Beginning

287 16 6
                                    


Hatinya menciut begitu mendapati area disekelilingnya hanya hitam yang terlihat tak berujung. Hitam pekat yang mencengkam dirinya. Matanya mengerjap beberapa kali dan hitam itu tidak sedikitpun memudar. Ia mengedarkan pandangannya dan ketakutan semakin menjalar ditubuhnya. Tiba-tiba satu tarikan keras menyentak tubuhnya dan ia terjatuh pada sebuah ruangan remang-remang yang berhasil menerangi sebagian ruangan itu. Matanya bergerak ,menganalisa kaki meja dan lemari yang berada didepannya. Ia menengadah dan menyadari ia berada dibawah tempat tidur.Suara berdebum pintu menarik perhatiannya , matanya menangkap dua pasang kaki bergerak berhadapan. Sepasang kaki memaksa maju dan satu pasang lainnya bergerak mundur dengan pasrah.Tiba-tiba ia merasakan angin berhembus dengan kencang disisi kanannya. Ia menoleh dan selanjutnya suara teriakan wanita memekik memekakan telinganya.

Sadrina membuka kedua matanya ,nafasnya memburu. Mimpi itu kembali datang dalam tidurnya , mimpi yang beberapa bulan ini sering singgah dalam bunga tidurnya.

Ia menatap langit-langit untuk menenangkan dirinya , tetapi kilasan akhir mimpinya kembali datang membayangi. Teriakan wanita itu terdengar begitu nyata bahkan ia menjadi sedih dan penasaran dalam bersamaan.

Sadrina bangun dari tempat tidurnya dan berlutut disisi tempat tidurnya yang mengarah pada salib yang tergantung didinding kamar tidurnya.Dan selanjutnya ia berdoa untuk dirinya dan bahkan untuk wanita dalam mimpinya.


*****


"Aku akan keluar Winnipeg untuk beberapa hari" Pria paruh baya berbadan tegap berujar kepada dua anaknya diakhir sarapan mereka.

Kedua anaknya mengangguk tanpa keberatan. Keduanya sudah terbiasa untuk berada dirumah tanpa orang tua. Ayah mereka adalah seorang kepala polisi dan ibu mereka telah meninggal sejak mereka baliita.

"Justin , jaga Sadrina dengan baik" ayahnya menekankan.

Pria muda bernama Justin menggelengkan kepalanya jengkel."Protektif seperti biasa Dad"

"Justin , kalian hanya tinggal berdua. Jika aku pergi ,hanya akan ada kau dan adikmu ,jadi-"

"Tenang saja Dad.Justin akan menjagaku dengan baik.Seperti biasa." Ujar Sadrina. Suaranya mengalun lembut dan dengan cepat menghentikan perdebatan.

Jeremy tersenyum kepada putrinya. Ia seorang tipikal ayah yang menerapkan banyak peraturan didalam rumahnya. Jika banyak orang tua yang membiarkan anaknya untuk menikmati pesta hingga lewat tengah malam maka Jerremy tidak termasuk dalam jenis itu. Ia menerapkan jam pulang maksimal pukul 10 dan mewajibkan kedua anaknya untuk hadir pada setiap akhir minggu di gereja. Ia begitu menyayangi kedua anaknya , terlebih putrinya yang belum mengetahui dunia yang sebenarnya bahkan masa lalu yang sebenarnya.

"Apa Dad sudah kembali ketika hari pertandinganku?" tanya Justin berubah semangat.

"Kapan pertandinganmu?"

"Tiga hari lagi Dad" jawab Justin jengkel. Ia merasa sudah memberitahu ayahnya pulihan kali.

" Apa pertandingan ini begitu berarti untukmu?" Jeremy menaikan satu alis pada putranya.

"Dad" Justin melenguh kesal.

Jeremy tertawa dengan reaksi putranya."Tentu saja aku datang ,Nak. Aku tau betapa berartinya pertandingan musim ini untukmu"

Jeremy berdiri dan menepuk pundak putranya.

"Hei ,aku berangkat sekarang,kids.Tidakkah kalian perlu kesekolah hari ini?"

"Oh yeah tentu saja.Kami juga akan berangkat.Sadrina ,kau sudah selesai?" tanya Justin menoleh pada Sadrina yang kemudian dijawab anggukan oleh gadis itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 16, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Eternal DelusionWhere stories live. Discover now