9 ETERNITY • 26

29 5 0
                                    

Seragam putih yang dikenakan beberapa orang itu sedang berkumpul membahas suatu hal yang tampak sangat serius.

"Tidak. Orang tuanya pasti akan keberatan jika jalannya seperti itu," ucap salah satu dokter dengan nada tegas, menekankan betapa pentingnya mempertimbangkan perasaan keluarga.

"Dia sudah berada di tahap akhir. Apapun yang terjadi, satu-satunya jalan yang bisa kita ambil adalah kemoterapi," jawab dokter lainnya, wajahnya menunjukkan ketegangan saat memikirkan keputusan yang harus diambil.

"Saya harap dia bisa bertahan. Dia adalah anak yang kuat, bisa mencapai titik ini," tambah seorang dokter wanita, suaranya lembut namun penuh harapan.

Mereka saling bertukar argumen tentang apa yang dihadapi Hazel saat ini, memperhatikan dokumen dan hasil tes yang dikeluarkan untuk gadis itu. Setiap kata yang keluar dari mulut mereka penuh dengan kepedulian, memikirkan cara terbaik untuk membantu Hazel dan memberikan penanganan yang terbaik.

Selama tiga tahun terakhir, keluarga Hazel telah melewati banyak duka dan tantangan. Mereka telah berjuang melawan rasa sakit dan ketidakpastian, dan kini, saatnya untuk mengambil keputusan yang bisa mengubah segalanya. Dalam keheningan ruangan, terlihat jelas betapa beratnya beban yang mereka pikul, tidak hanya untuk Hazel, tetapi juga untuk mamanya yang terus berdoa agar putri mereka bisa sembuh.

Dalam momen itu, terlihat harapan dan ketegangan bercampur aduk di antara mereka, seolah-olah seluruh dunia terfokus pada satu tujuan: keselamatan Hazel.

Setelah berembuk, mereka akhirnya keluar ruangan menemui ibu Helen. Dari dokter yang paling tua yang sedari dulu menangani Hazel menemui ibunya saat ini.

"Selamat siang, Ibu Helen," sapa dokter dengan lembut, memperhatikan wajah Ibu Helen yang tampak lesu. Lingkaran hitam di bawah matanya dan raut cemas di wajahnya mencerminkan betapa beratnya beban yang ia pikul saat ini.

"Siang, Dok," jawab Ibu Helen, suaranya bergetar. "Bagaimana kabar anak saya? Apa yang harus saya lakukan? Saya ingin agar dia mendapatkan penanganan yang terbaik!"

"Dari pemeriksaan yang kami lakukan, kondisi Hazel cukup stabil untuk saat ini," dokter berusaha memberikan kabar baik, meskipun nada suaranya tetap hati-hati. "Namun, kita perlu memantau lebih lanjut. Jika suhu tubuhnya naik dan kondisinya membaik, insya Allah kami hanya perlu memberikan resep dan menyarankan agar dia beristirahat di rumah."

Ibu Helen menarik napas dalam-dalam, berharap mendengar berita yang lebih baik. Namun, dokter melanjutkan, "Namun, jika suhu tubuhnya menurun dan ekspresi Hazel tidak seperti biasanya, kita harus mempertimbangkan untuk melakukan kemoterapi lagi. Dan lebih parahnya, pengobatan ini mungkin harus dilakukan di luar kota, karena anak ibu sudah berada di tahap stadium 4."

Dari kata-kata itu, tubuh Ibu Helen seolah kehilangan tenaga. Rasa lemas, cemas, dan ketakutan bercampur menjadi satu. Ini adalah kabar yang sangat sulit untuk diterima, dan ia merasa seolah dunia ini runtuh di hadapannya. "Apa yang harus saya lakukan? Saya tidak bisa membayangkan menghadapi semua ini," bisiknya, air mata mulai menggenang di matanya.

Dokter melihat kesedihan yang mendalam di wajah Ibu Helen dan berusaha memberikan sedikit penghiburan. "Kami akan berdoa agar anak ibu bisa bertahan. Kita akan berjuang bersama dalam menghadapi semua ini. Jangan ragu untuk bertanya atau meminta bantuan kapan saja. Kami di sini untuk mendukung ibu dan Hazel."

Ibu Helen mengangguk, berusaha menahan air mata. "Terima kasih, Dok. Saya sangat menghargai semua usaha yang dilakukan untuk anak saya. Saya hanya ingin dia sembuh dan bisa kembali tersenyum."

Suasana di ruangan itu terasa berat, tetapi di dalam hati mereka, harapan masih menyala, meskipun kecil.

Badan Helen terasa begitu lemah, seolah tidak ada lagi tenaga yang tersisa. Rasa cemas dan takut bercampur menjadi satu, menciptakan badai emosi yang sulit untuk dihadapi. Ini adalah kabar yang tidak ingin didengarnya. "Apa yang harus saya lakukan?" pikirnya dalam hati. Walaupun ini hanya kemungkinan, ia merasa tidak mampu menghadapi masalah yang begitu berat mengenai kesehatan anaknya.

9 Eternity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang