Chapter 3

198 27 0
                                    


'Mana mungkin aku ceritakan hal itu pada Ajax, kaaan?!' benakku merasa malu sendiri mengenang masa lalu.

"Ketika aku menghampirimu di sekolah keesokan harinya, kau sama seperti ini. Kabur, tidak mau menemuiku, dan kau memperlakukanku seperti orang asing," tutur Ajax sambil mengacak-acak rambutnya, frustrasi. "Apakah aku melakukan kesalahan lagi tanpa kusadari?"

Aku terdiam mendengar hal tersebut. Perasaan bersalah mulai memenuhi hatiku. Di momen inilah aku teringat ucapan Venti-sensei di kelas tadi, 'Tuangkan perasaanmu ke dalam musik.'

"Ajax-senpai tidak melakukan kesalahan apa pun," balasku agak cicit karena malu.

Ajax menatapku lurus. Dia terlihat sangat tersiksa mendengar jawabanku barusan. "Katakan saja yang sejujurnya, karena aku tidak paham jika kau berbelit-belit dengan ucapanmu."

Aku menarik napas dalam-dalam, merasa canggung sendiri.

Haruskah aku katakana sekarang? benakku.

"Maaf, Senpai. Aku benar-benar kelelahan hari ini dan ingin tidur cepat," balasku, menjadi pecundang seperti biasa dan pergi meninggalkan Ajax sendirian di ruang makan.

***

Ajax tidak pernah merasakan kekecewaan besar terhadap dirinya menangani perempuan. Di hari semenjak (y/n) memperlakukannya seperti orang asing merupakan tamparan keras untuk Ajax-yang masih menghantuinya sampai saat ini. Ajax ditinggal sendirian tanpa jawaban. (y/n) jelas menyembunyikan hal yang sangat penting sampai kabur seperti itu. Mau tidak mau dia kembali ke lantai dua dan membiarkan tubuhnya terlelap di kasur empuk.

Akan tetapi pikiran Ajax tidak bisa tenang. Kepalanya terus dipenuhi oleh pikiran tentang (y/n). Kemudian tatapan pemuda itu beralih pada foto bingkai ketika mereka pergi ke Festival Tanabata bersama-sama. (Y/n) terlihat menakjubkan dengan yukata yang ia kenakan. Dan selembar foto itu lebih dari cukup menarik Ajax mengenang kejadian terburuk dalam masa mudanya.

Sejujurnya saat itu Ajax belum sadar dengan perasaannya pada (y/n). Dia beranggapan bahwa rasa nyaman setiap kali (y/n) berada di sisinya tidak lebih dari sekedar rasa sayang terhadap seorang adik. Ajax benar-benar terlambat menyadari bahwa perasaannya pada (y/n) berkembang menjadi lebih dari sekedar 'kakak-adik' ketika dia ditinggalkan sendirian di festival tanabata.

Saat acara kembang api, lebih tepatnya ketika asisten pelatih klub bela diri yang dia ikuti menciumnya-Ajax sadar kalau dia tidak menginginkan perempuan lain di hidupnya selain (y/n). Kebanyakan perempuan hanya melihat Ajax sebagai material pacar yang dapat menaikkan status sosial di sekolah. Ajax mungkin tidak pandai dalam kalkulus, tetapi dia memiliki insting baik dalam menebak maksud di balik perempuan yang menggodanya.

Berada di sisi (y/n) sangatlah nyaman. Dia bisa jadi dirinya sendiri tanpa perlu berbohong menjadi 'lelaki keren'. (Y/n) sudah melihat semua sisi dirinya dari yang terburuk. Berbeda dengan perempuan lain yang sejauh ini selalu berekspektasi tinggi terhadap tindakan Ajax dalam suatu hubungan.

Ajax sebenarnya tidak jauh berbeda dari laki-laki lain, dia ingin dicintai sebagai dirinya.

Terlebih, (y/n) tidak pernah membuatnya bosan. Memang terkadang Ajax sebal dengan sikap pemalu dan kebiasaan (y/n) yang enggan menceritakan masalahnya. Akan tetapi, satu hal yang sangat Ajax sukai dari (y/n) ... pikiran gadis itu selalu sulit ditebak. Bukan artinya Ajax menyukai gadis yang pandai dalam menyembunyikan rahasia. Justru Ajax selalu terhibur dan dikejutkan dengan sisi lain yang (y/n) tunjukkan.

Ia sudah mengenal (y/n) dari kecil, siapa yang mengenal gadis itu lebih baik dari dirinya? Sayangnya Ajax salah. Dia tidak benar-benar mengenal (y/n). Seperti saat ini, dia tidak paham apa yang (y/n) pikirkan. Jika perlu berlutut, pasti akan dia lakukan, selama (y/n) memaafkan kesalahan fatal yang pernah sengaja atau tidak sengaja Ajax perbuat.

Stop Running Away from Me! [Childe x Reader] || Cool ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang