Asexual #7

40 6 0
                                    

very loooooonnggg time no see, guys. kangen banget huhu:(

Jaemin mematut dirinya di cermin. Sudut bibirnya melengkung ke bawah, manyun mendapati pantulan dirinya sendiri. Rambut acak-acakan, pipi yang menggembung meski perutnya mengecil, belum lagi kantung matanya yang sembab. Lengkap sudah ketidaksukaan Jaemin kepada tampilannya yang kusut itu.

Pemuda yang terbalut dalam setelan piyama biru muda bermotif bulan dan bintang-bintang itu tidur tidak sampai satu jam. Ia mencoba menghibur diri dengan menonton kembali daftar drama-drama penipu miliknya dan menyelesaikannya pukul empat tadi. Lalu sekarang? Jarum pendek yang bergerak lamban pada jam weker Jaemin bahkan belum menunjuk angka lima namun Jaemin sudah lebih dahulu terjaga.

Jangan tanyakan.

"Ya Tuhan, kantung mata Nana hitam banget," keluh pemuda itu sambil menyentuh bagian bawah matanya yang sembab, "apa Nana perlu beli eye cream, ya? Tapi Nana juga mau beli serum buat dark spot."

Jaemin berdecak malas, merutuki kenapa wajahnya harus penuh noda justru pada saat ia ingin jalan-jalan keluar. Padahal, selama ini ia selalu bertekad agar bisa tampil paripurna setiap berada di depan umum. Namun sayangnya, Jaemin malah terbujuk bisikan entah darimana yang menyuruhnya terjaga semalam suntuk dan kini efeknya tercetak jelas di wajah Jaemin.

Jaemin kemudian mengalihkan atensi. Ia mengambil sling bag yang akan ia kenakan nanti, mengecek kembali barang-barang penting yang mungkin ia lupakan.

Setelah selesai memastikan, Jaemin memasang tampang lagi di atas cermin. Ia menelusuri setiap inci wajahnya, mencari-cari jejak kekurangannya yang mungkin saja terlewatkan.

Suasana di dalam apartemen kecil itu lumayan sepi pagi ini. Terhitung sejak kemarin sore, Jaemin harus tinggal sendiri tanpa Bunda Na akibat acara kantor dadakan di luar kota untuk tiga hari kedepan.

Puas merutuki penampilannya yang sudah menyerupai mayat hidup, Jaemin kemudian menyambar handuknya yang sudah tergeletak di atas kasur sejak tadi. Iya, sejak tadi. Memangnya apa lagi tujuan Jaemin memajang tampilannya di atas cermin selain mengumpulkan niat untuk mandi?

Jaemin baru saja ingin melangkah ke kamar mandi, sebelum tiba-tiba suara ponselnya menginterupsi.

Telepon masuk. Nomor tidak dikenal.

"Halo?"

"Halo, Nana. Hari ini sibuk ngga?"

Jaemin mengernyit. Suaranya kok mirip...

"Iya, ini Jeno."

Seluruh darah Jaemin langsung mengalir menuju kepala. Untung Jaemin tidak punya riwayat stroke. "SIBUK. PAKE BANGET. SAMA-SAMA."

Bip!

Telepon itu menutup.

"ANAK SIAPA SIH GANGGU AMAT JAM SEGINI NELPON-NELPON?! BEBAN BANGET, TAU NGGA?! NGGA BISA GITU BIARIN NANA HIDUP DAMAI SEKALIIIIII AJA?! DOSA APA SIH NANA SAMA DIA?!"

Jarum pendek masih belum menunjuk angka lima, tapi suara Jaemin sudah menggelegar seisi kamar. Kalau saja Bunda Na ada di rumah, sudah habis Jaemin dimarahinya.

Jaemin tidak habis pikir, apa yang sebenarnya ada di dalam kepala pemuda Lee itu? Tidak bisakah ia membiarkan Jaemin hidup tenang barang sedetik pun? Apa yang sebenarnya memotivasi Jeno untuk muncul terus-menerus di dalam hidup Jaemin? Tidakkah cukup untuk pemuda Lee itu hanya sebagai teman sebangku Jaemin saja? Bahkan hanya sebagai teman sebangku saja sudah sangat menyusahkan.

Asexual - NoMinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang