Una

23 0 0
                                    

Malam tahun baru seharusnya menjadi perayaan istimewa bagi beberapa orang. Namun tidak dengan Una. Bahkan sekarang dia masih sibuk dengan laptopnya sebelum akhirnya seseorang menegurnya, "Malem tahun baru loh, Na. Nggak pulang?"

Gadis itu menghentikan aktivitasnya sejenak,

"Eh iya, Mbak. Duluan aja, aku bentar lagi selesai kok. Nanggung banget, besok udah harus dipost."

"Oke, ntar kalo ada yang perlu dicek telpon aja, Na. Balik duluan ya." Pamit wanita itu meninggalkan Una.

Kini hanya tersisa Una yang ada di ruangan ini. Ia segera menyelesaikan pekerjaannya agar bisa sampai rumah sebelum jalanan macet akibat perayaan tahun baru. Dengan terburu-buru ia mengemasi barang barangnya. Bahkan laptopnya hanya diatur dalam mode sleep dan ia masukkan asal ke dalam tasnya.

Ketika sampai di depan lobby, sebuah mobil yang sudah menunggunya sejak tadi melaju mendekat dan berhenti di depannya. Ia segera masuk ke dalam mobil itu dan menyapa sang pengemudi, "Udah lama yan? Sorry gue tadi ngeberesin kerjaan dulu."

"Nggak kok, mau makan dulu gak?" tawar pemuda yang lebih akrab disapa Ian itu.

"Boleh, gue laper banget yan jujur. Tapi take away aja kali ya. Takut keburu macet jalannya kalo makin malem."

"Ok, Mcd? di makan di apart lo?"

"Setuju!"

Qiano, atau kerap disapa Ian itu teman Una, yang tidak sengaja bertemu 2 tahun lalu saat mereka menjadi sukarelawan. Karena berasal dari satu kampus yang sama, pada akhirnya mereka berkenalan dan siapa sangka akhirnya mereka menjadi teman dekat seperti sekarang. Layaknya Upin-Ipin, teman-teman di kampus sampai menjuluki mereka Una-Ano.

Seperti saat ini, bahkan di saat sibuk pun mereka tetap berdua. Dan ajaibnya Ian selalu sempat menjemput Una pulang kantor padahal jika dipikir-pikir jarak kantor mereka cukup jauh—kira kira 1 jam perjalanan jika jalanan tidak macet. Best friend over everything.

"Muka lo kusut banget, putus lo sama Brian?" ledek Ian melihat sahabatnya itu diam sepanjang perjalanan.

"Kampret lu. Gue laper— eh tapi bener sih, lagi berantem dikit."

"Kirain putus."

"Doa lu jelek." protes Una kesal.

"Tapi gue beneran kesel deh, dia sibuk mulu, bahkan ini berantem belom kelar juga gara gara dia sibuk. Kesel ga sih."

"Risiko LDR sih, Na. Lagian yang penting lo tau kan Brian nggak mungkin ngapa-ngapain." respon Ian dengan positif.

Una hanya terdiam memikirkan perkataan Ian yang ada benarnya.

Sesampainya di apart, mereka berdua duduk di balkon kamar Una, sambil memakan 2 paket panas mcd dan french fries yang tadi mereka beli sebelum pulang. Dari sana terlihat jalanan yang mulai padat.

"Waduh kayaknya gue bakalan nginep nih." celetuk Ian

Una hanya melirik tajam.

"Jalanan macet, Na. Lo tega apa sama gue?" canda Ian. Padahal walau mengemudi 3 jam pulang-pergi pun tidak masalah baginya.

"Terserah lu sih, tapi lu yang jelasin ke Brian ya."

"Ngapain? kan lagi berantem. Biar sekalian berantemnya."

"Kok lu seneng banget sih liat gue berantem, jangan bilang lo naksir gue ya?!" Tanya Una dengan nada bercanda sambil mengoleskan saus tomat yang menempel di kentang gorengnya ke pipi Ian.

"Iya, gue naksir lo." Jawab Ian dengan raut serius.

Suasana tiba-tiba hening. Una yang tadinya mengunyah kentang goreng, kini berhenti. Ditaruhnya kembali, satu batang kentang goreng yang belum habis ia makan.

"Udah mau 2023 becandaan lo masih jelek aja, Yan."

"Siapa yang becanda. Gue serius suka sama lo, Na."

"Nggak, gue bilang gini nggak ngajak lo pacaran, atau memanfaatkan keadaan lo yang lagi berantem sama Brian ya. Gue pengen bilang aja, biar lega." Jelas Ian.

"Oke, jadi gue nggak harus memberikan respon apa apa kan?"

"Enggak. Tapi gue mau tanya satu lagi..." laki-laki itu menggantung kalimatnya, sambil berpikir sejenak.

"Dari 1-10 berapa kemungkinan lo naksir gue juga?"

"10" Jawab Una cepat.

"Nggak ada alasan sih buat seseorang nggak suka sama lo. I mean you good at everything, lo liat adek tingkat kita aja banyak yang naksir lo, Yan. Kenapa lo naksirnya sama pacar orang." Lanjut Una mengakhiri kalimatnya dengan candaan yang sedikit menampar.

"Hahahahaa I don't know, maybe I just found it challenging, or maybe it's just because it's YOU." Jawab Ian dengan memberikan penekanan pada kata YOU.

—-

Suara kembang api yang meledak di langit akhirnya memecahkan kecanggungan di antara mereka berdua. Una melirik jam dinding yang berada di dalam ruangan.

"Bentar." Pamitnya sebelum masuk ke dalam kamar. Tak lama kemudian ia kembali dengan dua buah kotak di tangannya.

Melihat Una yang tampak kesusahan, Ian berdiri untuk membantu. Namun tangan Una mengisyaratkan agar Ian tetap di tempat.

Una membuka kotak pertama berisi cake dengan topping jeruk tangerine. Sementara kotak kedua ia biarkan Ian membukanya sendiri, sebuah headphone ditemukannya di dalam sana. Seketika dua lesung pipi muncul di senyuman laki-laki itu.

"Biar lo makin semangat bikin lagunya." kata Una saat mata mereka bertemu.

"Bilang aja lo pengen gue bikinin lagu lagi, kan?" canda Ian slengekan.

Mereka berdua tertawa.

"Ayo countdown, Yan. Bentar lagi nih." seru Una.

"5" keduanya mulai menghitung mundur detik detik pergantian tahun.

"4"

"3"

"2"

"1"

"Happy New Year, Na!"

"Happy Birthday, Yan!" Seru mereka bersamaan.

Senyum Ian merekah. Malam ini ia merayakan pergantian tahun dan bertambah usia dengan orang yang dia sayang.

"Keren tanggal lahir lo, Yan. Tanggal satu bulan satu. Pantesan lo juara satu terus." puji Una.

Ian hanya terkekeh dan balik bertanya, "Lo tau gak na arti nama lo?"

Una menggelengkan kepala.

"Una artinya satu."

"Satu-satunya yang gak bisa gue milikin." Lanjutnya yang kemudian mendapatkan satu kepalan tinju dari Una di lengan kekarnya.

"Hahaha nggak tapi serius artinya satu, Na."

"Okay nice info, Mr. One-one."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My One-One ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang