prolog

273 58 243
                                    

"Ketika dua hati yang ingin bersama, namun di kalahkan oleh rasa benci."

.
.
.
.
.
Happy reading

^-^

Aku terasa mati ditinggal kekasih

Tak pernah terfikir ini bisa terjadi

Aku terasa pilu saat kau berlalu

Hilang semua kisah cinta dalam hatiku

Cintaku padamu tlah setinggi langit

Namun kau tak merasakan

Sayangku padamu kan ku ingat slalu

Biar ku bawa sendiri

Aku tak bisa menahan langkah kakimu

Aku tak bisa menahan kepergianmu

Kamu terlalu telah dengan yang lain

Untuk hidupmu nanti

Aku tak bisa menahan air mataku

Aku tak bisa menahan kesedihanku

Aku telah hancur hilang semua mimpiku

....

Angkasa bernyanyi merdu dengan Alunan gitarnya. Sambil menatap dua pasangan di hadapan yang hanya beberapa langkah dari bangkunya.

Mereka mengerti untuk siapa lagu tersebut. Tak ingin melihat sang sahabat berlarut dalam kesedihan, mereka mengajak untuk bermain.

"Sa! main basket yuk?" Akas menepuk pundak Angkasa yang merupakan sahabatnya itu. "Mumpung cuacanya cukup terang."

Tanpa sepatah katapun Angkasa beranjak dari duduknya dan meletakkan gitar di bawah meja. Kemudian pergi keluar kelas dengan mata berkaca-kaca.

Pasangan yang ia lewati menatapnya, terutama gadis tersebut melihat langkah Angkasa dengan rasa bersalah. Gadis itu mendengarkan lagu yang di nyanyikannya. Hampir air mata gadis tersebut terjatuh, namun ia tahan dengan sekuat tenaga untuk tidak terlihat sedih di hadapan laki-laki di sampingnya.

"Maafin aku Sa, Aku nggak ada maksud untuk nyakitin hati kamu. Tapi... Kenapa kamu yang tega nyakitin perasaan aku," batinnya. "Seharusnya aku yang hancur. bukan kamu, Angkasa!"

Disisi lain Angkasa sudah berada di lapangan basket. Jiwanya di penuhi oleh rasa emosional. Dengan lincah, ia bermain sehingga membuat kedua sahabatnya saling berpandangan.

Hatinya tidak terkontrol. Ia luapkan semua amarah pada bola basket, tanpa menghiraukan ucapan kedua sahabatnya.

"Sa, udah Sa!" Akas mencoba menghentikannya. "Udah jangan di terusin lagi. Ayo ke kantin!" ajaknya sembari berusaha mengambil bola basket dari tangan Angkasa.

Angkasa mengabaikan ajakan Akas, hingga pada waktunya ia lengah dan duduk di tengah-tengah lapangan sambil merentangkan kedua kakinya. Memejamkan mata sejenak agar air matanya tak jatuh. Akas dan Johan menghampiri dan duduk di samping Angkasa.

"Gue tau perasaan lo. Pliss jangan terlalu berlarut, ikhlasin aja dia," kata Johan menatap wajah Angkasa yang hampir saja menangis.

"Gimana kalo nanti malem kita pergi ke bar aja," sambung Akas mencoba untuk menghilangkan kesedihan sahabatnya itu.

Angkasa melihat kedua sahabatnya dengan raut wajah datar. "Ogahhh!" ia beranjak pergi mengabaikan mereka tak acuh.

"Susah untuk di bujuk," ujar Johan pada Akas yang terlihat cemas.

Jam istirahat telah berlalu, Angkasa sudah berada di dalam kelas. Sejak tadi ia tertidur, bahkan saat guru mata pelajaran datang, ia masih setia memejamkan matanya.

"Woy bangun! bu Ana udah dateng noh." Akas menepuk tangan Angkasa pelan.

Angkasa tak menggubris, ia terus tenggelam dalam tidurnya. Sehingga bu Ana menghampiri dan mengatakan, "Angkasa! Kalo kamu mau tidur, jangan di dalam kelas. Keluar sana!" titahnya.

Semua siswa tertuju pada Angkasa, namun ia tak menghiraukan tatapan mereka. Tanpa perintah dua kali, Angkasa pergi dari kelas menuju UKS dengan alasan sakit.

Hujan Terakhir ( Tahap Revisi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang