Rean baru saja membuka pintu dan menapakan kakinya pada ubin kamar miliknya. Ia mengalihkan fokus dari ponsel pintar pada genggamnya kearah depan.
Secara signifikan emosi dalam dirinya seakan berlomba lomba untuk keluar dari tubuhnya. Naik dan terus naik sepersekian detik.
Bagaimana tidak? Kamarnya kini lebih terlihat seperti kandang babi dibandingkan dengan kamarnya yang nyaman itu.
Rean menatap tajam pada dua manusia yang tengah mematung di atas kasur kamar tersebut. Dua lelaki selain Rean itu dengan tergesa turun dari kasur sang kakak. Wajahnya dipenuhi oleh raut takut yang kentara.
Nevan dan Janu, dua adik 'kesayangan' Rean lah yang telah menyulap kamar indahnya hingga menyerupai kandang babi.
Bungkus makanan berserakan, laptop tergeletak begitu saja di lantai, bantal dan selimut yang sudah tidak pada tempatnya.
Bahkan spray kasur pun tampak sangat kusut, belum lagi piring dan gelas yang berada di atas kasur. Entah kenapa air yang ada pada gelas tersebut tidak tumpah sedikit pun.
Rean memijit pangkal hidung nya pelan. Memilin lengan hoodie coklat miliknya hingga ke siku, kemudian melepaskan benda yang sedari tadi menyumpal telinga.
"Siapa yang ngasih kalian masuk kamar kakak?" Tanya Rean menatap kedua adiknya.
Sedangkan yang ditanya hanya saling sikut menyikut, saling menyalahkan. Rean pun tertawa sinis melihat itu sambil mengalihkan pandangannya pada langit-langit kamar.
"KALIAN INI YA!" Dengan gerakan tiba-tiba, Rean menerjang tubuh kedua adiknya dan menjewer masing-masing telinga mereka.
"AAAA KAK ERSYAA! SAKIT KAKK! LEPASINN!" teriak Nevan pertama, disusul teriakan milik Janu.
"Kak! Kak! Kak! Lepas napa sih. KDRT tau ngga? "
"Bodo amat! Mau kdrte kek, mau kdrto, kakak ngga peduli!" Ujar Rean sembari menarik makin kencang telinga pada genggamannya. Yang mana teriakan sang korban semakin menjadi.
"Pokoknya, nanti pas kakak balik ke kamar ini, semuanya udah harus bersih! Kalo sampe nggak bersih, kakak bilang sama bunda kalo kalian suka godain janda yang jaga warung bi Sari!"
Setelah mengatakan itu, Rean melepaskan telinga mereka dan melenggang begitu saja. Kedua anak adam yang masih tersisa, dengan cepat memegang telinga mereka yang serasa ingin putus.
Setelah selesai dengan acara 'mengasihani' telinganya itu. Keduanya pun teringat akan ancaman sang kakak. Dengan gerakan secepat kilat, mereka segera merapikan kamar tersebut. Takut diadukan pada sang bunda, mengenai kelakuan mereka yang satu itu.
---
Wanita berparas cantik yang melihat kehadiran putra sulungnya kembali ke ruang tengah, mengernyit bingung.
"Loh kak, kok balik lagi? Bukannya tadi mau ke kamar?" Wendy bertanya sembari meletakkan toples berisi cookies coklat buatannya.
Rean mendengus kasar, dan mendudukkan pantatnya pada sofa ruang tamu. Melihat itu pun Bunda Wen mulai paham apa yang membuat putra sulungnya ini kesal.
"Kenapa lagi adik kamu itu heh? Bikin ulah lagi?"
"Ya menurut Bunda aja? Masa kamar aku di berantakin sampe mirip kapal pecah gitu, siapa yang ngga kesel coba?" Dumal pria tersebut. Bunda hanya terkekeh pelan mendengar dumalan sang anak.
"Udah kamu suruh beresin lagi kamarnya?" Rean hanya menganggukkan kepalanya.
"Rean heran deh bun, bunda mungut anak kaya mereka dimana? Ko sebelas dua belas sama setan ya?"
"Hushh mulutnya!" Tegur Wendy sembari mencomot mulut Rean.
"Ya abisnya, setiap hari bikin ulah mulu. Kayak, kalo ngga rusuh sehari aja, badan mereka bakal gatel-gatel." Rean mengusap mulutnya yang seenak jidat dicomot oleh sang bunda.
Bunda hanya menggeleng kan kepalanya tak habis pikir. Ya memang sih, dua anak kembar tak identik kesayangannya itu rusuhnya minta ampun. Dan yang paling sering menjadi sasaran kejahilan mereka adalah Rean.
Jadi jangan heran, jika rumah ini setiap harinya pasti terdengar suara terikan Rean yang habis dirusuhi oleh kedua adiknya.
Selama kurang lebih lima belas menit waktu berjalan, munculah dua manusia yang merupakan adik dari Rean. Keduanya terlihat mengenakan selop tangan, Nevan memegang kemoceng, sapu dan pel. Sedangkan, Janu membawa semua sampah yang mereka dapat, dan beberapa alat makan yang ada di atas kasur tadi.
Mereka meletakkan barang bawaan mereka di lantai. Kemudian, secara bersamaan membentuk gestur hormat pada Rean.
"Lapor komandan! Kamar komandan telah kami bersihkan seperti apa yang telah diperintahkan! Laporan selesai!" Teriak mereka bersamaan. Bunda yang mendengar itu tertawa kecil. Sedangkan Rean hanya menghela nafas lelah.
"Spray kasur nya udah di ganti?" Rean menyipitkan matanya curiga.
"SIAP SUDAH!" Kompak mereka lagi.
"Yaudah sana, kakak mau mandi! Awas aja kalo masih ada yang kotor."
Rean mendorong pelan tubuh bongsor kedua adiknya agar tak menghalangi jalan. Namun baru beberapa langkah, ia kembali berbalik. Kemudian mendekat kearah si kembar.
"Sini deketan." Suruhnya.
Nevan dan Janu saling pandang, tapi kemudian melakukan apa yang di pinta sang kakak.
Takk!
Takk!
Dua jitakan secara beruntun terdengar dari dahi si kembar. Rupanya Rean tengah ingin menyapa dahi mereka.
"Adohh! Kak? Ko dijitak sih?!" Ucap Nevan tak terima.
"Hadiah buat kalian." Ujarnya santai dan berlalu dari sana menuju kamar untuk membersihkan diri.
Meninggalkan si kembar dan Bunda yang saling pandang. Tak lama, bunda pun kembali tertawa melihat dahi merah kedua putranya.
"Hahaha, dahi kalian udah kaya pake merah pipi tapi salah tempat," Bunda kemudian lanjut tertawa.
"BUNDAA!" Rengek keduanya.
---
TBC.
Ini cerita kedua ku hehe. Bantu koreksi yang typo yaa.
Mudah-mudahan bisa selesai, ngga kaya book pertamaku.
Gimana? Mau dilanjut atau tidak?
Bye-byee
KAMU SEDANG MEMBACA
Beneran Saudara?
FanfictionTentang Rean, dan dua adiknya. Kadang kadang, Rean, yang kerap dipanggil Ersya oleh kedua adiknya, ingin sekali memiliki kekuatan untuk menghilang. Bagaimana tidak? kelakuan adik-adik nya yang diluar nalar cukup membuat rambutnya rontok sedikit de...