Tulisan Online pada nomor kontakmu padam setelah meminta cium dariku. Setelah selama beberapa jam kebelakang kita saling lempar kata yang dibungkus bubble chat, membahas segala tentang kita dan juga perasaan dalam hati masing-masing. Ketakterdugaanku padamu yang juga memiliki rasa serupa membuatku terpukau, betapa takdir begitu lucu menyatukan kita dalam cinta.
Kini rasa rindu menjelma menjadi teman sekamar, menemani tiap waktu dalam candu akan tiap ketikanmu, aku sakau jika waktu melebihi jam malam dan kau terlelap di ranjangmu. Sementara si teman sekamarku hanya akan mengolok-olok dalam kesunyian, dan hati mendamba indahmu.
Dulu teman sekamarku tidak semanis ini tingkahnya, tidak juga menyenangkan meski aku semakin terjerumus. Teman sekamarku dulu hanyalah kepingan kehancuran dari hati dan ragaku, setiap malam kucoba susun kepingan itu, yang kemudian akan dia hancurkan lagi dalam kenyataan pedih. Aku runtuh dalam kesedihan, dan teman sekamarku—si sepi justru berselfie ria dengan wajah senduku sebagai gambar besarnya, dia senang jika aku tidak memulai kehidupan.
Kuterima usulannya tanpa membantah, kuakui pula lukaku kemarin begitu dahsyat sampai membuat kepinganku tak dapat disatukan. Aku hilang kepercayaan. Aku tak mau lagi menyakini kisah manis. Bahkan hingga membuatku tak bisa berusaha lebih dan temanku itu mendukung sepenuh hatinya, senang melihatku yang begini.
Di tengah masa kehancuran itu, di tengah keraguan dan keengananku. Kau hadir dan mulai mengusik si sepi, kehadiranmu membahayakan eksistensi kawan sekamarku dengan pesona alami, sementara si sepi mulai mencak-mencak aku hanya bisa menjadi pengagum jauhmu, sadar diri bahwa tubuh ini hanya berupa kepingan tak utuh dan banyak yang hilang di sana-sini—cacat. Aku tak sesempurna dirimu.
Semakim lama apa yang kurasa justru semakin bergejolak, mengganggu keseharianku dengan pertanyaan; bagaimana kabarmu detik ini? Aku jadi kecanduan akan hadirmu, tapi aku masih berusaha menahannya. Takut menghancurkan keindahan yang sudah kauberi untuk dunia, aku tak mau diriku hanya menjadi lalat pengganggu. Jadi aku tetap menjaga jarak dan kembali berusaha menyusun kepingan diriku agar dapat berdiri dengan waras seorang diri.
Tapi siapa sangka, kau justru benaran hadir dan mengulurkan kepingan kesempurnaamu untuk menambal kecacatanku, menawarkan sepotong hatimu yang lebih utuh dibandingkan diriku. Aku tentu takut, awalnya, luka lama masih basah dan bernanah, aku trauma meski perasaan tak bisa menyangkal rasa yang sama sudah tumbuh dan membuatku repot sendiri untuk menyembunyikannyaa. Tapi kau yakinkan aku bahwa hati yang kau beri bersih tanpa duri, kesempurnaanmu akan melekat tanpa akan membawa diriku yang lain, akan tetap menyatu dalam cinta tanpa syarat—sebagaimana cinta seharusnya bekerja.
Maaf jika aku menerimanya dengan takut, maaf juga aku masih ragu mempercayaimu. Kini aku sudah bisa berdiri berkat adanya kamu, yang juga mengusir si sepi dari kamarku dan mengisi ruang kosong itu dengan rindu. Teman sekamar yang jauh lebih ramah tapi juga lebih parah menggilakan akal sehatku. Ya, aku gila karenamu.
Akan kutunggui janjimu, janji dari pembuktian bahwa gereja akan menjadi tempat paling romantis untuk kita berdua kelak.
Bogor, 11 • 1 • 2023
@BlackPandora_Club
KAMU SEDANG MEMBACA
E-book tugas bulanan BPC
Randomberisi cerita dengan tema beragam terkait prompt mana yang terpilih. Isi ceritanya sendiri absurd, asal tulis dikejar deadline dan bisa jadi gak nyambung sama prompt (yang penting nulis ya ges ya) Setiap cerita pun diberi genre beda-beda, tergantung...