorot, tak sengaja mendengar keluh Suna saat tiba di tempat tujuan mereka--Rumah Atlet Voli daerah Kobe. Tempatnya memang agak jauh dari perhentian mereka di pusat, mungkin itu lah yang menyebabkan susah sinyal.

"Menyebalkan, sih." Lelaki pirang ikut mengeluh. "Tapi ya sudah, aku juga tidak punya siapa pun untuk kuhubungi."

"Kasihan." Suna mengejek sembari tersenyum remeh.

"Kau mengejekku?!" ketusnya. "Mending kau coba hubungi [Name] saja sebelum dia merajuk karena kau cuekin!"

"[Name]-ku tidak seperti itu."

Si pirang itu merinding ngeri, mengambil tas ransel yang ia letakkan di lantai dan menggendongnya. "Aku jijik mendengarmu."

"Oh? Apa itu ungkapan atas keirianmu karna tidak bisa mendapatkan [Name]-ku?"

"Anak setan! Kau masih mengungkit-ungkit itu ya?!"

Melihat keduanya adu mulut membuat Sakusa--lelaki bermasker itu memerhatikan mereka. Dia hanya tahu dan kenal betul dengan si pirang karena mereka menjadi tim nasional sebelum akhirnya bergabung lagi menjadi tim perwakilan Jepang. Dia juga kenal Suna setelah bergabung dengan tim ini, jadi dia tidak terlalu tahu bagaimana hubungan keduanya saat masih sekolah. Dengar-dengar mereka memang tidak akur, bahkan sempat berkelahi karena merebutkan perempuan.

Memang terlihat dari mereka, sama-sama tak mau mengalah. Apalagi kelihatannya Suna masih sering memanas-manasi si pirang yang bernama Miya Atsumu karena telah mendapatkan dan mengikat janji suci pada perempuan yang pernah dicintainya juga dulu. Yah, itu bukan urusan Sakusa juga, sih. Dia juga tak begitu ambil pusing ketika mereka beradu mulut karena yang sering terlihat emosi ya Atsumu. Sakusa juga tak mau menghentikan lelaki itu.

Kembali pada Suna, membiarkan Atsumu emosi dan mengomel dengan rekan tim yang lain. Ia mengetik pesan dan mengirimnya tanpa peduli jika tak ada sinyal. Setidaknya jika koneksi sudah lumayan mumpuni, pesan itu akan terkirim sesegera mungkin 'kan?

[Aku sudah sampai di Kobe. Maaf baru mengirim pesan, aku berada di daerah entah apa jadi aku kesulitan mencari sinyal. Pesanku mungkin agak terlambat sampai, tetapi aku akan berusaha mengirim pesan padamu dan mengabarimu.]

[Jangan lupa makan siang, kau harus memakan masakan yang sudah kau buat hari ini. Aku sedang memakan bekal buatanmu, walau sempat dirusak Atsumu sedikit sampai akhirnya aku menendangnya.]

[Oh, sepertinya aku tak bisa pulang hari ini karena latih tandingnya diperpanjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Oh, sepertinya aku tak bisa pulang hari ini karena latih tandingnya diperpanjang. Tak apa 'kan?]

[Aku akan pergi ke rumah Ibu setelah menyelesaikan semua urusanku. Tenang saja, aku tak akan tertinggal bus. Mereka tak akan berani meninggalkanku www]

ʀᴇᴅᴀᴍᴀɴᴄʏ || ꜱᴜɴᴀ ʀɪɴᴛᴀʀᴏᴜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang