hari pertama masuk sekolah

153 26 73
                                    

"Jangan lompat terlalu jauh hanya dengan pandangan pertama, biarkan waktu dan pengalaman menjadi penentu yang sebenarnya."

-
-
-

Hujan deras menahan langkah seorang laki-laki yang masih berdiri diam di halte. Ia menatap hujan lebat, dan air mata memenuhi matanya. Sesekali ia memejamkan mata dan menyeka tetesan air yang terus mengalir di kelopak matanya. Terlepas dari upayanya, air mata terus mengalir.

"Gue laki-laki, tapi kenapa gue cengeng gini?" ucapnya mengusap air matanya.

"Gue suka hujan, tapi nggak sama petirnya!" kata laki-laki itu menatap langit hitam di pinggir halte.

Saat hujan mulai reda, ia melanjutkan perjalanan ke sekolah. Jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Tak perduli telat di hari pertama masuk sekolah. Ia mencoba untuk tegar, karena pada sejatinya laki-laki itu kuat.

Sesampainya di sekolah, benar saja ia terlambat hingga saat seluruh siswa baru berbaris di lapangan basket untuk menerima peraturan tata tertib sekolah. Ia berdiri terpisah di belakang untuk menerima hukuman bersama seorang gadis.

Terlihat jelas di name tag nya tertulis nama Angkasa, terlahir dari keluarga pengusaha sukses. Harta dan kemewahan bisa ia dapati. Semua keinginan bisa terpenuhi, akan tetapi ia menolak pemberian dari ayahnya.

Tepat pukul sembilan pagi . Seluruh siswa sudah berada di kelas dan mengambil bangku sesuai keinginan. Tinggal satu bangku tersisa di belakang kanan dekat jendela. Angkasa melempar tas di meja yang akan di dudukinnya. Sontak teman sebangkunya itu terkejut. Ia menatapnya datar, lalu duduk tanpa bertanya atau meminta maaf.

"Kenapa hari ini gue sial banget sih?" gumamnya. "Sudah telat. Duduk paling belakang dan..." Angkasa melihat ke arah teman sebangkunya itu. "Duduk dengan perempuan."

"Hey! Bisa-bisanya lo telat di hari pertama," kata Akas, teman yang duduk di depan Angkasa. Dia merupakan teman sebangku semasa SMP.

Angkasa hanya menatapnya tanpa membalas perkataan teman didepannya itu.

"Gimana rasanya dihukum saat pertama masuk sekolah?" Akas menepuk pundak teman sebangkunya, yaitu johan yang juga teman beda kelas semasa SMP.

"Hmm!" sahut Angkasa, namun sibuk meletakkan tas di samping kursinya.

Karena Angkasa cuek, kedua temannya berpaling dan menghadap ke depan. Mereka berdua saling berbisik, "Masih ada ya, cowok sedingin beruang kutub?"

Akas tertawa dan memecahkan keheningan kelas, sehingga membuat semua murid tertuju padanya.

"Dari dulu dia emang begitu 'kan," imbuh Johan melihat ke sekelilingnya.

Angkasa hanya terdiam fokus membuka buku berisi catatan matematika yang ia punya. Ia tidak mengubris perkataan teman di depannya. Sedangkan perempuan yang menjadi teman sebangkunya itu hanya melihat wajah Angkasa sayu. Tak lama kemudian, guru mereka datang.

Angkasa duduk dengan tenang di kursi kelas, memperhatikan dengan seksama penjelasan dari guru yang akan menjadi wali kelas mereka. Suasana di kelas menjadi hening, karena pemilihan tanggung jawab kelas akan segera dilaksanakan.

Saat giliran Angkasa untuk memilih tanggung jawab kelas, ia memilih untuk tidak menjadi siapa-siapa. Meskipun ada tekanan dan harapan dari teman-temannya. Angkasa merasa bahwa ia ingin fokus pada dirinya sendiri dan belajar dengan tenang.

Sekertaris, bendahara, ketua kelas dan wakil kelas sudah terpilih.

"Huhh!" Angkasa menarik napasnya dalam-dalam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hujan Terakhir ( Tahap Revisi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang