Sebuah Kabar

3 0 0
                                    

"Sayang, sudah bangun?" Sapa Marisa.

"Mama?" Raniya terkaget melihat mamanya terlihat pulih.

"Sini dekat mama, mama kangen sekali sama kamu." Marisa membentangkan tangannya.

"Mama sudah sehat?" Tanya Raniya

"Seperti yang kamu lihat, mama baik-baik saja." Jawab Marisa

"Maafin Raniya ma, seharusnya aku gak pergi ninggalin mama." Ujar Raniya sembari mendekat

"Mama nyakitin kamu ya? Mama yang seharusnya minta maaf." Ujar Marisa

"Enggak ma, aku yang bikin mama kayak gini." jawab Raniya

"Gak apa-apa nak, sini peluk mama." Ujar Marisa, Raniya mendekat dan memeluk Marisa

"Oh mama kangen sekali." Ujar Marisa sambil mengelus punggung Raniya.

Lama tak beranjak dari pelukannya, mereka berdua berpelukan erat sekali seolah tak bertemu lama dan menumpahkan kekangenan itu.
Namun lama-kelamaan pelukan itu semakin erat dan menyadarkan Raniya bahwa mereka berdua tengah berada di tempat yang berbeda.

Seperti sebuah taman yang dihiasi banyak bunga-bunga, suasana seperti pagi hari yang sejuk dan air embun yang menempel di daun-daun pohon. Pemandangannya menyenangkan mata. Dielusnya rambut raniya, "Berbaringlah sayang, di pangkuan mama."
Raniya menuruti keinginan Marisa. Seperti anak kecil yang dimanjakan oleh ibunya,
"Suatu saat kamu akan mengingat kejadian ini. Kamu harus tahu, mama gak pernah pergi sedari dulu, mama cuma punya kamu. Satu-satunya hal yang selalu mama syukuri adalah adanya kamu di dunia ini."
Raniya hanya terdiam menikmati suasana dan perasaannya, begitu tenang dan tak ingin beralih meskipun dirinya menyadari keanehan itu. Raniya terpejam, tidak ingin semuanya berakhir.

"Mungkin mama pernah memarahimu, mama pernah mengecewakanmu. Mama belum bisa memberikanmu keluarga yang utuh. Hanya rasa cinta mama yang mama berikan utuh buat kamu. Tapi mama tidak pernah ingin kamu pergi dari hidup mama. Mungkin ketika sudah saatnya mama pulang, kamu harus bisa berjalan sendiri, hidupmu harus bisa lebih baik dari saat bersama mama." Perasaan itu Marisa tumpahkan, seolah tidak ada waktu lagi untuk mengungkapnya.

Sedangkan Raniya menangis mendengarnya, dirinya tidak menyangka rasa cinta Marisa sedalam itu. Begitu pun yang Raniya miliki adalah Marisa, dia tidak punya siapa-siapa lagi selain Marisa dalam hidupnya.

"Mama sudah dijemput nak, mama harus pulang lebih dulu." Ujar Marisa.

"Mau kemana ma, aku ikut." Jawab Raniya.

Sebuah cahaya jatuh di tubuh Raniya, membawanya ke suatu tempat dimana pertama kali dia dilahirkan di dunia. Dihadapannya adegan sepasang suami istri yang dia ketahui adalah orang tuanya. Mereka menimang seorang bayi yang baru lahir, dengan suasana gembira, kumandang adzan dan kalimat syahadat yang dilantunkan ditelinga bayi itu.

"Kita beri nama Raniya Giulia Arisca." Ujar Marisa

"Apa artinya?" Tanya suaminya

"Raniya itu berarti Ratu sedangkan Giulia berarti cantik dan aku memadukan nama kita dibelakangnya Marisa dan Candra, Arisca." jawab Marisa.

"Sayang bagus sekali. Aku setuju." Dikecupnya kening Marisa berkali-kali, dia begitu senang mendengarnya.

Sehembus angin meniup adegan itu menjadi sebuah asap dan berganti adegan dimana Raniya belajar berbicara, melangkah, belajar bersepeda, bersekolah, adegan demi adegan saat dirinya tumbuh bersama ibunya tengah disaksikannya, dari awal dirinya memiliki keluarga yang utuh, hingga adegan yang menyakiti dirinya. Raniya hanya bisa menangis, mengetahui bahwa dirinya amat disayang oleh Marisa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Raga RaniyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang