Halo, selamat datang di karyaku yang pertama.
Nama tokoh dan kejadian di tempat hanyalah karangan.
Saya kembali mengingatkan jika cerita ini adalah mengandung unsur LGBT dan ABO AU.
Untuk penggambaran tokoh, saya bebaskan ke kalian karena saya hanya akan (mungkin) mendeskripsikannya saja.
So, enjoy the story, guys!
Kondisi kafe sore itu tampak ramai. Wajar, malam itu adalah malam Minggu. Banyak anak-anak muda yang sedang menghabiskan waktu bersama teman ataupun dengan seorang kekasih. Berbeda dengan lelaki kita satu ini. Ia justru duduk di pojok dekat jendela, sibuk dengan skripsinya yang harus segera ia selesaikan.
Meski sudah memakai kacamata anti radiasi serta mengaktifkan night mode, tetap saja tidak mengurangi tingkat kelelahan serta rasa kantuk pada dirinya yang sudah sangat kekurangan tidur beberapa minggu terakhir.
Nicholas Sakti Wirayudha, atau yang kerap kali dipanggil Nicholas. Tidak ada yang spesial dari dirinya, kecuali mungkin gender keduanya, yaitu seorang alpha. Ya, mungkin hanya itu yang bisa ia banggakan.
Terdengar sedih memang, alpha kita sedang dilanda stress akibat skripsi.
"Nicholas!" panggil seseorang, Rifaldi Kanaga Lakeswara, atau yang acap kali di panggil Rifaldi atau Aldi jika ingin lebih singkatnya. Ia tanpa ba-bi-bu lagi, langsung duduk di kursi kosong tepat di depan Nicholas. Alisnya mendadak mengkerut, ia mencium bau yang terlalu kencang dari arah Nicholas.
"Bro, lo nggak pake scent blocker? Buset ini feromon lo sampe kecium di gue," ujar Rifaldi.
Nicholas yang sedari tadi tidak memperhatikan sekitar, mendadak menatap Rifaldi tanpa ekspresi, seolah tahu jika Rifaldi akan tiba-tiba muncul di sana. Ia lalu kemudian ia merogoh tas dan mengambil sebuah botol yang sudah ia bawa dari rumah.
"Thanks, udah ngingetin. Gue ke kamar mandi dulu. Tolong titip dulu barang gue." Nicholas langsung berdiri lalu pergi ke toilet untuk memakai scent blocker.
Rifaldi hanya bisa menggeleng sambil bergumam, "pantesan mojok."
***
Sesudah memakai scent blocker dan mencuci wajahnya agar tidak terlalu terlihat kusut. Nicholas kembali dari toilet lalu duduk sambil kembali mengetik di laptop.
"Nah, ginikan enak. Gue hampir mati sesak cuma gegara feromon lo," komentar Rifaldi sembari menyengir. Mensyukuri paru-parunya masih bisa berumur panjang.
"Sorry, gue kelupaan," jawab Nicholas sekadarnya. Maklum, fokusnya kini lebih ia curahkan pada ratusan huruf-huruf Times New Roman tercinta.
Rifaldi tergelak, "ya ampun, Nick, Nick... Lo udah sangat menjiwai sebagai mahasiswa akhir yang dikejar skripsi. Mata lo aja udah kayak Om Deddy sangking itemnya. Istirahat dulu, gue nggak mau nyari pack lain kalau alpha gue mati gegara kurang tidur."
Nicholas menghela napas panjang, benar kata Rifaldi. Terkadang, menjadi terlalu ambis tidak baik juga. "Oke-oke, gue istirahat."
Rifaldi kini tersenyum puas, akhirnya ia tidak lagi berbicara dengan tembok. Segera ia mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan foto beberapa orang di dalamnya. "Nih, omega-omega yang gue dapet. Siapa tau lo tertarik buat ngencanin salah satu dari mereka."
Tangan Nicholas yang sedang sibuk memasukkan barang bawaannya ke dalam tas ransel mendadak berhenti. Ia menatap tajam ke arah Rifaldi yang kini menyengir tanpa dosa. "Nggak tertarik," jawab Nicholas singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamerad | ABO AU
General FictionHanyalah cerita tentang beberapa manusia-manusia dengan secondary gender yang berbeda pula. Penting, ini bukan kisah fanfiction or whatever. Ini murni tokoh karangan saya sendiri. Di sini sudah pasti mengandung LGBT, jadi harap tahu tempat. Terima k...