Plorog

5 1 0
                                    

Di pesisir pantai di sebuah desa, ramai akan pekerja mengangkut sebuah kotak berwarna putih. Kotak itu berisikan hasil pakan laut yang akan di jual di pasar yang tak jauh dari pantai. Sama seperti apa yang di lakukan oleh pemuda yang sedari pagi bekerja. Dia adalah Aswasada Gardapati.

Pemuda berusia 18 tahun yang putus sekolah di usia 16 tahun. Demi meringankan beban kedua orang tua. Ia lantas ikut bekerja bersama sang ayah.

Pemuda itu menaruh kotak terakhir hari ini. Ia mendaratkan bokongnya di bebatuan yang ada di pesisir pantai. Sembari ia melihat matahari yang akan tenggelam. Aswasada meminum sebotol air mineral.

"Aswa ayo pulang!" panggil seorang pria berusia 40an.

Aswasada lantas melanjutkan melihat detik detik matahari tenggelam. Semabari membayangkan bila ia masih lanjut sekolah. Sesekali ia merasa menyesal dengan menjadi orang miskin.

Aswasada lantas melihat ke arah ke belakang. "Ayah duluan saja. Aswa  masih ingin disini" ucapnya.

"Yasudah. Tapi jangan sampai terlalu gelap" pesan Surmana sang Ayah pemuda itu.

Aswasada melanjutkan melihat sang mentari. Ia sedang merenungi nasib dimana seharusnya dirinya masih sekolah. Terkadang Aswasada menyesal terlahir serba kekurangan. Tapi bagaimana dirinya harus tetap menjalani semua ini. Laki laki bertubuh tinggi dari tinggi rata rata penduduk desa karena memiliki menurun dari sang Ayah.

Aswasada berdiri lalu pergi dari sana saat adzan magrib berkumandang.

"Assallamu'allaikum" ucapnya masuk ke dalam rumah kecil yang sudah remuh dari kayu.

"Wa'allaikumussallam. Masuk nak. Makan!" sahut seorang wanita yang itu adalah sang ibu. Meski sudah 40an tapi kecantikannya masih terlihat alami.

"Aswa, mandi dulu" ujar ia yang lantas mengambil handuk yang di gantung di tembok dekat pintu masuk. Kamar mandi yang ia gunakan ini ada di luar rumah.

Mereka bertiga sudah siap lantas duduk di lantai dengan makanan di hadapannya. "Nih bu, Aswa dapet 400 perak" Aswasada lantas memberikan uang itu pada sang Ibu yang bernama Asih.

Asih tersenyum pada sang anak laki-lakinya. "Simpan saja buat kamu punya kebutuhan." tolaknya halus.

"Tapi Aswa kerja buat Ibu dan Ayah." katanya

"Ayah dan Ibu kerja buat kamu. Sedangkan kamu kerja buat sendiri aja" sambung Sumarna.

"T-tapi...." belum sempat Aswasada melanjutkan perkataannya. Asih lebih dulu memotong perkataan sang anak. "Sudah ayo mulai makan!" titah Asih.

Aswasada memasukkan uang tadi ke dalam sakunya. Ia tersentuh meski serba kekurangan. Tapi kasih sayang orang tua dirinya terpenuhi. Ia lantas menyusul memulai makannya.

BLUE RINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang